MODUL MAPABA RAYA 2017



Cover Modul MAPABA RAYA 2017

BIODATA

NAMA                                    :                                                                                              

TETALA                                               :                                                                                              

FAK / PRODI                       :                                                                                              

SEMESTER                          :                                                                                              

ALAMAT                              :                                                                                              

MOTTO HIDUP                   :                                                                                              



















PRAKATA PANITIA         

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarkatuh
Salam Pergerakan!

                Segala puji bagi Allah atas segaka nikmat yang telah diberikan sehingga kita melaksanakan kegiatan sehari-hari. Sholwat dan salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah memberikan wahan keilmuan sehingga kita dapat mengasah intelektualitas dan membangun jiwa kritis dalam mewarnai kehidupan ini.

                Denga adanya MAPABA kali ini kami harapkan kepada semua peserta dan kepada semua pihak agar menjadikannya sebagai sarana untuk mengasah intelektualitas dan membangun jiwa kritis mahasiswa,serta yang paling penting mampu menanamkan nilai dasar pergerakan. Dan juga kami harap MAPABA kali ini menjadi ajang silaturrahmi antar anggota, pengurus, dan senior baik itu dari tingkat Rayon, Komisariat, Cabang, PKC, maupun PB. Dengan adanya silaturrahmi kita bisa mempunyai banyak jaringan dan bisa membangun komunikasi yang kuat. Ini sebagai bentuk proses yang harus di lalui agar bisa membantu meningkatkan kualitas SDM kita bersama.

                Terakhir kami mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam pelaksanaan MAPABA kali ini terdapat kekurangan yang dapat perlu di tambah,kesalahan yang harus di perbaiki,dan kelalaian yang harus di intropeksi. Kami tetap membutuhkan kritik, transformatif, saran, bimbingan, dan arahan demi ke suksesan kita bersama. Dan semoga MAPABA kali ini berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Wallahulmuwafik ilaa aqwamitthoriq
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.





DAFTAR ISI
PRAKATA PANITIA                                                                                                          2             
DAFTAR ISI                                                                                                                         3
MATERI I ANDIR (ANALISA DIRI)                                                                                 4
KE-PMII-AN                                                                                                                          6
NDP (NILAI DASAR PERGERAKAN)                                                                           20
ASWAJA                                                                                                                              27
KE-INDONESIA-AN                                                                                                           42
ISLAM NUSANTARA                                                                                                        45
KOPRI                                                                                                                                   49
STRUKTU PENGURUS RAYON                                                                                    57
LAGU-LAGU                                                                                                                       60




















Materi 1
ANDIR
(Analisa Diri)
Dalam tingkatan teoritis ada banyak aliran atau metode yang digunakan dalam melakukan analisa diri.
Dalam hidup sebagai individu, Sigmund Freud membagi watak dan kesadaran manusia dalam tiga bentuk. ID, EGO, DAN SUPEREGO. Id menurutnya didefinisikan sebagai sesuatu yang berisi naluri dan energy dasar kehidupan. Dia menyebutnya libido yang menjadi pengatur atau penggerak segenap organ. Id berfungsi di alam bawah sadar manusia, sehingga ia tidak mengenal nilai baik buruk. Ego adalah bagian sadar manusia yang bersifat rasional yang berusaha menyesuaikan antara alam bawah sadar dengan tuntunan realita. Egolah yang menjaga gerak atau sikap organ-organ. Ego juga bersifat anti social dan cenderung membahayakan. Adapun Superego adalah bagian diri atau lebih jelasnya kata hati yang dengannya seseorang dapat mengetahui mana yang benar dan salah menurut aturan social, dimana ia tinggal, sehingga ia akan merasa bersalah ketika melakukan kesalahan.
Freud melihat adanya kebutuhan manusia pertama kali adalah adanya identitas; who am i? dari sini kita dapat menjawab atau menunjukkan siapa diri kita sebagai manusia. Bahwa sejak kelahirannya, manusia telah memiliki hasrat dan dorongan atas keinginannya.
Adapun menurut Karl Marx mendefinisikan manusia sebagai manusia “Qua” yakni sebuah entitas yang dapat dikenali dan dapat diketahui. Dalam konsep manusia, marx hanya ingin menawarkan pandangan yang berbeda dengan yang lain dari sudut pandang psikologis;bahwa manusia tidak hanya didefinisikan sebatas keberadaan biologis, anatomis, ataupun bentuk fisiknya semata.
Kemudian konsep manusia dalam al-quran, para pakar sependapat bahwa manusia disebut dengan beberapa istilah.antara lain 1).al-basyar yang artinya sesuatu yang tampak baik dan indah. 2) an-nas dipahami dalam konteks kebutuhannya secara social.3) bani adam; lebih menegaskan bahwa manusia dengan segenap potensi dan fungsinya sebagai makhluk ALLAH, jelas sebagai makhluk yang berkesejarahan.
TUGAS DAN FUNGSI MANUSIA
1.       Hamblum Minallah yakni hubungan antara manusia dengan ALLAH SWT. Dalam artian perjanjian dengan ALLAH yakni masuk dalam islam dan beriman dengan islam dimana iman ini adalah jaminan keselamatan di dunia dan akhirat.

2.       Hablum minannas yakni hubungan antara manusia dengan manusia. Dalam artian interaksi dengan sesame manusia dimana jaminan kepercayaan bagi kaum mukmin dan mukminat yang dibimbing oleh syariat ALLAH SWT.
3.       Hablum minal alam yakni hubungan manusia dengan alam. Dalam artian jalan yang berada diantara dua pokok manusia, dalam mencari keselamatan dan ketentraman hidup di dunia. Menjaga agar alam tetap bersahabat, menjaga alam demi kebaikan kita sendiri.
MENGAPA HARUS PMII?
                Barang kali diantara kita ada yang bertanya seperti itu. Dan diantara alasannya adalah action, movement, harakah. Ya, karena di pmii mengajak para sahabat-sahabatinya beraksi, bergerak, dan berbuat tidak hanya untuk mereka sendiri, tetapi juga untuk kemajuan (Islam-Indonesia dan kemanusiaan)melalui beberapa cara. Bukankah ada ungkapan “al-harakah barakah”. Lagi pula, aktualisasi diri mempunyai implikasi al-barakah:proses pengembangan dan up-date kualitas diri.





Materi 2
Ke- PMII-an
1.       Latar belakang didirikannya PMII
Lahirnya PMII bukannya berjalan mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan.Hasrat mendirikan organisasi NU sudah lama bergolak.namun pihak NU belum memberikan green light. Belum menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang belajar di perguruan tinggi.melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak muda itu tak pernah luntur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke kampus. hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa 50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan payung induknya.misalkan saja HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 di Jakarta yang dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto. Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU (Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad dan PMNU (Persatuan Mahasiswa NU) berdiri di Bandung.Namun keberadaan beberapa organisasi nahdiyin tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari 1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta).Namun dalam perjalanannya antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan program organisasi. HAal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU. Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik karena selalu diawasi oleh PP IPNU.
Oleh karena itu, Ide besar berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (selanjutnya disingkat PMII) tidak dapat dipisahkan dari eksistensi IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama-Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama).Secara kesejarahan, PMII merupakan mata rantai dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang dibentuk pada Muktamar III IPNU di Cirebon pada tanggal 27-31 Desember 1958.
Upaya yang dilakukan IPNU dengan membentuk Departemen Perguruan Tinggi tidak banyak memberi arti bagi perkembangan mahasiswa nahdliyin pada waktu itu. Hal itu disebabkan karena:
a.       Kondisi obyektif menunjukkan bahwa mahasiswa sangat berbeda dengan siswa dalam hal keinginan, dinamika, dan perilaku.
b.       Kenyataan bahwa gerak Departeman Perguruan Tinggi IPNU sangat terbatas untuk dapat duduk dalam anggota PPMI (Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) dan MMI (Majlis Mahasiswa Indonesia), departemen tersebut tidaklah mungkin bisa.
Selain itu, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman.Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai latar belakang berdirinya PMII:
1)       Bahwa PMII karena ketidak mampuan Departemen Perguruan Tinggi IPNU (dibentuk pada Muktamar III IPNU di Cirebon pada tanggal 27-31 Desember 1958) dalam menampung aspirasi anak muda NU yang ada di Perguruan Tinggi .
2)       PMII lahir dari rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim (NU) untuk mengembangkan kelembagaan politik menjadi underbow NU dalam upaya merealisasikan aspirasi politiknya.
3)       PMII lahir dalam rangka mengembangkan paham Ahlussunah Waljama’ah dikalangan mahasiswa.
4)       Bahwa PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI tidak lagi mempresentasikan paham mereka (Mahasiwsa NU) dan HMI ditengarai lebih dekat dengan partai MASYUMI.
5)       Bahwa lahirnya PMII merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa harus menyadari sikap menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan idealisme yang dianutnya.
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU.Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
2.       Konferensi Besar IPNU
Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960.Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
1)       Khalid Mawardi (Jakarta)
2)       M. Said Budairy (Jakarta)
3)       M. Sobich Ubaid (Jakarta)
4)       Makmun Syukri (Bandung)
5)       Hilman (Bandung)
6)       Ismail Makki (Yogyakarta)
7)        Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8)       Nuril Huda Suaidi (Surakarta)
9)       Laily Mansyur (Surakarta)
10)   Abd. Wahhab Jaelani (Semarang)
11)   Hizbulloh Huda (Surabaya)
12)   M. Kholid Narbuko (Malang)
13)   Ahmad Hussein (Makassar)

