PMII DAN KEPAKARAN KEILMUANNYA



Oleh: Ahmad Zuhdy Alkhariri

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia atau yang biasa disebut PMII merupakan sekumpulan mahasiswa yang di dalamnya banyak membincangkan roda kaderisasi internal, eksternal, politik dan agama berlandaskan ideologi Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Didirikan oleh para sesepuh sebagai landasan mengubah pola pikir mahasiswa agar maju dalam arus globalisasi permasalahan mulai dari dasar sampai ke akarnya. Karena itulah pmii membutuhkan mahasiswa yang melek mengandalkan kritisme atas dasar manhajul fikr aswaja.

Tidak hanya itu, pergerakan PMII akan terus ada dalam gerakan membawa perubahan masyarakat yang terus dikenang sebagai pahlawan mahasiswa garis tengah. Seperti Mahbub Djunaidi sang pendekar pena, politikal, serta tokoh penggagas literasi telah membuktikan bahwa PMII sadar tentang pentingnya menjunjung tinggi ilmu dan pengetahuan. Mahbub tahu betul khazanah keilmuan mahasiswa yang mendalam.

 Ia berhasil menggabungkan humor, pengetahuan sampai diolah menjadi karya sastra menakjubkan, banyak melibatkan buku-buku hebat dalam sejarah peradapan manusia misalnya : Sultan Takdir Alisjahbana, Karl Marx dll. (Antologi NU, sejarah – istilah, amaliah – uswah : 2007 : 240).

Gagasan karyanya berimajinasi layaknya pisau tajam yang siap memotong daging-daging besar lemaknya. Mahbublah yang memupuk kesadaraan kader PMII supaya tidak lupa terhadap dunia membaca, menulis, merenungi, maupun menjalani. Dia memiliki ciri khasnya, ingin segala dari seluruh lingkupan massa. Oleh karena itu, PMII membutuhkan nalar berfikir kader sepertinya. Demi gagahnya roda keilmuan organisasi. Agar tumbuh lebih kuat, progresif, dan inovatif.

Selain itu, jejak pejuang pendiri PMII sangat antusias mewadahi orang-orang yang memegang teguh paham pluralisme, menggerakkan kaum-kaum tertindas, dan mengimajinerkan dalam kehidupan nyata. PMII juga membutuhkan paradigma-paradigma normatif menuju paradigma transformatif. Tentunya berlandasan ahlu-sunnah wal-jama’ah seperti rasulullah SAW memperlakukan umatnya dengan pandangan befikir.

Indonesia butuh kader yang dapat meningkatkan kecintaan mahasiswa terhadap tanah air. Sedikit tidak apa-apa, terpenting adalah memiliki kualitas intelektual yang baik. Sebagai kader jangan sampai menghina PMII dengan enggan belajar. Kader PMII juga harus belajar banyak dari Gus Dur. Karena menurut beliau “kemanusiaan lebih penting daripada politik”. Itulah mengapa dalam soal moderasi agama, PMII harus terdepan. Kritislah membawa pola fikir masyarkat peka terhadap siapa saja.

Negeri ini butuh dikritik, disanggah, dimotivasi, lalu dijunjung rasa kepeduliaan bersama. Masih banyak proses panjang untuk menemukan identitas ke-pmiian. Hanya satu yang harus dipegang yakni “menghargai dan tidak mengharapkan dihargai”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Curahan Hati Untuk Nahkoda Baru PMII UNZAH Genggong Probolinggo

Ruang Riung Mahasiswa pada Tempat Terbuka