Jalan Ninja Santri Sinobi

Foto:Istimewa

Anda tahu film anime Naruto Shippuden, kan? Film tersebut bercerita tentang seorang ninja yang gigih memperjuangkan impiannya, yaitu menjadi ninja terkuat dan Hokage (semacam pemimpin). Ninja dimaksud bernama Naruto Uzumaki.

Menjadi ninja terkuat dan Hokage adalah tujuan utama Naruto. Itu adalah jalan ninjanya. Sesulit apapun rintangan yang mesti dilalui, ia tidak pernah menyerah.

“Kita tidak pernah tahu sebelum mencobanya. Aku tidak akan pernah menyerah. Aku tidak akan pernah menarik kembali kata-kataku. Karena itu adalah jalan ninjaku!,” bagitu salah satu pernyataan Naruto menjawab keraguan terhadapnya.

Saya pribadi telah beberapa kali melihat film tersebut, yang tidak kurang dari 700 episode. Tidak pernah bosen melihatnya kembali, karena di dalamnya banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik.

Setiap melihat film Naruto, saya selalu bertanya kepada diri sendiri, “Apa jalan ninjaku?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya mulai bertanya, “Siapa diriku?”. Pada akhirnya, saya adalah seorang santri. Predikat santri tidak akan pernah lepas —terlepas dari baik atau tidaknya diri saya dalam kehidupan nyata. Lalu pertanyaannya, “Apa jalan ninja seorang santri?”.

Menghadapi pertanyaan tersebut, saya teringat dengan definisi santri yang ditulis Hadratusysyekh Kiai Hasani Nawawi yang terpampang di Daerah J. Jalan ninja santri adalah konsisten ikut Alquran dan Sunnah Nabi SAW. Artinya, menjadi hamba yang baik (‘ibadillahis-shalihin) adalah jalan ninja yang mesti ditempuh seorang santri. Apapun yang terjadi, seorang santri semestinya tidak keluar dari jalan tersebut. Karenanya, Kiai Hasani menegaskan لا يميل يمنة ولا يسرة

Penegasan Kiai Hasani tersebut, kalau kita bahasakan menggunakan bahasa dalam film Naruto maka ia berarti seorang santri tidak akan pernah menarik kembali kata-katanya. Sekali memutuskan menjadi seorang santri maka ia mesti berjalan di jalan santri tersebut tanpa kenal kata menyerah, putus asa, dan pesimis.

Penegasan Kiai Hasani di atas juga menunjukkan bahwa jalan menjadi seorang santri seutuhnya tidak lah mudah. Ada banyak hambatan dan rintangan yang mesti dilalui, baik internal (dari dalam diri sendiri, semacam malas atau tidak memiliki motivasi sama sekali) maupun eksternal (dari luar diri, semacam biaya, orangtua atau teman). Seorang santri harus bisa melalui hambatan dan rintangan tersebut agar dapat menjadi santri seutuhnya sesuai dengan harapan masyayikh.

Dalam setiap berproses mesti menjumpai yang namanya kegagalan, termasuk dalam berproses menjadi santri seutuhnya. Tidak naik kelas, sulit menghafal, sulit tahu baca kitab adalah beberapa hal yang akan ditemui dalam berproses.

Namun, seorang santri tidak boleh menyerah, لا يميل يمنة ولا يسرة. Gagal, coba lagi. Gagal lagi, coba kembali. Begitu seterusnya hingga sukses dan berhasil. Kegagalan bukan racun, ia adalah tangga menuju kesuksesan. Kegagalan mendekatkan kita pada kesuksesan, bukan menjauhkan.

Tahu Thomas alfa Edison? Ia seorang ilmuan penemu bola lampu. Tanpa dia, kehidupan malam kita pasti jibet. Berkat kegigihannya kita bisa menikmati malam dengan terang. Dikisahkan bahwa sebelum dia sukses menemukan bola lampu, dia telah gagal sebanyak 9998 kali. Ada banyak versi soal jumlah kegagalannya, namun yang pasti ia gagal banyak kali. Tetapi, karena ia tidak pernah menyerah, ia akhirnya berhasil menemukan bola lampu yang dapat bersinar terang di malam hari.

Saat ditanya mengenai kegagalannya, ia menjawab, “Dengan gagal berkali-kali, aku bisa tahu bagaimana membuat lampu mati.” Hebat, bukan?

Jadi, jangan pernah menyerah. Selalu ada hasil dalam setiap usaha. Orang sukses bukan lah orang yang tidak pernah gagal melainkan orang yang selalu belajar dari kegagalan yang dialami. Orang baik bukan lah orang yang tidak pernah melakukan kesalahan (dosa), melainkan orang yang mampu belajar darinya, menyesali, dan tidak mengulangi kembali.

Penulis: Zulfikar

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Curahan Hati Untuk Nahkoda Baru PMII UNZAH Genggong Probolinggo

Ruang Riung Mahasiswa pada Tempat Terbuka

PMII DAN KEPAKARAN KEILMUANNYA