3.       Deklarasi
Sebelum melakukan musyawarah mahasiswa nahdliyin tiga dari 13 orang tersebut (yaitu Hisbullah Huda, Said Budairy, dan M Makmun Syukri BA) pada tanggal 19 Maret 1960 berangkat ke Jakarta untuk menghadap Ketua Tanfidziah PBNU KH Dr Idham Khalid untuk meminta nasehat sebagai pedoman pokok permusyawaratan yang akan dilakukan. Pada pertemuan dengan PBNU pada tanggal 24 Maret 1960 ketua PBNU menekankan hendaknya organisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat diandalkan sebagai kader partai NU dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk diamalkan bagi kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu.
Selanjutnya diadakan musyawarah mahasiswa nahdliyin di Taman Pendidikan Putri Khadijah (Sekarang UNSURI/ Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo) Surabaya pada tanggal 14 – 16 April 1960 yang menghasilkan keputusan :
a.       Berdirinya organisasi nahdliyin, dan organisasi tersebut diberi nama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia.
b.       Penyusunan peraturan dasar PMII yang dalam mukodimahnya jelas dinyatakan bahwa PMII merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU – IPPNU.
c.        Persidangkan dalam musyawarah mahasiswa nadhiyin itu dimulai tanggal 14 – 16 April 1960, sedangkan peraturan dasar PMII dinyatakan berlaku mulai 21 Syawal 1379 H atau bertepatan pada tanggal 17 April 1960, sehingga PMII dinyatakan berdiri pada tanggal 17 April 1960.
d.       Memutuskan membentuk tiga orang formatur yaitu H. Mahbub Junaidi sebagai ketua umum, A.Cholid Mawardi sebagai ketua I, dan M.Said Budairy sebagai sekretaris umum PB PMII. Susuan pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun secara lengkap pada bulan Mei 1960. Berikut adalah ketua umum PB PMII dari masa ke masa:
1)       1960-1961        Mahbub Junaidi
2)       1961-1963        Mahbub Junaidi
3)       1963-1967        Mahbub Junaidi
4)       1967-1970        M Zamroni
5)       1970 -1973        M Zamroni
6)       1973-1976        Abduh Paddare
7)       1977-1981        Ahmad Bagdja
8)       1981-1984        Muhyiddin Arubusman
9)       1985-1988        Suryadharma Ali
10)   1988-1991        M Iqbal Assegaf
11)   1991-1994        Ali Masykur Musa
12)   1994-1997        Muhaimin Iskandar
13)   1997-2000        Syaiful Hari Anshori
14)   2000-2002        Nusron Wahid
15)   2003-2005        Malik Haramain
16)   2005-2007        Hery Herianto Azumi
17)   2008-2011        Rodli Kaelani
18)   2011-2013        Adin Jauharuddin
19)   2014-2016        Aminuddin Ma'ruf
Seperti organisasi yang dependen terhadap NU, maka PB PMII dengan surat tanggal 8 Juni 1960 mengirim surat permohonan kepada PBNU untuk mengesahkan kepengurusan PB PMII. Pada tanggal 14 Juni 1960 PBNU menyatakan bahwa organisasi PMII dapat diterima dengan sah sebagai keluarga besar partai NU dan diberi mandat untuk membentuk cabang-cabang diseluruh Indonesia.
Musayawarah mahasiswa nahdliyin di Surabaya hanya menghasilkan peraturan dasar organisasi PMII, maka untuk melengkapinya dibentuk suatu panitia kecil yang diketuai oleh M. Said Budairy dan Fahrurrozi AH untuk membuat anggaran rumah tangga PMII.Dalam sidang pleno II PB PMII yang diselenggarakn pada tanggal 8 – 9 September 1960 peraturan rumah tangga PMII dinyatakan sah berlaku.Pada sidang itu pula disahkan lambang PMII dan pokok-pokok aturan mengenai anggota baru.
4.       Independesi
Salah satu momentum sejarah perjalanan PMII yang membawa perubahan besar pada perjalanan PMII adalah dicetuskannya “Independensi PMII” pada tanggal 14 Juni 1972 di Murnajati Lawang Malang, Jawa Timur, yang kemudian kita kenal dengan Deklarasi Murnajati. Lahirnya deklarasi ini berkenaan dengan situasi politik Nasional, ketika peran partai politik dikebiri dan mulai dihapuskan, termasuk terhadap partai NU.Ditambah lagi dengan digiringnya peran mahasiswa dengan komando back to campus.Keterlibatan PMII dalam dunia politik praktis yang terlalu jauh pada pemilu 1971 sangat merugikan PMII.Kondisi ini akhirnya disikapi dengan deklarasi berpisahnya PMII secara structural dari partai NU. Deklarasi tersebut adalah
DEKLARASI MURNAJATI
Bismillahirrahmanirrahiem
“Kamu sekalian adalah sebaik-baik umat yang dititahkan kepada manusia untuk memerintahkan kebaikan dan mencegah perbuatan yang mungkar” (Al-Qur’an)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) insyaf dan yakin serta tanggung jawab terhadap masa depan kehidupan bangsa yang sejahtera selaku penerus perjuangan dalam mengisi kemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material dan spiritual. Bertekat untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya:
Bahwa pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang memiliki pribadi luhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya
Bahwa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) selaku generasi muda Indonesia sadar akan peranannya untuk ikut serta bertanggungjawab bagi berhasilnya pembangunan yang dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat
Bahwa perjuangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan idealisme sesuai dengan deklarasi Tawangmangu menuntut berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap dan pembinaan rasa tanggung jawab
berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) serta dengan memohon rahmat Allah SWT, dengan ini menyatakan diri sebagai organisasi independent yang tidak terikat dalam sikap dan tindakan kepada siapa pun dan hanya komited dengan perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional yang berlandaskan pancasila. Tim Perumus:
1)       Umar Basalim (Yogyakarta)
2)       Madjidi Syah (Bandung)
3)       Slamet Efendi Yusuf (Yogyakarta)
4)       Man Muhammad Iskandar (Bandung)
5)       Choirunnisa Yafizham (Medan)
6)       Tatik Farikhah (Surabaya)
7)       Rahaman Idrus (Sulawesi)
8)       Muis Kabri (Malang)
Keputusan Musyawarah besar II tentang independensi itu kemudian diperkuat dengan manifesto independensi yang dihasilkan Kongres V PMII di Ciloto Bandung Jawa Barat pada tanggal 28 Desember 1973.Selanjutnya kembali diperkokoh dengan Penegasan Cibogo yang dihasilkan pada rapat pleno PB PMII di Cibogo, 8 Oktober 1989. Deklarasi ini lahir sebagai penyikapan atas banyaknya keinginan menjelang Muktamar NU ke-28 yang mengharapkan PMII mempertimbangkan kembali independensinya
5.       Interdependensi PMII
Sejarah mencatat, PMII dilahirkan dari pergumulan panjang mahasiswa nahdliyin, dan kemudian menyatakan independensinya pada tahun 1972. Di sisi lain ada kenyataan bahwa kerangka berpikir, perwatakan dan sikap sosial antara PMII dan NU mempunyai persamaan. PMII insaf dan sadar bahwa dalam melaksanakan perjuangan diperlukan saling tolong. Karena PMII dengan NU mempunyai persamaan–persamaan dalam persepsi keagamaan dan perjuanagn, visi sosial dan kemasyarakatan, serta ikatan historis, maka untuk menghilangkan keragu-raguan serta saling curiga dan sebaliknya untuk menjalin kerjasama program secara kualitatif dan fungsional, baik melalui program nyata maupun persiapan sumber daya mannusia, PMII siap meningkatkan kualitas hubungan dengan NU atas prinsip kedaulatan organisai penuh, interdependensi, dan tidak ada interfensi secara strutural dan kelembagaan. Deklarasi ini dicetuskan dalam kongres X PMII pada tanggal 27 Oktober 1991 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.
Untuk mempertegas deklarasi interdependensi PMII-NU melalui musyawarah nasional PB PMII tanggal 24 Desember 1991 di Cimacan Jawa Barat, PB PMII mengeluarkan keputusan tentang implementasi interdependensi PMII – NU. Penegasan hubungan itu didasarkan pemikiran – pemikiran antara lain :
a)       Dalam pandangan PMII, ulama adalah pewaris para nabi.Ulama merupakan panutan karena kedalamannya dalam pemahaman keagamaan. Oleh karena itu, interdependensi PMII–NU ditempatkan dalam konteks keteladanan ulama dalam kehidupan bermasyarakat, bebangsa dan bernegara.
b)       Adanya ikatan kesejarahan yang bertautan antara PMII–NU. Realitas sejarah menunjukkan bahwa PMII lahir dari NU dan dibesarkan oleh NU, demikian juga latar belakang mayoritas kader PMII berasal dari NU, sehingga secara lagsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perwatakan PMII. Adapun pernyataan independensi PMII hendaknya tidak dipahami sebagai upaya mengurangi, apalagi menghapus arti kesejarahan tersebut.
c)       Adanya persamaan paham keagamaan antara PMII dan NU. Keduanya sama-sama mengembangkan wawasan keislaman dengan paradigma pemahaman Ahlussunah Wal Jama’ah. implikasi dari wawasan keagamaan itu tampak pula pada persamaan sikap sosial yang bercirikan tawasuth, tasamuh, tawazun, I’tidal dan amar ma’ruf nahi munkar. Demikian juga didalam pola pikir, pola sikap, serta pola tindak PMII dan NU menganut pola selektif, akomodatif dan integrative sesuai prinsip dasar Al-muhafadhotu ‘ala qodimi `i-sholih wa `l-ahdzu bi `l-jadidi `l-aslah
d)       Adanya persamaan kebangsaan. Bagi PMII dan NU keutuhan komitmen keislaman dan keindonesiaan merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap insan muslim Indonesia, dan atas dasar tersebut maka menjadi keharusan untuk mempertahankan bangsa dan negara Indonesia.
e)       Adanya persamaan kelompok sasaran. PMII dan NU memiliki mayoritas anggota dari kalangan masyarakat kelas menengah kebawah,. Persamaan lahan perjuangan ini, semestinya melahirkan format perjuangan yang relatif sama pula.
Sekurang - kurangnya terdapat lima prinsip pokok yang semestinya dipegang bersama untuk merealisasikan interdependensi PMII – NU :
1)       Ukhuwah islamiyah
2)       Amar ma’ruf nahi munkar
3)       mabadi khoiri umah
4)       `l-musawah
5)       Hidup bedampingan dan berdaulat secara benar
Implementasi interdependensi PMII – NU diwujudkan dalam berbagai bentuk kerjasama:
1)       Pemikiran. Kerja sama dibidang ini untuk mengembangkan pemikiran keislaman.
2)       Sumber daya manusia. Kerja sama dibidang ini ditekankan pada penmanfaatan secara maksimal manusia – manusia PMII maupun NU.
3)       Pelatihan kerja sama dibidang pelatihan ini dirancang untuk pengembangan sumber daya manusia baik PMII maupun NU.
4)       Rintisan program. Kerja sama in berbentuk pengelolaan suatu program secsara bersama.
Selain menghasilkan deklarasi interdependensi, pada waktu itu juga ditetapkan:
1)       Motto PMII : Dzikir, Fikir dan Amal Shaleh
2)       Tri Khidmat PMII : Taqwa, intelektualitas, dan profesionalitas
3)       Tri Komitmen PMII : Kejujuran, kebenaran, dan keadilan
4)       Ekacitra Diri PMII : Ulul albab




6.       Identitas dan Citra Diri PMII
Identitas PMII adalah cerminan dari kualitas kader PMII, seperti empat huruf kata 'PMII', yaitu Suatu wadah atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label 'Pergerakan' yang Islam dan Indonesia yang mempunyai tujuan:
Ø  Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia Yang;
a.       Bertaqwa kepada Allah swt
b.       Berbudi luhur
c.        Berilmu
d.       Cakap, dan
e.       Bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)
f.         Komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
g.       Menuju capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil, yaitu mahluk Ulul Albab.

7.       Makna Filosofis PMII
PMII terdiri dari 4 penggalan kata, yaitu :
A.       Pergerakan
adalah dinamika dari hamba (mahluk) yang senantiasa maju bergerak menuju tujuan idealnya, memberikan rahmat bagi sekalian alam.
Perwujudannya :
·         Membina dan Mengembangkan potensi Ilahiah
·         Membina dan mengembangkan potensi kemanusiaan
·         Tanggungjawab memberi rahmat pada lingkungannya
·         Gerak menuju tujuan sebagai Kahalifah Fil Ardl

B.       Mahasiswa
Adalah generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri, diantaranya:
a)       sebagai insan religius
b)       sebagai insan akademik
c)       sebagai insan social
d)       sebagai insan yang mandiri

Perwujudannya :
a)       Tanggungjawab keagamaan
b)       Tanggungjawab intelektual
c)       Tanggungjawab sosial kemasyarakatan
d)       Tanggugjawab individual sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga negara

C.      Islam
Adalah agama yang dianut, diyakini dan dipahami dengan haluan atau paradigma Ahlussunnah Wal Jama’ah. ASWAJA sebagai Manhaj Al Fikr (metode berfikir), yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran-ajaran islam secara proporsional antara iman, islam dan ihsan.
D.      Indonesia
Adalah masyarakat bangsa dan negara indonesia yang mempunyai falsafah dan idiologi bangsa (pancasila) dan UUD 1945 dengan landasan kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara yang terbentang dari sabang sampai merauke, serta diikat dengan kesadaran wawasan nusantara.
Secara totalitas, PMII bertujuan melahirkan kader bangsa yang mempunyai integritas diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. Dan atas dasar ketaqwaannya, berkiprah mewujudkan peran ketuhanan dalam rangka membangun masyrakat bangsa dan negara indonesia menuju suatu tatanan yang adil dan makmur dalam ampunan dan ridho Allah SWT.
8.       Filosofi Lambang PMII
Lambang PMII diciptakan oleh H. Said Budairi.Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti yang terkandung di setiap goresannya.Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan dari segi bentuknya (form) maupun dari warnanya.
Ø  Dari Bentuk :
·         Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh luar
·         Bintang adalah perlambang ketinggian dan semangat cita- cita yang selalu memancar
·         Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat terkemuka (Khulafau al Rasyidien)
·         Empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhauan Ahlussunnah Wal Jama’ah
·         Sembilan bintang sebagai jumlah bintang dalam lambing dapat diartikan ganda yakni:
1)       Rasulullah dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat manusia.
2)       Sembilan orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia yang disebut WALISONGO.
Ø  Dari Warna :
1)       Biru, sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan Nusantara.
2)       Biru muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu pengertahuan, budi pekerti dan taqwa.
3)       Kuning, sebagaimana warna dasar perisai- perisai sebelah bawah, berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambing kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.
Ø  Kegunaan Lambang :
Lambang digunakan pada : papan nama, bendera, kop surat, stempel, badge, jaket/pakaian, kartu anggota PMII dan benda atau tempat lain yang tujuannya untuk menunjukkan identitas organisasi. Ukuran lambang disesuaikan dengan besar wadah penggunaan.
9.       Visi dan Misi
Ø  Visi dasar PMII :
Dikembangkan dari dua landasan utama, yakni visi ke-Islaman dan visi kebangsaan.Visi ke-Islaman yang dibangun PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran dan moderat.Sedangkan visi kebangsaan PMII mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis, toleran, dan dibangun di atas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali.

Ø  Misi dasar PMII :
Merupakan manifestasi dari komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, dan sebagai perwujudan kesadaran beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan bertanggung jawab mengemban komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan demi meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material dalam segala bentuk
10.   Tujuan didirikannya PMII
Secara totalitas PMII sebagai suatu organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan merubah kondisi sosial di Indonesia yang dinilai tidak adil, terutama dalam tatanan kehidupan sosial. Selain itu juga melestarikan perbedaan sebagai ajang dialog dan aktualisasi diri, menjunjung tinggi pluralitas, dan menghormati kedaulatan masing-masing kelompok dan individu.
Dalam lingkup yang lebih kecil PMII mencoba menciptakan kader yang memiliki pandangan yang luas dalam menghadapi realitas sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Memiliki pemahaman yang komprehensif tentang berbagai macam paham pemikiran yang digunakan dalam menganalisa realitas yang ada, sehingga diharapkan seorang kader akanmampu memposisikan diri secara kritis dan tidak terhegemoni oleh suatu paham atau oordina yang dogmatis.
11.   Rekrutment
Dalam PMII, ada tahapan-tahapan pengkaderan. Untuk tahap pertama dalah MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru) sebagai jendela awal untuk bergabung dalam organisasi PMII.Untuk berikutnya sebagai tindak lanjut ada PKD (Pelatihan Kader Dasar) dilaksanakan oleh Komisariat/Cabang, merupakan persyaratan untuk bisa menjadi pengurus komisariat/cabang.Dan diteruskan dengan PKL (Pelatihan Kader Lanjutan), dilaksanakan oleh pengurus cabang, merupakan persyaratan untuk menjadi pengurus cabang/pengurus koordinator cabang.
12.    Struktural Organisasi
1)       Pengurus Besar (PB) berpusat di Ibu Kota
2)       Pengurus Koordinator Cabang (PKC) berpusat di Provinsi
3)       Pengurus Cabang (PC) berpusat di Kabupaten
4)       Pengurus Komisariat (PK) berpusat di Kampus
5)       Pengurus Rayon (PR) berpusat di Fakultas














Materi 3
Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai organisasi kemahasiswaan berusaha menggali nilai- nilai moral yang lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Secara historis, NDP PMII mulai terbentuk pasca Independensi PMII ketika Mukernas III di Bandung (1-5 Mei 1976). Pada saat itu penyusunan NDP masih berupa kerangkanya saja, lalu diserahkan kepada tim PB PMII. Namun, hingga menjelang Kongres PMII VIII di Bandung, penyusunan tersebut belum dapat diwujudkan. Hingga akhirnya saat Kongres PMII VIII di Bandung (16-20 Mei 1985) menetapkan penyempurnaan rumusan NDP dengan Surya Dharma Ali sebagai ketua umumnya. Penyempurnaan ini berlangsung hingga 1988. Selanjutnya pada tanggal 14-19 September 1988 ketika Kongres IX PMII, NDP mulai disahkan di Surabaya.
1.       Epistimologi NDP
NDP ini merupakan tali pengikat (kalimatun sawa’) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Seluruh anggota dan kader PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII baik secara personal maupun kolektif dalam medan perjuangan sosial yang lebih luas, dengan melakukan keberpihakan yang nyata melawan ketidakadilan, kesewenangan, kekerasan, dan tindakan-tindakan negatif lainnya.
Secara esensial NDP adalah suatu sublimasi Nilai Keislaman dan Keindonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah Wal Jamaah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi nilai Dasar Pergerakan yang meliputi cakupan Akidah, syariah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akherat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan islam tersebut PMII menjadikan ahlusunah wal jamaah sebagai manhaj al fikr untuk mendekonstruksikan pemahaman agama.
Islam secara utuh dihayati dan diamalkan dengan mencapai setiap aspek, baik aspek aqidah (Iman), syari’ah (Islam) maupun etika, akhlak, dan tasawuf  (Ihsan). NDP sebagai penegasan atas watak keindonesiaan organisasi. Di Indonesia organisasi hidup, demi bangsa Indonesia organisasi berjuang. Dengan ahlussunnah wal jama’ah mengenal kemerdekaan, persamaan, keadilan, toleransi, dan nilai perdamaian, maka kemajemukan etnis, budaya, dan agama menjadi potensi bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan.

