MODUL MAPABA RAYA 2017
![]() |
Cover Modul MAPABA RAYA 2017 |
BIODATA
NAMA :
TETALA :
FAK / PRODI :
SEMESTER :
ALAMAT :
MOTTO HIDUP :
PRAKATA
PANITIA
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarkatuh
Salam
Pergerakan!
Segala puji bagi Allah atas segaka
nikmat yang telah diberikan sehingga kita melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Sholwat dan salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Yang telah memberikan wahan keilmuan sehingga kita dapat mengasah
intelektualitas dan membangun jiwa kritis dalam mewarnai kehidupan ini.
Denga adanya MAPABA kali ini
kami harapkan kepada semua peserta dan kepada semua pihak agar menjadikannya
sebagai sarana untuk mengasah intelektualitas dan membangun jiwa kritis
mahasiswa,serta yang paling penting mampu menanamkan nilai dasar pergerakan.
Dan juga kami harap MAPABA kali ini menjadi ajang silaturrahmi antar anggota, pengurus,
dan senior baik itu dari tingkat Rayon, Komisariat, Cabang, PKC, maupun PB.
Dengan adanya silaturrahmi kita bisa mempunyai banyak jaringan dan bisa
membangun komunikasi yang kuat. Ini sebagai bentuk proses yang harus di lalui
agar bisa membantu meningkatkan kualitas SDM kita bersama.
Terakhir kami mohon maaf yang
sebesar-besarnya jika dalam pelaksanaan MAPABA kali ini terdapat kekurangan
yang dapat perlu di tambah,kesalahan yang harus di perbaiki,dan kelalaian yang
harus di intropeksi. Kami tetap membutuhkan kritik, transformatif, saran, bimbingan,
dan arahan demi ke suksesan kita bersama. Dan semoga MAPABA kali ini berjalan sesuai
dengan apa yang kita harapkan.
Wallahulmuwafik
ilaa aqwamitthoriq
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
DAFTAR
ISI
PRAKATA PANITIA 2
DAFTAR ISI 3
MATERI I
ANDIR (ANALISA DIRI) 4
KE-PMII-AN 6
NDP (NILAI
DASAR PERGERAKAN) 20
ASWAJA 27
KE-INDONESIA-AN
42
ISLAM NUSANTARA
45
KOPRI 49
STRUKTU
PENGURUS RAYON 57
LAGU-LAGU 60
Materi
1
ANDIR
(Analisa
Diri)
Dalam
tingkatan teoritis ada banyak aliran atau metode yang digunakan dalam melakukan
analisa diri.
Dalam
hidup sebagai individu, Sigmund Freud membagi watak dan kesadaran manusia dalam
tiga bentuk. ID, EGO, DAN SUPEREGO. Id menurutnya didefinisikan sebagai sesuatu
yang berisi naluri dan energy dasar kehidupan. Dia menyebutnya libido yang
menjadi pengatur atau penggerak segenap organ. Id berfungsi di alam bawah sadar
manusia, sehingga ia tidak mengenal nilai baik buruk. Ego adalah bagian sadar
manusia yang bersifat rasional yang berusaha menyesuaikan antara alam bawah
sadar dengan tuntunan realita. Egolah yang menjaga gerak atau sikap
organ-organ. Ego juga bersifat anti social dan cenderung membahayakan. Adapun
Superego adalah bagian diri atau lebih jelasnya kata hati yang dengannya
seseorang dapat mengetahui mana yang benar dan salah menurut aturan social,
dimana ia tinggal, sehingga ia akan merasa bersalah ketika melakukan kesalahan.
Freud
melihat adanya kebutuhan manusia pertama kali adalah adanya identitas; who am
i? dari sini kita dapat menjawab atau menunjukkan siapa diri kita sebagai
manusia. Bahwa sejak kelahirannya, manusia telah memiliki hasrat dan dorongan
atas keinginannya.