2.       FUNGSI                                                                                                                      
Nilai Dasar Pergerakan (NDP) berfungsi sebagai:
a.       Kerangka refleksi (landasan berfikir)
NDP merupakan ruang untuk melihat dan merenungkan kembali secara jernih setiap gerakan dan tindakan organisasi. Bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, dan nilai-nilai yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal.
b.       Kerangka aksi (landasan berpijak)
NDP merupakan landasan etos gerak organisasi dan setiap anggota. Bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, dan pembelajaran sosial.
c.        Kerangka ideologis (sumber motivasi)
NDP menjadi peneguh tekad dan keyakinan anggota untuk bergerak dan berjuang mewujudkan cita-cita dan tujuan organisasi. Begitu juga menjadi landasan berfikir dan etos gerak anggota untuk mencapai tujuan organisasi melalui cara dan jalan yang sesuai dengan minat dan keahlian masing-masing.

3.       KEDUDUKAN
a)       NDP menjadi rujukan utama setiap produk hukum dan kegiatan organisasi
b)       NDP menjadi sumber kekuatan ideal setiap kegiatan organisasi
c)       NDP menjadi pijakan argumentasi dan pengikat kebebasan berfikir, berbicara, dan bertindak setiap anggota
4.       RUMUSAN NILAI- NILAI DASAR PERGERAKAN
1)       Tauhid
Mengesakan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi dalam agama samawi, di dalamnya telah terkandung sejak awal tentang keberadaan manusia.
·         Pertama, Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat, dan perbuatan- perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang fungsional. (QS Al Hasyr 22-24)
·         Kedua, keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta merupakan manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada yang ghaib. (QS Al Baqoroh ayat 3)
·         Ketiga, oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan lewat perbuatan. (QS Al Baqoroh Ayat 30)
·         Keempat, PMII memilih pendekatan berpikir ahlussunnah wal jama’ah untuk memahami dan menghayati keyakinan tauhid.
2)       Hubungan manusia dengan Allah
Allah SWT menciptakan manusia sebaik–baiknya kejadian (Ahsanittaqwim) dan menganugrahkan yang terhormat kepada manusia dibandingkan dengan makhluk yang lain. Kedudukan itu ditandai dengan: pertama, pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Dalam potensi tersebut, sangat memungkinkan manusia menjalankan dua fungsi, fungsi hamba dan fungsi kholifah fil ardri. Sebagai hamba, manusia harus selalu melaksanakan ketentuen–ketentuan Allah SWT, dan perintah–perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Untuk itu manusia diberi kesadaran moral yang harus selalu dirawat kalau manusia tidak ingin terjatuh kedalam kedudukan yang sangat rendah. Sebagai kholifah di bumi, manusia harus memberanikan diri untuk mengemban amanat yang maha berat yang ditawarkan Allah SWT kepada manusia. Kedua pola tersebut berfungsi secara simbangang, lurus dan teguh. Juga harus dijalankan hanya dengan keikhlasan mengharap ridha dari Allah SWT semata dengan terus dengan melakukan ikhtiar secara optimal sedangkan mengenai hasil sepenuhnya hanya milik Allah SWT.
Kedua, manusia mempunyai sifat uluhiyyah atau sifat ketuhanan, yakni fitrah suci untuk memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan. Misalnya manusia ketika menjalankan sujud kepada Allah SWT berarti manusia sedang menjalankan fungsi al quddus. Demikian pula ketika manusia menjalankan fungsi – fungsi ketuhanan yang lain. Intinya bahwa pancaran keindahan masuk kedalam jiwa manusia untuk selalu berbuat kebaikan dan keindahan walaupun ada nilai tidak mungkin ada kesamaan antara makhluk dengan sang kholik. (QS Al Dzariat: 56, QS Al A’ruf: 179, QS Al Qashash: 27)
3)       Hubungan manusia dengan manusia
kenyataan bahwa Allah SWT meniupkan ruh-Nya kedalam materi dasar manusia adalah bukti bahwa manusia makhluk yang paling mulia. Kedudukan manusia dengan manusia yang lain adalah sama dihadapan Allah SWT. Yang membedakan mereka hanyalah kualitas ketaqwaannya. Setiap menusia pasti memiliki kelebihan serta kekurangannya. Hal ini justru sebuah potensi bagi manusia untuk selalu kreatif dan terus bergerak kearah yang lebih baik. Karena manusia itu sama kedudukannya dihadapan Tuhan. Sehingga tidak dibenarkan apabila ada manusia mendudukan dirinya lebih mulia daripada yang lain.
Seperti disinggung diatas, fungsi manusia sebagai Khalifatullah adalah untuk menegakkan kesederajatan antara sesama manusia. Fungsi ini juga berarti bahwa manusia harus terus membela kebenaran dan keadilan dimanapun dan dimanapun. Juga senantiasa memberikan kedamaian dan rahmah bagi seluruh alam.
Implementasinya, kader PMII harus selalu menegakkan keadilan dan kebenaran. Membela kaum tertindas, membela kaum mustad afinn. Memlihara bentuk toleransi dan kedamaian dengan sesama manusia tanpa memendang ras, suku, budaya atau apapun dan memelihara nilai–nilai kemanusiaan. Dari sinilah PMII kemudian selalu memegang teguh nilai imansipasi. (QS Al Mu’min : 115, QS Al Hujarat : 13)
4)       Hubungan manusia dengan alam
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Dia menentukan ukuran dan hukum – hukum-Nya. Alam juga menunjukkan tanda – tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah SWT. Berarti juga nilai tauhit meliputi nilai hubungan manusia dengan alam. Sebagai ciptaan Allah SWT alam berkedudukan sederajat dengan manusia namun Allah menunudukkan alam bagi manusia dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi maka manusia akan terjebak dalam penghambaan pada alam, bukan penghambaan pada Allah SWT. Karena itu manusia berkedudukan sebagai kholifah dibumi, untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dan obyek dalam bertauhit dan menegaskan keberadaan dirinya.
Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan didunia dan diarahkan kepada kebaikan di akherat. Disini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia. Sebab akherat adalah masa depan eskatologis yang tak terelakkan. Kehidupan akherat akan dicapai dengan sukses jika kehidupan manusia benar – benar fungsional dan beramal saleh.
Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antara manusia dengan alam berarti hidup dalam kerjasama, tolong menolongan dan tenggang rasa.
Implementasinya, setiap kader harus menjaga alam dari bahaya yang merusaknya. Misalnya, menjaga alam dari bahaya nuklir, penebangan hutan, eksploitasi alam atau kerusakan alam akibat bom bunuh diri yang akhir–akhir ini ramai diperbincangkan. Ini semua dilakukan sebagai bentuk implementasi nilai–nilai yang ada di PMII dalam menjaga alam dan manusia itu sendiri.
Dengan NDP itu diharapkan akan terbentuknya sosok pribadi muslim yang berbudi luhur, berilmu, bertaqwa, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuaannya. Sehingga cita–cita ideal PMII dalam mencetak kader ulul albab dengan ciri menjalankan dzikir, fikir dan amal soleh secara dialektis, kritis dan transformatif akan dapat terwujud dengan senantiasa menjaga komitmen keislaman, kemahasiswaan dan keindonesiaan.
5.       PMII dan  Keutuhan Pancasila; Membumikan NDP PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang merupakan organisasi keislaman yang berbasis pengkaderan dan bersifat keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independensi dan professional , (seharusnya) mempunyai peranan penting dalam mempertahankan Pancasila sebagai ideologi Negara yang kemudian menjadi landasan dalam membentuk karakter bangsa.
Berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas, perlu memperoleh perhatian khusus oleh para aktivis mahasiswa, khususnya PMII yang memang memiliki kerangka atau acuan dalam segala aktivitas gerakan yang dilakukan. Kerangka acuan tersebut harus menjadi titik pijak gerakan dalam menghadapi berbagai permasalahan, termasuk dalam membentuk karakter berkebangsaaan.
Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang notabene menjadi ideologi alternatif  dalam mengimbangi laju globalisasi, agar tercipta tatanan yang seimbang “tanpa tekanan dan dominasi”. Keberadaan Aswaja –sebagai ideologi yang ditawarkan- bisa mengadaptasi dengan situasi dan kondisi. Terntunya, segala langkah perubahan yang diambil harus tetap berlandaskan pada paradigm kaidah al-Muhafadzatu ala Qodim al-Sholih wa al-akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah, (meyamakan langkah dengan mempertahankan sebuah tradisi yang kondisinya masih baik dan relevan dengan masa kini atau berkolaborasi dengan nilai-nilai baru yang kenyataannya pada era kekinian dan masa mendatang akan lebih baik).
Sementara Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII yang merupakan rumusan nilai-nilai yang diturunkan secara langsung dari ajaran Islam serta kenyataan masyarakat dan negeri Indonesia, dengan kerangka pendekatan Ahlussunnah wal-Jama’ah. NDP harus senantiasa menjiwai seluruh aturan organisasi, memberi arah dan mendorong gerak organisasi, serta menjadi penggerak setiap kegiatan organisasi dan kegiatan masing-masing anggota. Sebagai ajaran yang sempurna, Islam harus dihayati dan diamalkan secara kaffah atau menyeluruh oleh seluruh anggota dengan mencapai dan mengamalkan Iman (aspek aqidah), Islam (aspek syari’ah) dan Ihsan (aspek etika, akhlak dan tasawuf.
Sebagai tempat hidup dan mati, negeri maritim Indonesia merupakan rumah dan medan gerakan organisasi. “Di Indonesia organisasi hidup, demi bangsa Indonesia organisasi berjuang”. Sebagai tempat semai dan tumbuh  negeri Indonesia telah memberi banyak kepada organisasi. Oleh sebab itu, organisasi dan setiap anggotanya wajib memegang teguh komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. NDP adalah penegasan nilai atas watak keindonesiaan organisasi. NPD PMII yang di dalamnya terdapat nilai ketuhanan (Tauhid), nilai ke-hamba-an sebagai seorang makhluk yang berelasi dengan penciptanya (Hablun minallah), nilai humanism (Hablun minannas), dan nilai kecitaan terhadap alam dan tanah air (hablun minal alam). Dan Ahlussunnah wal Jama’ah digunakan sebagai pendekatan berpikir (Manhaj al-Fikr) untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam.  Pilihan atas Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai pendekatan berpikir dalam memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam merupakan keniscayaan di tengah kenyataan masyarakat Indonesia yang serba majemuk. Dengan Ahlussunnah wal Jama’ah yang mengenal nilai kemerdekaan (al-Hurriyah), persamaan (al-Musawah), keadilan (al-’Adalah), toleransi (Tasamuh), dan nilai perdamaian (al-Shulh), maka kemajemukan etnis, budaya dan agama menjadi potensi penting bangsa yang harus dijaga dan dikembangkan. (Sekali lagi) terlebih dalam rangka menjaga eksistensi pancasila di bumi Nusatara













Materi 4
Ahlussunnah Wal Jama’ah (ASWAJA)
1.       History dan Epistimologi ASWAJA
Ahlussunnah Wal Jama’ah (ASWAJA) lahir dari pergulatan intens antara doktrin dengan sejarah. Di wilayah doktrin, debat meliputi soal kalam mengenai status Al-Qur’an, apakah ia makhluk atau bukan, kemudian debat antara sifat-sifat Allah antara ulama Salafiyyun dengan golongan Mu’tazilah, dan seterusnya.
Di wilayah sejarah, proses pembentukan Aswaja terentang hingga zaman Khulafa’ur Rasyidin, yakni dimulai sejak terjadi perang Shiffin yang melibatkan khalifah Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu dengan Muawiyah. Bersama kekalahan khalifah keempat tersebut, setelah dikelabui melalui arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, umat Islam semakin terpecah ke dalam berbagai golongan. Di antara mereka terdapat Syi’ah yang secara umum dinisbatkan kepada pengikut khalifah Ali bin Abi Thalib, golongan Khawarij yakni pendukung Ali yang membelot karena tidak setuju dengan tahkim, dan ada pula kelompok Jabariyah yang melegitimasi kepemimpinan Mu’awiyah.
Selain tiga golongan tersebut, masih ada Murji’ah dan Qodariyah, faham bahwa segala sesuatu terjadi karena perbuatan manusia dan Allah tidak turut campur (Af’al Al-ibad min Al-ibad), berlawanan dengan faham Jabariyah.
Di antara kelompok-kelompok itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh Imam Abu Sa’id Hasan ibn Hasan Yasar Al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama Imam Hasan Al Bashri, yang cenderung mengembangkan aktifitas keagamaan yang bersifat kultural (tsaqofiyah), ilmiah, dan berusaha mencari jalan kebenaran secara jernih. Komunitas ini menghindari pertikaian politik antara berbagai fraksi politik (firqoh) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya, mereka mengembangkan sikap keberagaman dan pemikiran yang sejuk, moderat, dan tidak ekstrim. Dengan sistem keberagaman semacam itu, mereka tidak mudah untuk mengkafirkan golongan atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian politik ketika itu.
Seirama waktu, sikap dan pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi ulama setelah beliau, di antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu’man (150 H), Imam Malik Ibn Anas (179 H), Imam Syafi’i (204 H), Ibn Kullab (204 H), Ahmad Ibn Hanbal (241 H), hingga tiba pada generasi Abu Hasan Al-Asy’ari (324 H) dan Abu Mansur Al-Maturidi (333 H). Kepada dua ulama terakhir inilah permulaan faham Aswaja sering dinisbatkan, meskipun bila ditelusuri secara teliti, benih-benih faham Aswaja ini sebenarnya telah tumbuh sejak dua abad sebelumnya.
Indonesia merupakan salah satu penduduk dengan jumlah penganut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah terbesar di dunia. Mayoritas pemeluk Islam di kepulauan ini adalah penganut madzhab Syafi’i, dan sebagian terbesarnya bergabung -baik tergabung secara sadar maupun tidak- dalam jam’iyah Nahdlatul Ulama, yang sejak awal berdiri menegaskan sebagai pengamal Islam ala Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Ahlussunnah wal Jama’ah’ disingkat Aswaja yang dalam pemahaman dan praktek Islamnya menyandarkan diri kepada 4 (empat) mazhab, yaitu : mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hanbali. Mayoritas umat Islam dengan beragam pemahaman, keyakinan dan ritual keislamannya berharap dan mengklaim dirinya sebagai Ahlusunnah Wal Jama’ah (aswaja). Klaim sebagai sunni (sebutan bagi pengikut aswaja) ini adalah bagian dari ekspresi pemahamannya yang meyakini bahwa umat Islam telah terpecah belah menjadi beberapa aliran, namun diantara mereka yang selamat dan akan masuk surga hanya satu, yaitu aliran yang bernama Ahlussunnah Wal Jama’ah. Sehingga orang yang merasa dirinya sebagai sunni beranggapan bahwa dirinya telah menemukan kebenaran agama, sedangkan orang lain keliru, sehingga ia berhak memberikan label “sesat” atau “kafir” kepada orang yang memiliki pemahaman keislaman yang berbeda dengannya. Mengklaim dirinya sebagai orang yang paling benar dan yang lain sesat menurut Al-Qur'an adalah sebuah kesalahan, karena secara tegas Allah berfirman bahwa yang akan menentukan kebenaran manusia dalam beragama adalah Allah sendiri, bukan makhluknya, dan akan diputuskan kelak di akhirat, bukan di dunia (QS. Al-Haji : 17).
Sementara di sisi lain pengertian dan cakupan aswaja sendiri tidak jelas, para ulama mendefinisikannya dengan berbeda-beda. Hal ini lantaran istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah berikut definisinya tidak pernah disampaikan oleh Allah dan rasul-Nya secara jelas baik dalam Al-Qur'an maupun Hadits.
Apa itu ASWAJA?
Secara Etimologi, Ahlussunnah Wal Jamaah dapat dikonsepsikan  Ahlun berarti pemeluk aliran atau pengikut mazhab. Al-Sunnah berarti thariqat (jalan), sedangkan Al-Jamaah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan. Secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf.
Aswaja secara Terminologi dapat didefinisikan bahwa Aswaja adalah orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandasan atas dasar-dasar modernisasi, menjaga kesinambungan dan toleran, dan shalat tarawih 23 rakaat. Pandangan seperti itu pas betul dengan anggapan sementara orang luar NU terhadap perilaku warga NU sendiri. Sedangkan al Jama’ah menurut Ibn Taimiyah adalah persatuan. Ada juga yang mengartikannya sebagai ahlul Islam  yang bersepakat dalam masalah syara’. Selain itu juga ada yang mengartikannya al Sawadul A’zham (kelompok mayoritas).
Ada juga yang mengatakan bahwa al-Jama'ah, makna asalnya adalah sejumlah orang yang mengelompok. Tetapi, yang dimaksud dengan al-Jama'ah dalam pembahasan aqidah adalah Salaf (pendahulu) dari umat ini dari kalangan shahabat dan orang-orang yang mengikuti kebaikan mereka, sekalipun hanya seorang yang berdiri di atas kebenaran yang telah dianut oleh jama 'ah tersebut.
Menurut Muhammad bin Abdullah Al-Wuhaibi, istilah Ahlus Sunnah wa al Jama'ah adalah istilah yang sama dengan Ahlus Sunnah. Dan secara umum para ulama menggunakan istilah ini sebagai pembanding Ahlul Ahwa' wal Bida'. Menurutnya, kata “ahlus sunnah” mempunyai dua makna: Pertama, mengikuti sunnah-sunnah dan atsar-atsar yang yang datangnya dari Rasulullah SAW dan para sahabat, menekuninya, memisahkan yang shahih dari  yang cacat dan melaksanakan apa yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam. Kedua, lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama’, dimana mereka menamakan kitab mereka dengan nama as sunnah, seperti Abu Ashim, al Imam Ahmad Ibn Hanbal, al Imam, al Khalal, dan lain-lain. Mereka mengartikan as sunnah sebagai i’tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma’.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa madzhab ahlussunnah wa al jama’ah itu merupakan kelanjutan dari apa yang pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Adapun penamaan ahlussunnah wa al jama’ah adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal munculnya firqah-firqah.
Menarik untuk dicatat, bahwa dulu Imam Malik pernah ditanya: “siapakah ahlussunnah itu ?” Beliau menjawab bahwa ahlus sunnah adalah mereka yang tidak mempunyai laqab (julukan) yang sudah terkenal, yakni bukan jahmi, qadari, dan bukan pula Rafidli. Imam Ahmad Ibn Hanbal pun pernah disebut-sebut sebagai Imam Ahlussunnah karena tindakan beliau yang gigih mempertahankan keyakinannya ketika  Khalifah al Makmun dengan faham Mu’tazilahnya gencar mengkampanyekan bahwa Qur’an adalah makhluk.
Adapun pengertian hadits secara terminologi mempunyai beberapa pengertian antara lain: pertama, Menurut terminologi para Muhadditsin, Sunnah adalah segala napak tilas Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat kejadian nya (bentuk tubuhnya), akhlaknya maupun sejarahnya, baik sebelum kenabian maupun sesudahnya. Kedua, Para ulama Ushul Fiqh mendefinisikan Sunnah sebagai “segala sesuatu yang dinukil dari Rasulullah, baik perkataan, perbuatan maupun taqrir”. Ketiga, menurut ulama Fiqh Sunnah sebagai suatu perbuatan yang apabila dilaksanakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa, kebalikan dari fardlu atau wajib menurut mereka. Keempat, Sunnah juga diidentikkan terhadap segala yang ditunjuk oleh dalil-dalil Syar’i, baik Alqur’an, Hadits ataupun Ijtihad Sahabat, seperti pengumpulan mushaf dan pembukuan atau pengkodifikasian Hadits, temasuk di dalamnya Ijtihad sahabat sebagai Sunnah berdasar pada hadits Rasulullah SAW. berbunyi: “ ’Alaikum bi assunnatî wa sunnati al khulafâi ar râsyidîna al mahdiyyîn“. Kelima, Sunnah juga diidentikkan terhadap hal-hal yang berlawanan dengan Bid’ah.
Arti Ahlussunnah wal jama’ah itu sendiri diambil dari Hadits Rasulullah SAW yang beliau sabdakan :
“Islam akan menjadi terbagi menjadi 73 golongan, satu golongan yang masuk surga tanpa di hisab”, sahabat berkata : siapakah golongan tersebut ya Rasulullah ?, Nabi bersabda “ Ahlussunnah wal jama’ah“.
Semua golongan mengaku dirinya Ahlussunnah tetapi sebenarnya mereka bukan Ahlussunnah wal jama’ah karena banyak hal-hal yang mereka langgar yang mereka jalankan di dalam ajaran agama Islam, tetapi tetap mereka mengakui diri mereka yang benar. Sebenarnya kita harus mengetahui apa yang kita pelajari di dalam agama Islam atau yang kita amalkan di dalam Islam maka kita akan mengetahui kebenarannya di dalam ajaran Ahlussunnah wal jama’ah. Allah SWT telah mengucapkan di dalam surat Al Fatihah pada ayat yang 5 dan ayat yang ke 6, Allah SWT mengucapkan di dalam ayat yang ke 5 jalan yang lurus dan pada ayat yang ke 6 jalan-jalan mereka, yang kita tanyakan siapa mereka-mereka itu?
Ulama Ahlussunnah wal jama’ah mereka bersepakat:
a.       Mereka adalah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat-sahabatnya
b.       Penerus sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang dinamakan Tabi’in
c.        Tabi’-tabi’in adalah pengikut yang mengikuti orang yang belajar kepada sahabat Rasulullah SAW.
d.       Dan para ulama sholihin.
Berbicara tentang Ahlus Sunnah wa al Jama’ah, kiranya tak lengkap tanpa menyebut nama  dua orang tokoh yang begitu disegani di kalangan faham ini. Mereka  adalah Abu al Hasan  al Asy’ari dan Abu Manshur al Maturidi. Bahkan beberapa ulama’ mengatakan bahwa ahlus sunnah wa al jama’ah adalah pengikut Asy’ariyah dan Maturidiyah. Contoh misalnya, al Zubaidi yang pernah mengatakan: “Jika dikatakan ahlus sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah”. Senada dengan al Zubaidi adalah Hasan Ayyub yang mengatakan: “Ahlus Sunnah adalah Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansyur Al-Maturidi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka berdua. Mereka berjalan di atas petunjuk Salafus Shalih dalam memahami aqaid”.
Tokoh yang pertama bernama lengkap Abu Hasan Ali Ibn Ismail Ibn Bishri Ishaq Ibn Salim Ibn Ismail Ibn Abdullah Ibn Musa  Ibn Bilal Ibn Abi Bardah Ibn Abi Musa al Asy’ari (260 H – 330 H). Dia dikenal sebagai pendiri teologi sunni, meskipun sebelumnya dia adalah pengikut Mu’tazilah dan pernah menjadi murid al Jubba’i. Kurang lebih sejak 1995/1997, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia meletakkan Aswaja sebagai Manhajul Fikr. PMII memandang bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleran. Aswaja bukan sebuah madzhab, melainkan sebuah metode dan prinsip berfikir dalam menghadapi persoalan-persoalan agama sekaligus urusan sosial-kemasyarakatan; inilah makna Aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr.
Sebagai manhaj al-fikr, PMII berpegang pada prinsip-prinsip Tawassuth (moderat), Tawazun (netral), Ta’adul (keseimbangan), dan Tasamuh (toleran). Moderat tercermin dalam pengambilan hukum (Istinbath) yaitu memperhatikan posisi akal di samping memperhatikan nash. Aswaja memberi titik porsi yang seimbang antara rujukan nash (Al-qur’an dan Al-Hadist) dengan penggunaan akal. Prinsip ini merujuk pada debat awal-awal Masehi antara golongan yang sangat menekankan akal (Mu’tazilah) dan golongan fatalis (Jabariyah).
Sikap netral (Tawazun) berkaitan dengan sikap dalam politik. Aswaja memandang kehidupan sosial-politik atau kepemerintahan dari kriteria dan prasyarat yang dapat dipenuhi oleh sebuah rezim. Oleh sebab itu, dalam sikap tawazun, PMII tidak membenarkan kelompok ekstrim yang hendak merongrong kewibawaan sebuah pemerintahan yang disepakati bersama, namun tidak juga berarti mendukung pemerintahan. Apa yang terkandung dalam sikap tawazun tersebut adalah memperhatikan bagaimana keterpenuhan kaidah dalam perjalanan sistem kehidupan sosial politik.
Keseimbangan (Ta’adul) dan toleran (Tasamuh) terefleksikan dalam kehidupan sosial di masyarakat, yaitu cara bergaul dalam kondisi sosial budaya mereka. Keseimbangan dan toleransi mengacu pada cara bergaul PMII sebagai muslim dengan golongan muslim atau pemeluk agama yang lain. Realitas masyarakat Indonesia yang plural dalam budaya, etnis, ideologi politik, dan agama, PMII memandang bukan semata-mata realitas sosiologis, melainkan juga realitas teologis. Artinya bahwa Allah Subhanahu Wata’ala memang dengan sengaja menciptakan manusia berbeda-beda dalam berbagai sisinya. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan sikap yang lebih tepat kecuali ta’adul dan tasamuh.

2.       Prinsip Aswaja Sebagai Manhaj
Berikut ini adalah prinsip-prinsip Aswaja dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip tersebut meliputi aqidah, pengambilan hukum, tasawuf/akhlak, dan bidang sosial-politik.
a.       Aqidah
Dalam bidang aqidah, pilar-pilar yang menjadi penyangga aqidah Ahlussunah Wal Jama’ah di antaranya yang pertama adalah aqidah Uluhiyyah (ketuhanan), berkait dengan ihwal eksistensi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Pada tiga abad pertama Hijriyah, terjadi banyak perdebatan mengenai eksistensi sifat dan asma Allah Subhanahu Wa Ta’ala, di mana terjadi diskursus terkait masalah apakah asma Allah tergolong dzat atau bukan. Abu Hasan Al-Asy’ari (324 H) secara filosofis berpendapat bahwa nama (Ism) bukanlah yang dinamai (Musamma), sifat bukanlah yang disifati (Mausuf), sifat bukanlah dzat. Sifat-sifat Allah adalah nama-nama (Asma’) Nya. Tetapi nama-nama itu bukanlah Allah dan bukan pula selain-Nya.
Aswaja menekankan bahwa pilar utama keimanan manusia adalah Tauhid; sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam hati setiap muslim bahwa Allah-lah yang menciptakan, memelihara, dan mematikan kehidupan semesta alam. Allah Maha Esa, tidak terbilang, dan tidak memiliki sekutu.
Pilar yang kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rasul sebagai utusannya. Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan umat manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat, serta jalan yang diridhoi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dalam doktrin Nubuwwat ini, umat manusia harus meyakini dengan sepenuhnya bahwa Nabi Muhammad Shllallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang membawa Risalah (wahyu) untuk umat manusia. Dia adalah rasul terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia.
Pilar yang ketiga adalah Al-Ma’ad, sebuah keyakinan bahwa nantinya manusia akan dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat dan setiap manusia akan mendapatkan imbalan sesuai amal dan perbuatannya (Yaumul Jaza’). Dan mereka semua akan dihitung (Hisab) seluruh amal perbuatan mereka selama hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka.
b.       Bidang Sosial Politik
Berbeda dengan golongan Syi’ah yang memiliki sebuah konsep negara dan mewajibkan berdirinya negara imamah, Ahlussunnah Wal Jama’ah dan golongan Sunni umumnya memandang negara sebagai kewajiban fakultatif (Fardlu Kifayah). Pandangan Syi’ah tersebut juga berbeda dengan golongan Khawarij yang membolehkan komunitas berdiri tanpa imamah apabila dia telah mampu mengatur dirinya sendiri. Bagi Ahlussunnah Wal Jama’ah, negara merupakan alat untuk mengayomi kehidupan manusia untuk menciptakan dan menjaga kemaslahatan bersama (Mashlahah Musytarokah).
Ahlussunnah Wal Jama’ah tidak memiliki konsep bentuk negara yang baku. Sebuah negara boleh berdiri atas teokrasi, aristokrasi (kerajaan), atau negara-modern/demokrasi, asal mampu memenuhi syarat; apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka gugurlah otoritas (wewenang) pemimpin negara tersebut. Syarat-syarat itu adalah :
1)       Prinsip Syura (musyawarah)
Negara harus mengedepankan musyawarah dalam mengambil segala keputusan dan setiap keputusan, kebijakan, dan peraturan. Salah satu ayat yang menegaskan musyawarah adalah sebagai berikut :
“Maka sesuatu apapun yang diberikan kepadamu itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim mereka membela diri (Q.S. Al-Syura, 42: 36-39)
2)       Prinsip Al-‘Adl (keadilan)
Keadilan adalah salah satu perintah yang paling banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Prinsip ini tidak boleh dilanggar oleh sebuah pemerintahan, apapun bentuk pemerintahan itu. Di bawah ini adalah salah satu ayat yang memerintahkan keadilan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”(Q.S. An-Nisa, 4:58)
3)       Prinsip Al-Hurriyah (kebebasan)
Negara wajib menciptakan dan menjaga kebebasan bagi warga negaranya. Kebebasan tersebut wajib hukumnya karena merupakan kodrat asasi setiap manusia. Prinsip kebebasan manusia dalam syari’ah dikenal dengan Al-Ushulul-Khams (prinsip lima), yaitu :
a)       Hifzhu al-Nafs (menjaga jiwa); adalah kewajiban setiap kepemimpinan (negara) untuk menjamin kehidupan setiap warga negara; bahwa setiap warga negara berhak dan bebas untuk hidup dan berkembang di wilayahnya.
b)       Hifzhu al-Din (menjaga agama); adalah kewajiban setiap kepemimpinan untuk menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk, meyakini, dan menjalankan agama dan kepercayaannya. Negara tidak berhak memaksakan atau melarang sebuah agama atau kepercayaan kepada warga negara.
c)       Hifzhu al-Mal (menjaga harta benda); kewajiban setiap kepemimpinan untuk menjamin keamanan harta benda yang dimiliki oleh warga negaranya. Negara wajib memberikan jaminan keamanan dan menjamin rakyatnya hidup sesuai dengan martabat rakyat sebagai manusia.
d)       Hifzhu al-Nasl; bahwa negara wajib memberi jaminan terhadap asal-usul, identitas, dan garis keturunan setiap warga negara. Negara harus menjaga kekayaan budaya (etnis), tidak boleh mengunggulkan dan memprioritaskan sebuah etnis tertentu.
e)       Hifzhun al-Nasl berarti negara harus memperlakukan sama setiap etnis yang hidup di wilayah negaranya.
f)         Hifzhu al-‘Irdh; jaminan terhadap harga diri, kehormatan, profesi, pekerjaan, ataupun kedudukan setiap warga negara. Negara tidak boleh merendahkan warga negaranya karena profesi dan pekerjaannya. Negara justru harus menjunjung tinggi dan memberikan tempat yang layak bagi setiap warga negara.
Al-Ushul al-Khams identik dengan konsep hak asasi manusia yang lebih dikenal dalam dunia modern. Lima pokok atau prinsip di atas menjadi ukuran bagi legitimasi sebuah kepemerintahan sekaligus menjadi acuan bagi setiap orang yang menjadi pemimpin kelak hari kemudian.
4)       Prinsip Al-Musawah (kesetaraan derajat)
Bahwa manusia diciptakan sama oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Antara satu manusia dengan manusia lain, bangsa satu dengan bangsa yang lain tidak ada pembeda yang menjadikan satu manusia atau bangsa lebih tinggi dari yang lain. Manusia diciptakan berbeda-beda adalah untuk saling mengenal antara satu dengan yang lain. Sehingga tidak dibenarkan satu manusia dan sebuah bangsa menindas manusia dan bangsa yang lain. Dalam surat Al-Hujurat disebutkan :
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al-Hujurat, 49:13)
Perbedaan bukanlah semata-mata fakta sosiologis, yakni fakta yang timbul akibat dari relasi dan proses sosial. Perbedaan merupakan keniscayaan teologis yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Demikian disebutkan dalam surat Al-Ma’idah:
“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan” (Al-Maidah; 5:48).
Dalam sebuah negara, kedudukan warga Negara adalah sama. Orang-orang yang menjabat di tubuh pemerintahan memiliki kewajiban yang sama sebagai warga negara. Mereka memiliki jabatan semata-mata adalah untuk mengayomi, melayani, dan menjamin kemaslahatan bersama, dan tidak ada privilege (keistimewaan) khususnya di mata hukum. Negara justru harus mampu mewujudkan kesetaraan derajat antar manusia di dalam wilayahnya, yang biasanya terlanggar oleh perbedaan status sosial, kelas ekonomi, dan jabatan politik.
Dengan prinsip-prinsip di atas, maka tidak ada doktrin negara Islam, formalisasi syari’at Islam, dan khilafah Islamiyah bagi Ahlussunah wal Jama’ah. Sebagaimana juga tidak didapati perintah dalam Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas untuk mendirikan salah satu di antara ketiganya. Islam hanya diharuskan untuk menjamin agar sebuah pemerintahan -baik negara maupun kerajaan- mampu memenuhi 4 (empat) kriteria di atas.
c.        Bidang Istinbath Al-Hukm (pengambilan hukum syari’ah)
Hampir seluruh golongan Sunni menggunakan empat sumber hukum yaitu :
a)       Al-Qur’an
b)        As-Sunnah
c)       Ijma’
d)       Qiyas
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam pengambilan hukum tidak dibantah oleh semua madzhab fiqh. Sebagai sumber hukum naqli, posisinya tidak diragukan. Al-Qur’an merupakan sumber hukum tertinggi dalam Islam.
Sementara As-Sunnah meliputi Al-Hadist dan segala tindak dan perilaku Rasul Shallallahu Alaihi Wa Sallam, sebagaimana diriwayatkan oleh para sahabat dan tabi’in. Penempatannya ialah setelah proses Istinbath Al-Hukm tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, atau digunakan sebagai komplemen (pelengkap) dari apa yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an.
As-Sunnah sendiri mempunyai tingkat kekuatan yang bervariasi. Ada yang terus-menerus (mutawatir), terkenal (masyhur) ataupun terisolir (ahad). Penentuan tingkat As-Sunnah tersebut dilakukan oleh Ijma’ Shahabah.
Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali Ibn Muhammad Al-Amidi, Ijma’ adalah kesepakatan kelompok legislatif (Ahl Al-Halli Wa Al-Aqdi) dan umat Muhammad pada sesuatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus. Atau kesepakatan orang-orang mukallaf dari umat Muhammad pada suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus.
Dalam Al-Qur’an dasar Ijma’ terdapat dalam Q.S. An-Nisa’, 4: 115 :
Dan barang siapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” Dan, “Dan demikian pula kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.” (Q.S. Al Baqoroh, 2: 143).
Qiyas, sebagai sumber hukum Islam, merupakan salah satu hasil ijtihad para Ulama. Qiyas yaitu mempertemukan sesuatu yang tak ada nash hukumnya dengan hal lain yang ada nash hukumnya karena ada persamaan illat hukum. Qiyas sangat dianjurkan untuk digunakan oleh Imam Syafi’i.
3.       Hakikat Ahlussunnah  Wal Jama’ah
Dengan tidak memonopoli predikat sebagai satu-satunya golongan Ahlussunnah wal Jamaah, jam'iah Nahdlatul Ulama semenjak pertama berdirinya menegaskan diri sebagai penganut, pengemban dan pengembang Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. Dengan sekuat tenaga, Nahdlatul Ulama berusaha menempatkan diri sebagai pengamal setia dan mengajak seluruh kaum muslimin, terutama para warganya untuk menggolongkan diri pada Ahlussunnah wa Jamaah.
Pada hakekatnya, Ahlussunnah wal Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya. Dengan tidak memonopoli predikat sebagai satu-satunya golongan Ahlussunnah wal Jamaah, jam'iah Nahdlatul Ulama semenjak pertama berdirinya menegaskan diri sebagai penganut, pengemban dan pengembang Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. Dengan sekuat tenaga, Nahdlatul Ulama berusaha menempatkan diri sebagai pengamal setia dan mengajak seluruh kaum muslimin, terutama para warganya untuk menggolongkan diri pada Ahlussunnah wa Jamaah.
Ketika Rasulullah saw. menerangkan bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan, beliau menegaskan bahwa yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu hanyalah Ahlussunnah wa Jamaah. Atas pertanyaan para sahabat mengenai definisi as-Sunah wal Jamaah, beliau merumuskan dengan sabdanya: "Apa yang aku berada di atasnya, hari ini, bersama para sahabatku".
Ahlussunnah wal Jamaah adalah golongan pengikut setia pada al-Sunnah wal al-Jamaah, yaitu ajaran Islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. Bersama para sahabatnya pada zaman itu. Ahlussunnah wal Jama’ah bukanlah suatu yang baru timbul sebagai reaksi dari timbulnya beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran yang murni seperti Syi’ah, Khawarij, Mu'tazilah dan sebagainya. As-Sunnah wal Jama’ah sudah ada sebelum semuanya itu timbul. Aliran-aliran itulah yang merupakan gangguan terhadap kemurnian as-Sunnah wal Jama’ah. Setelah gangguan itu membadai dan berkecamuk, dirasakan perlunya predikat Ahlussunnah wal Jamaah, dipopulerkan oleh kaum muslimin yang tetap setia menegakkan as-Sunnah wal Jamaah, mempertahankannya dari segala macam ganguan yang ditimbulkan oleh aliran-aliran yang mengganggu itu. Mengajak seluruh pemeluk islam untuk kembali kepada as-Sunnah wal Jamaah.
Para sahabat, generasi yang hidup sezaman dengan Rasulullah saw. adalah generasi yang paling menghayati as-Sunnah wal Jamaah. Mereka dapat menerima langsung ajaran agama dari tangan pertama. Kalau ada yang belum jelas, dapat menanyakan langsung pula kepada Rasulullah saw. terutama al-Khulafa ar-Rosyidun:
a)       Sahabat Abu Bakar as-Shiddiq ra,
b)       Sahabat Umar bin Khatab ra,
c)       Sahabat Utsman bin Affan ra,
d)       Sahabat Ali bin Abi Thalib ra.
Nahdlatul Ulama berpendirian teguh, bahwa al-Mahdiyyin (yang mendapat petunjuk) adalah sifat menerangkan kenyataan bukan sifat yang merupakan syarat yang membatasi. Artinya, memang semua Khulafa ar-Rosyidin itu, tanpa diragukan lagi adalah orang-orang yang mendapat petunjuk, bukan orang-orang yang sebagian mendapat petunjuk dan sebagian tidak. Bahkan, jumhur ulama berpendapat bahwa para sahabat Rasulullah saw. adalah para tokoh yang diyakini kejujurannya didalam masalah penyampaian ajaran agama. Keragu-raguan terhadap kejujuran para sahabat merupakan salah satu bahaya bagi kemantapan saluran ajaran agama, apalagi terhadap Khulafa ar-Rosyidin al-Mahdiyyin. Keraguan tersebut akan mengacaukan, mengaburkan dan mengeruhkan jalur-jalur yang harus ditelusuri sampai kepada as-Sunnah dan al-Qur'an.
Para sahabat yang mendengar ucapan, melihat perbuatan dan menghayati sikap (taqrir) Rasulullah saw. kemudian ucapan, perbuatan dan sikap Rasulullah saw itu dikumpulkan, dicatat dan dikodifikasikan. Para sahabat pula yang mendengar dan mencatat Rasulullah saw., membaca ayat-ayat al-Qur'an, kemudian dikumpulkan dan disusun menjadi mushaf yang sampai sekarang kita yakini sebagau mushaf al-Qur'an yang otentik.
Selain dalil-dalil qauli (bersifat ucapan) yang memberi kesaksian Rasulullah saw. atas kemampuan penghayatan para sahabat terhadap apa yang diajarkan oleh beliau, terdapat pula dalil-dalil yang sekaligus qauli dan fi'li (bersifat perbuatan tindakan). Beliau merestui beberapa sahabat melakukan ijtihad (mengerahkan daya pikir untuk mendapat kesimpulan pendapat berdasarkan atas pemahaman dan peghayatan terhadap nash al-Qur'an dan al-Hadits). Yang paling terkenal ialah ketika Rasulullah saw. mengutus sahabat Mu'adz bin Jabal ra. ke Yaman. Atas pertanyaan Rasulullah saw., sahabat Mu'adz ra memberi jawaban yang dapat dirumuskan:
Kalau sesuatu masalah ada dalilnya yang jelas didalam al-Qur'an, maka keputusan hukum diambil berdasarkan al-Qur'anKalau tidak terdapat dalam al-Qur'an dan terdapat didalam as-Sunnah, maka diambil berdasarkan as-Sunnah. Kalau tidak terdapat dalil yang jelas didalam al-Qur'an dan juga tidak terdapat didalam as-Sunnah, maka keputusan hukum diambil berdasarkan ijtihad (hasil daya pikir).Pasti dapat diyakinkan oleh setiap pemeluk Islam, bahwa para sahabat bukanlah sekelompok orang yang dibina oleh Rasulullah saw. hanya untuk diri mereka sendiri tanpa berkelanjutan peranannya. Pasti para sahabat adalah generasi pertama kaum muslimin mengemban tugas melanjutkan missi dan perjuangan Rasulullah saw. mengembangkan ajaran agama Islam ke seluruh pelosok dunia kepada segenap umat manusia.

















Materi 5
Ke-Indonesia-an
(nasionalisme)
Nasionalisme yang berasal dari kata “nasional” dan “isme” yaitu faham kebangsaan yang mengandung makna kkesadaran dan semangat cinta tanah air, yang dapat diartikan memiliki kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan suatu bangsa, memiliki rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurang beruntungan sesame saudara setanah air, sebangsa dan senegara, demi persatuan dan kesatuan.
Nasionalisme dapat juga diartikan sebagai faham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan Negara (nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Bertolak dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang harus diberikan kepada Negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu sebagai warga Negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan egaknya Negara dan bangsa.
KARAKTER NASIONALISME
Menurut Sartono Kartodirdjo mengemukakan unsur-unsur nasionalisme di Indonesia dibagi dalam tiga kategori:
a.       Unsur kognitif menunjukkan adanya pengetahuan atau pengertian akan suatu situasi/fenomena tertentu dalam hal ini mengenai pengetahuan akan situasi kolonial pada segala parposinya.
b.       Unsur orientasi nilai/tujuan menunjukkan keadaan yang dianggap berharga oleh pelaku-pelakunya, dalam hal ini dianggap sebagai tujuan atau hal yang berharga adalah memperoleh hidup yang bebas dari kolonialisme
c.        Unsur afektif dari tindakan kelompok menunjukkan situasi dengan pengaruhnya yang menyenangkan atau menyusahkan bagi pelaku-pelakunya.Berbagai macam diskriminasi pada masyarakat colonial melahirkan aspek afektif.

Melihat pendapat di atas, maka ketiga aspek tersebut di atas tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainya, karena saling berhubungan antara aspek satu dengan aspek lainnya yang akan saling menunjang dalam satu kesatuan. Substansi nasionalisme Indonesia mempunyai dua unsur: Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, etnik dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan dan penindasan di Indonesia.
Semangat dari dua substansi tersebutlah yang kemudian tercermin dalam proklamasi kemerdekaan dengan jelas dinyatakan “atas nama bangsa Indonesia”, sedangkan dalam pembukaan UUD 1945 dikatakan secara tegas, “segala bentuk penjajahan dan penindasan didunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Dilihat dari sejarahnya, menurut Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha  Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bahwa karakteristik nasionalisme Indonesia antara lain:
a)       Persamaan asal keturunan bangsa (etnik), yaitu bangsa Indonesia berasal dari rumpun bangsa melayu yang merupakan bagian dari ras mongoloid dan kemudian diperkaya oleh variasi percampuran darah antar ras.
b)       Persamaan pola kebudayaan, terutama cara hidup sebagian suku-suku petani dan pelaut dengan segala adat istiadat dan lembaga sosialnya, manifestasi (perwujudan) persamaaan bahasa nasional, yaitu bahasa indonesia.
c)        Persamaan tempat tinggal yang disebut dengan nama khas tanah air, yakni tanah tumpah darah seluruh bangsa berwilayah dari sabang sampai merauke.
d)       Persaaan senasib kesejahteraanya, baik kejayaan bersama dimasa kejayankerajaan-kerajaaan besar jaman bahari sriwijaya dan majapahit, maupun penderitaan bersama dibawah dominasi penjajah asing.
e)       Persamaan cita-cita yakni persamaan cita-cita hidup bersama sebagai bangsa  yang merdeka dan berdaulat serta mmembangun negara dalam ikatan persatuan indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945. (Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, 1995)

PERAN PENTING NASIONALISME
Nasionalisme berperan dalam suatu negara karena nasionalisme memperkenalkan identitas negara serta sebagai tali pengikat antara jati diri bangsa dengan warga negaranya. Dalam memenuhi kepentingannya, negara membutuhkan nasionalisme sebagai landasan. Selain berperan dalam mempertahankan jati diri bangsa, nasionalisme turut memiliki peranan besar dalam globalisasi. Globalisasi dapat menyatukan sebuah bangsa dengan nasionalismenya untuk memperkenalkan jati diri dan identitas bangsa serta memajukan negaranya di kancah dunia, itulah mengapa nasionalisme memiliki peranan penting dalam kancah internasional. Dasar untuk berinteraksi antar negara satu dengan yang lain adalah nasionalisme. Seseorang akan menjunjung dan bangga akan identitas negaranya, dimana seluruh sektor kehidupan baik dalam aspek politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya.






Materi 6
ISLAM NUSANTARA
A.      History dan Manifestasi Islam Nusantara
                Pembhasan tema Islam Nusantar menjadi semakin intensif semenjak Nahdlatul Ulama menjadikan isu ini sebagai tema Muktamar  ke-33, di Jombang, 1-5 Agustus 2015. Beragam reaksi dari berbagai kelompok yang membahas Islam Nusantara menjadi perdebatan di media cetak, televise, hingga media social berbasis internet. Bahkan, diskusi-diskusi secara intensif  dan serius maupun obrolan hangat diselenggarakan oleh berbagai lembaga maupun ormas keagamaan. Penyelenggara diskusi tentang kajian Islam Nusantara tidak hanya Nahdlatul Ulama. Namun, meluas ke beberapa organisasi yang concern dengan kajian keislamaan, maupun di beberapa kampus yang memiliki konsentrasi pada isu itu.
                Yang menarik pada diskusi Islam Nusantara adalah platform untuk menegaskan kembali bahwa islam di negeri ini, mengadaptasi nilai-nilai local yang menjadi ciri khasnya. Warisan-warisan ulama, terutama Walisanga yang telah masuk ke Nusantara pada abad XV, menjadi bagian penting dari transformasi keilmuan Nusantara.
                Islam Nusantara bukanlah hanya menjadi milik salah satu ormas Islam, akan tetapi juga dapat sekaligus menjadi rujukan konseptual bagi organisasi-organisasi Islam yang memiliki ruh ukhuwah islamiyah, wathaniyah, dan basyariyah yang mendukung keutuhan NKRI maupun kedamaian dunia. Aspek cinta tanah air inilah yang manjadi ciri khas dari Islam Nusantara, yang mencintai Indonesia sebagai tanah air, sebagai pintu untuk membangun peradaban dunia.
                Bila sebelumnya di batok kepala belum ada sesuatu yang bercokol, dalam istilah santrinya khaliyadz dzihni, istilah Islam Nusantara itu sebenarnya sederhana saja, apalagi bagi mereka yang sudah ngaji nahwu dan tidak melewatkan bab idhofah islam nusantara, menurut ilmu itu adalah bentuk idhofah. Bila belum lupa, idhofah tidak hanya punya makna lam, tapi bisa juga bermakna fii atau mim. Jadi silakan di cari saja makna yang pas yang tidak “menyaingi” “Islam Sejati”, atau yang lebih mudah, menyakannya saja kepada pihak dari mana istilah itu muncul. Kecuali, memang masih ingin menikmati euphoria keterbukaan dan memanjakan nafsu mengalahkan pihak lain.
                Islam yang selama ini, kita orang Nusantara jalani menjadi unik dan menarik setelah maraknya keberagaman kelompok diluar yang menamakan diri muslim dan membawa bendera islam. Namun, mereka meresah gelisahkan dunia. Dunia yang kemudian bertanya-tanya tentang islam yang rahmatal lil’alamin, islam yang ramah, damai, dan teduh pun mendapatkan jawaban dari perilaku keislaman kita yang di nusantara ini. Maka kalau “islam kita” islam yang kita jalani di nusantara ini ternyata dapat membantu peradaban tidak hanya di Indonesia tapi dunia, syukurlah. Tapi kita harus realistis perilaku keislan kita sendir saat ini, sudah mulai terganggu oleh berbagai pengaruh dari luar. Sudah perlu memperkokohnya bila diharapkan dapat membantu peradaban di Indonesia dan dunia. Kita mesti bersatu padu mempertahankan cara kita berislam selama ini, seperti yang di ajarkan oleh guru-guru sebelumnya dengan sanad yang bersambung hingga rasulullah SAW,semoga Allah SWT menolong kita.
                Bagi kaun Nahdliyin, Islam Nusantara bukanlah sekte baru dan tidak dimaksudkan untuk mengubah doktrin. Mereka mengartikan Islam Nusantara sebagai keislaman yang toleran, damai, dan akomodatif terhadap budaya Nusantara. Karaktar semacam itu untuk sebagian terbentuk karena dalam sejarahnya, dakwah islam di bumi Nusantara tidak dilakukan dengan membrangos trades, melainkan justru merangkulnya dan menjadikannya sebagai sarana pengembangan Islam, sedangkan bagi yang kontra, Islam Nusantara dianggap sebagai bermuatan primordial, mengkotak-kotakkan Islam, anti arab, bahkan dituduh sebagai strategi baru dari JIL, barat, zionis, dan semacamnya. “islam ya islam” begitu bagi para penentang.
                Dengan latar belakang semacam itu, buku kumpulan tulisan ini mencoba membedah wacana Islam Nusantara dari perspektif doctrinal dan historis. K.H Afifuddin Muhajir dalam tulisannya menegaskan bahwa Manhaj Islam Nusantara yang dibangun dan diterapkan oleh walisanga serta diikuti oleh ulama Ahlussunnah di negara ini adalah “paham dan Praktik keislaman dibumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks syari’at dengan realitas dan budayas etempat”,
                Pada decade 80-an, K.H Abdurrahman Wahid tampil dengan idenya tentang “Pribumisasi Islam”. Disini Gusdur dengan tegas menyatakan bahwa Pribumisasi Islam “tidaklah mengubah Islam, melainkan hanya mengubah manifestasi dari kehidupan agama Islam”. Selain itu, “Pribumisasi Islam” tidak lantas menempatkan Islam dalam subordinasi budaya dan tradisi, tidak pula melakukan “Jawanisasi” atau sinkretisme. Tujuannya adalah bagaimana agar Islam “dipahami dengan mempertimbangkan factor-faktor kontekstual, termasuk kesadaran hukum Islam dan rasa keadilannya”, dan bagaimana agar kebutuhan-kebutuhan local dipertimbangkan dalam merumuskan hukum agama, tanpa mengubah hukum itu sendiri.
                Asumsi yang menitik beratkan pada urf (adat, budaya) dan kebutuhan local sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan hukum islam. Tak pelak lagi, ini merupakan salah satu elemen utama dalam konsepsi Islam Nusantara. Gagasan mengenai Islam Nusantara, setidaknya, memiliki tujuan hukum Islam untuk menciptakan kemaslahatan dan menghindari kemafsadatan. Kemaslahatan dan kemafsadatan tersebut mesti mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan local masyarakat. Penerapan hukum islam mesti berorientasi kepada kemaslahatan dan kemafsadatan, strategi dalam menggapai kemaslahatan dan menghindari kemafsadatan bisa dirumuskan dengan berpatokan pada local wisdom dan budaya dari masyarakat itu sendiri, maka mau tak mau ‘urf, adat dan tradisi setempat, harus dijadikan dasar pertimbangan hukum.
                Pada titik inilah kita bisa menarik keterkaitan antara menjadikan kemaslahatan sebagai acuan utama syari’at di satu sisi, dengan tuntutan untuk mempertimbangkan kebutuhan local dalam perumusan maslahat tersebut disisi lain. Ini merupakan salah satu landasan ushul fiqh yang mendasari konsepsi “Islam Nusantara”.

B.       Nilai ASWAJA dalam Diri Islam Nusantara
Dikatan bahwa ajaran ASWAJA, dengan sendirinya mrngandung semangat menghargai tradisi, pluralitas budaya dan martabat manusia sebagai mahluk budaya, pada akhirnya ini akan melahirkan Islam dengan wajah yang ramah terhadap nilai budaya setempat, serta mengakui manifestasi tradisi dan budaya tersebut untuk hidup dan berkembang. Inilah salah satu karakteristik Islam Nusantara.
                Bagaimanapun diskusi atau dialog bahkan debat kusir tentang Islam Nusantara ternyata telah memperkaya khazanah pengetahuan kita tentang Islam itu sendiri.
















Materi 7

BIOKRASI KOPRI

A.      PENDAHULUAN
Annisa Syaqa-iq ar-Rijal (perempuan adalah belahan laki-laki) begitulah hadist Nabi tentang perempuan. Ini menandakan bahwa Islam menempatkan perempuan secara berdampingan dengan laki-laki,dalam ekisistensi, dalam menunaikan peran kehidupannya dan dalam hak serta kewajiban. Perjuangan meningkatkan kualitas hidup perempuan adalah perjuangan memperbaiki kualitas hidup separuh masyarakat. Dengan kata lain, perbaikan hidup perempuan tidak otomatis terwujud melalui perjuangan hidup laki-laki. Ia memilki dunianya sendiri, yang juga harus diperjuangkan olehnya sendiri.
Gagasan apapun yang tidak didukung oleh sekelompok manusia yang siap untuk melaksanakan, memperjuangkan, dan menyebarkannya, pasti akan mati sejak usia dini, atau minimal akan sakit dalam waktu lama, tergeletak di atas dipannya hingga datang seseorang yang mengobatinya, menghindarkannya dari debu-debu masa, dan membebaskannya dari berbagai beban penyakit, lalu menyerahkan kepada sekelompok orang yang akan membentuk tunas gerakan yang akarnya adalah gagasan baru tersebut. Gagasan yang tidak diwujudkan dalam sebuah pergerakan, tidak dibela, dan tidak diperjuangkan oleh pendukungnya pasti akan segera lenyap dan dilupakan betapapun hebat dan mengagumkan. Sejauh aktivitas, ketangguhan, dan kemampuan para pendukungnya dalam merekrut masa, akan menentukan keberhasilan gagasan tersebut. Selanjutnya akan terbentuklah suatu pergerakan yang terdiri dari sekelompok manusia yang dikendalikan oleh suatu kepemimpinan berikut struktur organisasinya. Setiap pergerakan apapun memilki gagasan tertentu yang hendak direalisasikan ditengah-tengah manusia, betapapun sederhananya, bahkan terkadang remeh, atau sulit untuk diwujudkan di alam nyata, namun ia tetap berupaya untuk membangun pendukung bagi dirinya.
Dari itu jelaslah urgensi struktur organisasi pergerakan. Istilah gerakan (movement) menurut kamus Webster berarti“organized action by people working towards a goal”. Kemudian Steaven Buchler menyatakan bahwa gerakan sosial itu sering digambarkan sebagi reaksi kolektif dari suatu kelompok masyarakat yang tersubordinasi (kolektive respons to groups experience of subordinat).


B. Landasan Normatif
Dalam Bab VII Anggaran Rumah Tangga (ART) PMII tentang Kuota Kepengurusan, Pasal 20 dinyatakan, ayat (1) Kepengurusan di setiap tingkat harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 keseluruhan anggota pengurus; dan ayat (2) Setiap kegiatan PMII harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 dari keseluruhan anggota. Penjelasan soal pemberdayaan anggota perempuan PMII ada dalam bab VIII Pasal 21 ayat (1) Pemberdayaan Perempuan PMII diwujudkan dengan
pembentukan wadah perempuan yaitu KOPRI (Korp PMII Putri), dan ayat (2) Wadah Perempuan tersebut diatas selanjutnya diataur dalam Peraturan Organisasi (PO). Adapun wadah pemberdayaan anggota putri PMII ditegaskan dengan pembentukan lembaga khusus bernama Korp PMII Putri (KOPRI) sebagaimana dalam Bab IX tentang Wadah Perempuan. Dalam Pasal 22, ayat (1): Wadah perempuan bernama KOPRI; ayat (2) KOPRI adalah wadah perempuan yang didirikan oleh kader-kader Putri PMII melalui Kelompok Kerja sebagai keputusan Kongres PMII XIV; ayat (3) KOPRI didirikan pada 29
September 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dan merupakan kelanjutan sejarah dari KOPRI yang didirikan pada 26 November 1967; dan ayat (4) KOPRI bersifat semi otonom dalam hubungannya Dengan PMII. Struktur KOPRI sebagaimana struktur PMII, terdiri dari : PB KOPRI, PKC KOPRI dan PC KOPRI.

C. Visi dan Misi KOPRI
Visi KOPRI adalah Terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan kesetaraan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Sedangkan Misi KOPRI adalah Mengideologisasikan nilai keadilan gender dan mengkonsolidasikangerakan perempuan di PMII untuk membangun masyarakat berkeadilan gender.

D. Petualanagan Sejarah KOPRI
Perjalanan sejarah organisasi yang bernama Korps PMII Putri yang disingkat KOPRI mengalami proses yang panjang dan dinamis. KOPRI berdiri pada kongres III PMII pada tanggal 7-11 Februari 1967 di Malang Jawa Timur dalam bentuk Departemen Keputrian dengan berkedudukan di Surabaya Jawa Timur dan lahir bersamaan Mukernas II PMII di Semarang Jawa Tengah pada tanggal 25 September 1976. Musyawarah Nasional pertama Korp PMII Putri diselenggarakan pada kongres IV PMII 1970. KOPRI dari masa ke masa mengalami ketidakharmonisan karena minimnya koodinasi. Hanya pada saat Ali Masykur Musa (1991-1994) yang memiliki keharmonisan dengan Ketua KOPRI-nya dari Lampung (Jauharoh Haddad). KOPRI pada awalnya diposisikan menjadi badan otonom dari PMII namun sekarang menjadi semi otonom yang mana pimpinan KOPRI dipilih atau ditunjuk oleh Ketua Umum PB PMII. Konsekuensinya KOPRI harus berada di cabang-cabang di setiap daerah.
KOPRI mengalami keputusan yang pahit ketika status KOPRI dibubarkan melalui voting beda suara pada Kongres KOPRI VII atau PMII XIII di Medan pada tahun 2000. Merasa pengalaman pahit itu terasa, bahwa kader-kader perempuan PMII pasca konres di Medan mengalami stagnasi yang berkepanjangan dan tidak menentu, oleh sebab itu kader-kader perempuan PMII mengganggap perlu dibentuknya wadah kembali, kongres XIII di Kutai Kertanegara Kalimantan Timur pada tanggal 16-21 April 2003 sebagai momentum yang tepat untuk memprakarsai adanya wadah. Maka, terbentuklah POKJA perempuan dan kemudian lahirlah kembali KOPRI di Jakarta pada tanggal 29 September 2003 karena semakin tajam semangat kader perempuan PMII maka pada kongres di Bogor tanggal 26-31 Mei tahun 2005 terjadi perbedaan kebutuhan maka terjadi voting atas status KOPRI denga suara terbanyak menyatakan KOPRI adalah Otonom sekaligus memilih ketua umum PB KOPRI secara langsung sehingga terpilih dalam kongres sahabati Ai’ maryati Shalihah. Dalam Kongres PMII ke-16 di Batam, Maret 2008, setelah melalui sidang dan voting yang menegangkan dan melelahkan hingga subuh, memutuskan status
KOPRI Semi Otonom.

E. Ketua Umum KOPRI dari Masa ke Masa
Berikut ini daftar nama-nama Ketua Umum PB KOPRI sepanjang masa (1960-sekarang).
1) Mahmudah Nahrowi 1960-1961
2) Enny Suhaeni 1961-1963
3) Enny Suhaeni 1963-1967
4) Tien Hartini 1967-1970
5) Adibah Hamid 1970-1973
6) Wus'ah Suralaga 1973-1977
7) Ida Farida 1977-1981
8) Lilis Nurul Husna putri 1981-1984
9) Iis Kholila 1985-1988
10) Dra. Khofifah Indar parawansa 1988-1991
11) Jauharoh Haddad 1991-1994
12) Diana Mutiah 1994-1997
13) Luluk Nur Hamidah 1997-2000
14) Umi Wahyuni 2000-2003
15) Wiwin Winarti 2003-2005
16) Ai’ Maryati Shalihah 2005-2007
17) Eem Marhamah 2007-2010
18) Irma Muthaharah 2010-2013
19) Ai Rahmayanti 2013-2016
20) Septi Rahmawati 2016-Sekarang

F. STRATEGI PENGEMBANGAN KOPRI
Korp PMII Putri, sebagai wadah kader perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia meyakini perannya sebagai khalifatullah fil ardl dan keberadaannya akan menjadi rahmat bagi segenap alam. Karenanya keberadaan KOPRI harus bisa menjadi sesuatu yang bisa dirasakan kemanfaatannya tidak hanya oleh kader-kader PMII baik laki-laki maupun perempuan tetapi juga bagi seluruh Umat yang ada di bumi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Relasi PMII dan KOPRI sebenarnya tidak
berbenturan, hanya secara gerakan, perempuan mempunyai wilayah sendiri. Hanya koordinasi yang sifatnya tidak begitu prinsip. Yang penting selama tidak bertentang ini harus tetap didukung. KOPRI menempatkan teori gender hanya sebagai analisa saja agar kita tidak terbelenggu dengan budaya patriarkal sehingga perempuan bisa menentukan gerakannya sesuai dengan kebutuhan perempuan tersebut. Wacana gender sebagai alat saja bukan sebagai tujuan. Dan wacana gender disesuaikan dengan wacana keislaman dan kearifan lokal.
Prosentase perempuan di setiap Mapaba PMII ada 60%. Cukup banyak namun dalam pengkaderan kita belum mumpuni mengggarapnya. Paling banter hanya bisa survive 5 kader di setiap cabang. Karena kita akhir-akhir ini kehilangan sosok-sosok kepemipinan perempuan di tingkat cabang, kota, dan kabupaten se-Jawa Tengah yang bisa berkomunikasi dengan PB dan basis. Tugas utama KOPRI PMII adalah bagaimana mensinergikan kader perempuan PMII yang cukup banyak dengan wadah yang berbedabeda. Yakni, sesuai dengan local genius yang berbeda di masing-masing cabang. Juga mensinergikan antara PB dan pengurus di bawahnya (PKC, PC, PK dan PR).

1. Strategi Pengembangan Internal
Strategi pengembangan organisasi KOPRI adalah dengan membentuk KOPRI di masing-masing cabang ke bawah. PKC PMII Jawa Tengah sudah mempeloporinya dengan mengadakan rembug perempuan Jawa Tengah skelaigus mencoba memberikan instruksi ke seluruh cabang, komisariat dan rayon untuk segera membentuk KOPRI. Kader yang kuliah di basis kampus agama atau orang pesantren pada awalnya memang mengalami konflik terhadap wacana gender. Namun, kemudian mampu melakukan pembedahan tentang gender dan disesuaikan dengan basic keilmuannya ternyata ayat-ayat yang dipahami patriarkhi ternyata sangat memperjuangkan hak perempuan.

Strategi kaderisasi yang ditempuh KOPRI adalah:
(1) Ideologisasi KOPRI;
(2) Penguatan institusi. Dalam Kongres Bogor, KOPRI sebagai laboratorium gerakan sebagai institusi
independent;
(3) Mempertegas posisi
(4) Penguatan intelektual
(5) Membentuk masyarakat berkeadilan gender, dan
(6) Konsolidasi gerakan. Seperti pertemuan hari ini merupakan salah satu bentuk konsolidasi gerakan perempuan.

Bagaimana system dan format serta strategi kaderisasi yang direncanakan ke depan
(1) Hakikat pengkaderan;
(2) Strategi pengembangan kaderisasi, dan
(3) System kaderisasi yang dibangun di level nasional.
Hakikat pengkaderan adalah kita punya alasan kenapa pengkaderan harus dijalankan di setiap organisasi;
1)       Argumentasi Idealisme, diinterpretasikan melalui nilai-nilai yang harus selalu dikonsumsi oleh kader;
2)       Argumentasi Strategis; diimplementasikan dalam pemberdayaan kader;
3)        Argumnetasi Taktis; dengan tujuan memperbanyak kader. Dalam konteks organisasi kaderisasi harus seimbang antara kualitas dan kuantitas;
4)       Argumentasi Pragmatis; karena adanya kepentingan dan persaingan kelompok;
5)       Argumentasi Administrative; karena adanya mandat organisasi.

Terdapat 3 pilar dalam kaderisasi, yaitu:
1)       Membentuk keyakinan kader; dalam konteks iman dan idiologis;
2)       Pengetahuan; diinterpratasikan melalui ilmu; dan
Semangat gerakan; interpretasikan melalui skill.
Berbicara system kaderisasi KOPRI maka penting juga membuat modul. Muncullah resources gerakan dalam konteks ini kita memasukkan system kaderisasi KOPRI, baik formal, informal maupun nonformal. Mengenai pelatihan gender kita juga sangat sepakat, agar lebih tertata dan lebih banyak yang didapat oleh kader perempuan. Apa yang belum digarap oleh PMII maka mari digarap melalui KOPRI. Misalnya, pelatihan TOF (Training of Fasilitator) tapi dengan menggunakan perspektif KOPRI. Kita menawarkan bentuk kaderisasi di KOPRI, kita memasukkan materi – materi dalam modul MAPABA, PKD, PKL (studi gender dan institusi KOPRI).Di samping melalui pengkaderan formal di tingkat PKC juga memberikan pengenalan untuk mensinkronkan yang terjadi dicabang-cabang yang sifatnya pengayaan. Dengan PB PMII, sudah disepakati materi KOPRI juga bisa masuk dalam kaderisasi informal.
Hasil negosiasi antara KOPRI dengan PB PMII hari ini menemukan kesepakatan memasukkan materi KOPRI dalam kaderisasi formal PMII. Ini bagian dari publikasi KOPRI ke anggota PMII hingga level basis: cabang, komisariat dan rayon. Persoalan rekruitmen, persoalan legal atau tidak legal menjadi penting. Sangat sah jika kita melakukan perekrutan tidak formal. Jika kita melakukan rekrutment tersendiri kita harus pisah secara administrasi dari PMII atau berdiri sendiri membuat organisasi sendiri. Untuk peningkatan capacity building di kalangan kader perempuan dan berbicara yang selama ini belum
dilakukan yang tentunya lebih berperspektif, maka keberadaan modul sangat penting, seperti dalam folow-up Mapaba ada materi Training gender, SAS dan Trainigleadership, kemudian followup pasca-PKD ada Pelatihan Advokasi Gender dan Pelatihan Fasilitator, kemudian pasca-PKL ada ToT gender dan Gender Budgeting.

2. Strategi Gerakan Eksternal
Dalam konteks kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, keberadaan KOPRI diharapkan mampu menjadi salah satu kelompok efektif yang aktif dalam memberikan tawaran-tawaran gerakan untuk mengurangi perosalan-persoalan yang muncul di masyarakat, misalnya persoalan HAM, Demokrasi, Globalisasi, Hukum, Pemerataan Ekonomi, Kebudayaan, Keberagamaan dan Pluralisme, lingkungan dan yang paling khusus adalan persoalan Gender. Isu Gender pada dasarnya menegaskan eksistensi individu baik laki-laki maupun perempuan. Dalam gender ditegaskan bahwa setiap individu memiliki kemerdekaan untuk memilih dan menetukan nasibnya sendiri. Dan wacana gender memiliki imbas yang sangat dahsyat bagi perempuan. Sebagai contoh, kesadaran yang muncul dari pewacanaan gender yang ditangkap mentah-mentah membawa efek pada “tersedianya” perempuan keluar rumah dan bekerja di pabrik-pabrik. Perempuan bekerja (sebagai buruh pabrik) dianggap sebagai keberhasilan dari pewacanaan gender.
Padahal apa yang dilakukan perempuan di luar rumah pada dasarnya sama dengan yang mereka kerjakan didalam rumah (kerja-kerja yang khas perempuan seperti memasang kancing baju, menjahit, dan sejenisnya). Artinya, hanya memindahkan kerja domestik dari dalam rumah ke pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan. Dan yang lebih parah, tingkat “penderitaan” yang diterima perempuan di luar rumah jauh lebih kejam dari dalam rumah dalam hal tertentu. Sedangkan di satu pihak yang lain, masyarakat masih juga menyimpan stigma buruk terhadap perempuan yang bekerja khususnya yang
kerja malam atau sudah bersuami. Apa yang ditulis di atas bukan berarti mewajibkan kita untuk mencurigai dengan membabi buta terhadap isu-isu seperti demokrasi dan HAM serta Gender. Tetapi kita harus sadar bahwa isu-isu yang kita anggap sebagai nilai-nilai yang harus kita perjuangkan itu ternyata memiliki efek yang juga merugikan tidak hanya bagi kita sebagai warga negara tetapi juga sebagai perempuan.
KOPRI melihat bahwa gender sebagai sebuah alat analisis mampu menjelaskan dengan lebih gamblang atas prosse-proses diskriminasi sosial dan hukum, subordinasi, pelabelan negatif, kekerasan fisik dan nonfisik, marjinalisasi ekonomi, dan beban ganda yang selama ini dialami perempuan. Ketidak adilan gender yang dialami perempuan tersebut menjelma dalam pelbagai bentuk seperti kebijakan-kebijakan pemerintah dalam segenap bidang, tradisi dan tafsir agama yang misoginis serta budaya-budaya populer
yang merasuk lebih dalam dari agama ke dalam individu-individu.
Untuk itu, KOPRI akan selalu melakukan pembacaan kritis dan memiliki sensitifitas Gender dalam mensikapi produk-produk kebijkaan pemerintah dengan memberikan alternatif-alternatif berdasarkan tawaran gagasan yang lebih mengakar dan relevan dengan kepentingan masyarakat khususnya perempuan. Dan pembacaan yang kritis adalah pembacaan yang bersifat multidimensi dan berkelanjutan, karenanya KOPRI membutuhkan dukungan moral, politik sekaligus intelekutal khususnya dari PMII sebagai induk gerakan agar setiap pilihan gerakan yang diambil KOPRI nantinya akan saling
menguatkan dan sinergis dengan grand design yang telah dirancang PMII dalam melihat persoalan masyarakat, negara dan dunia.









STRUKTUR PENGURUS RAYON AZ-ZAMANI
PERIODE 2017-2018

BADAN PENGURUS HARIAN (BPH)
Ketua                     : Fathul Arifin
Sekertaris              : Ahmad Basir
Bendahara            : Rohmatul Hasanah



DEVISI-DEVISI
Devisi Kaderisasi & Keilmuan
·         Samsul Bahri (CO)
·         Taufan Yanuwar Widianta
·         Fathol Arifin
·         Ifa Masruroh
·         Moh. Karim
Devisi Sosial & Advokasi
·         Yumna (CO)
·         Yusrolana
·         Surahman
·         Ely Rosida
·         Moh. Dahlan .A
Devisi Seni & Budaya
·         Khairul anwar (CO)
·         Siti Uniwana
·         Novi Najmatuzzahimah
·         Abdul Qohar
·         Nazilztul Maghfiroh
·         Ulul Absor
Devisi Media & Publik
·         Yulia Citra (CO)
·         Ayek Gus
·         Mar’atus Shalihah
·         Sholihin
·         Ahmad Zeini
·         Ifaul Mawadah
Devisi Keputrian
·         Siti Khairunnisa (CO)
·         Tutik
·         Lailatur Rizqiyah
·         Romlatul Nahdiyah
·         Robiatul Adawiyah










STRUKTUR PENGURUS RAYON M. HATTA
PERIODE 2017-2018

BADAN PENGURUS HARIAN (BPH)
Ketua                                     : M. Husen Taufik
Wakil Ketua                          : Abd. Aziz
Sekretaris                              : Moch. Abbas gulu
Wakil Sekretaris                  : Dewi Pramita
Bendahara                            : Achmad Rifa’i
Wakil Bedahara                   : Ulfa Aisatul Melinda

BIRO-BIRO
Biro Kaderisasi
                Koordinator           : Sonhaji
                Anggota                 : Abdul Hafid
                                                : Sholeh

Biro Keilmuan
                Koordinator           : Badrut Tamam
                Anggota                 : Saiful Bahri
                                                : Ummu Azizah

Biro kewiraushaan             
                Koordinator           : Ulfatun Nisak
                Anggota                 : Raudlatul Munawwarah
                                                : Yondri Efendi

Biro Litbang                         
                Koordinator           : Arizal Kurniawan
                Anggota                 : Ahmad Habibi
                                                : Nur Amalia

STRUKTUR PENGURUS RAYON AL-IRSYAD
PERIODE 2017-2018

BADAN PENGURUS HARIAN (BPH)
Ketua                                     : Sukron makmun
Wakil Ketua                          : Abd. Aziz
Sekretaris                              : Joes Rizal Anwar
Wakil Sekretaris  : Moh. Rizqil Hidayat
Bendahara                            : M. Khorullah
Wakil Bedahara   : M. Nurul Angwar

BIRO-BIRO
Biro Kaderisasi dan Keilmuan
                Koordinator           : Ahmad Zulfikar Fauzi Zamani

Biro Sosial dan Advokasi
                Koordinator           : Muhammad Thoif al-Ghatzi

Biro Seni dan budaya        
                Koordinator           : Mistari
                Anggota : Alfan Wahid Hidayatullah

Biro Media dan Publik
                Koordinator           : M. Sobrianto





LAGU- LAGU 


MARS PMII
Inilah kami wahai indonesia
Satu barisan dan satu jiwa
Pembela   bangsa penegak agama
Tangan terkepal Dan maju kemuka
                Habislah masa yang suram
Selesai sudah derita yang lama
Bangsa yang jaya islam yang benar
Bangun terssentak dari bumiku subur
Denganmu PMII
Pergerakanku
Ilmu dan bakti kuberikan
Adil dan makmur kuperjuangkan
                Untukmu satu tanah airku
Untukmu satu keyakinanku
Inilah kami wahai indonesia
Satu angkatan dan satu cita
Putera bangsa bebas merdeka
Tangan terkepal dan maju kemuka.


  HYMNE PMII
Bersemilah bersemilah tunas PMII
Tumbuh subur tumbuh subur kader PMII
                Bersemila bersemilah tunas PMII
Tumbuh subur tumbuh subur kader PMII
Masa depan ditanganmu
Untuk meneruskan perjuangan
.               bersemilah bersmilah
kau harapan bangsa

BERDERAP DAN MELAJU
Berderap dan melaju
Menuju indonesia baru
Singsingkan lengan baju
Singkirkan semua musuh-musuh
                Rakyat pasti menang
Melawan penindasan
Rakyat kita pasti akan menang
Rakyat pasti menag
Membuat kedaulatan
Rakyat kita pasti akan menang
DARAH JUANG
Disini negri kami
Tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
 Negri kami subur tuhan
                Dinegri permai ini
Berjuta rakyat bersimbah luka
Anak buruh tak sekolah
Pemuda desa tak kerja
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
untuk membebaskan rakyat
                mereka dirampas haknya
tergusur dan lapar
bunda relakan darah juang kami
padamu kami berjanji
padamu kami berbakti.




 TOTAITAS PERJUANGAN
kepada para mahasiswa
yang merindukan kejayaan
kepada rakyat yang kebingungan
dipersimpangan jalan
kepada pewaris peradaban
yang telah menggoreskan
sebuah catatan kebanggaan
di lembah sejarah manusia
wahai kalian yang rindu kemenangan
wahai kalian yang turun ke jalan
demi mempersembahkan jiwa dan raga
untuk negeri tercinta
wahai kalian yang rindu kemenangan
wahai kalian yang turun ke jalan
demi mempersembahkan jiwa dan raga
untuk negeri tercinta
untuk negeri tercinta




BURUH TANI
buruh tani mahasiswa kaum miskin kota
bersatu padu rebut demokrasi
gegap gempita dalam satu suara
demi tugas suci yang mulia
hari hari esok adalah milik kita
terbentuknya masyarakat sejahtra
terbentuknya tatanan masyarakat
indonesia baru tanpa orba
reff,
marilah kawan mari kita kabarkan
di tangan kita tergenggam arah bangsa
marilah kawan mari kita nyanyikan
sebuah lagu tentang pembebasan
di bawah kuasa tirani
kususuri garis jalan ini
berjuta kali turun aksi
bagiku saatu langkah pasti




HUBBUL WATHAN
Ya lal wathon ya lal wathon ya lal wathon
Hubbul wathon minal iman
Wala takun minal iman
Inhadhu alal wathon
             Indonesia biladi
             Anta unwanul fakhoma
Kullu may ya’ tika yauma
            Tomihay yalqo himama
Pusaka hati wahai  tanah airku
Cintamu dalam imanku
Jangan halangkan nasibmu
Bangkitlah hai bangsaku
Indonesia negeriku
Engkau panji martabatku
Siapa datang mengncammu
Kan binasa dibawah diimu



PMII PERJUANGAN
berjuanglah pmii berjuang
marilah kita bina persatuan
berjuanglah pmii berjuang
marilah kita bina persatuan
hancur leburkan angkara murka
perkokohlah barisan kita,siap....
                reff,
                sinar api islam kini menyala
                tekad bulat jihat kita membara
                berjuang pmii berjuang
                menegakkan kalimat tuhan
back to reff.

Komentar

  1. Assalamu'alaikum kepada sahabat-sahabati pengurus PMII Inzah genggong.
    Kami meminta izin untuk menggunakan beberapa materi dalam modul ini sebagai bahan untuk modul mapaba rayon kami. Terimakasih 🙏

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Curahan Hati Untuk Nahkoda Baru PMII UNZAH Genggong Probolinggo

Ruang Riung Mahasiswa pada Tempat Terbuka

PMII DAN KEPAKARAN KEILMUANNYA