Adapun
menurut Karl Marx mendefinisikan manusia sebagai manusia “Qua” yakni sebuah
entitas yang dapat dikenali dan dapat diketahui. Dalam konsep manusia, marx
hanya ingin menawarkan pandangan yang berbeda dengan yang lain dari sudut
pandang psikologis;bahwa manusia tidak hanya didefinisikan sebatas keberadaan
biologis, anatomis, ataupun bentuk fisiknya semata.
Kemudian
konsep manusia dalam al-quran, para pakar sependapat bahwa manusia disebut
dengan beberapa istilah.antara lain 1).al-basyar yang artinya sesuatu yang
tampak baik dan indah. 2) an-nas dipahami dalam konteks kebutuhannya secara
social.3) bani adam; lebih menegaskan bahwa manusia dengan segenap potensi dan
fungsinya sebagai makhluk ALLAH, jelas sebagai makhluk yang berkesejarahan.
TUGAS DAN FUNGSI MANUSIA
1. Hamblum Minallah yakni hubungan antara
manusia dengan ALLAH SWT. Dalam artian perjanjian dengan ALLAH yakni masuk
dalam islam dan beriman dengan islam dimana iman ini adalah jaminan keselamatan
di dunia dan akhirat.
2. Hablum minannas yakni hubungan antara
manusia dengan manusia. Dalam artian interaksi dengan sesame manusia dimana
jaminan kepercayaan bagi kaum mukmin dan mukminat yang dibimbing oleh syariat
ALLAH SWT.
3. Hablum minal alam yakni hubungan
manusia dengan alam. Dalam artian jalan yang berada diantara dua pokok manusia,
dalam mencari keselamatan dan ketentraman hidup di dunia. Menjaga agar alam
tetap bersahabat, menjaga alam demi kebaikan kita sendiri.
MENGAPA HARUS PMII?
Barang
kali diantara kita ada yang bertanya seperti itu. Dan diantara alasannya adalah
action, movement, harakah. Ya, karena di pmii mengajak para sahabat-sahabatinya
beraksi, bergerak, dan berbuat tidak hanya untuk mereka sendiri, tetapi juga
untuk kemajuan (Islam-Indonesia dan kemanusiaan)melalui beberapa cara. Bukankah
ada ungkapan “al-harakah barakah”. Lagi pula, aktualisasi diri mempunyai implikasi
al-barakah:proses pengembangan dan up-date kualitas diri.
Materi 2
Ke- PMII-an
1.
Latar
belakang didirikannya PMII
Lahirnya PMII bukannya berjalan
mulus, banyak sekali hambatan dan rintangan.Hasrat mendirikan organisasi NU
sudah lama bergolak.namun pihak NU belum memberikan green light. Belum
menganggap perlu adanya organisasi tersendiri buat mewadahi anak-anak NU yang
belajar di perguruan tinggi.melihat fenomena yang ini, kemauan keras anak-anak
muda itu tak pernah luntur, bahkan semakin berkobar-kobar saja dari kampus ke
kampus. hal ini bisa dimengerti karena, kondisi sosial politik pada dasawarsa
50-an memang sangat memungkinkan untuk lahirnya organisasi baru. Banyak
organisasi Mahasiswa bermunculan dibawah naungan payung induknya.misalkan saja
HMI yang dekat dengan Masyumi, SEMI dengan PSII, KMI dengan PERTI, IMM dengan
Muhammadiyah dan Himmah yang bernaung dibawah Al-Washliyah. Wajar saja jika
kemudiaan anak-anak NU ingin mendirikan wadah tersendiri dan bernaung dibawah
panji bintang sembilan, dan benar keinginan itu kemudian diwujudkan dalam
bentuk IMANU (Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama) pada akhir 1955 di Jakarta yang
dipelopori oleh Wa'il Harits Sugianto. Sedangkan di Surakarta berdiri KMNU
(Keluarga Mahasiswa Nahdhatul Ulama) yang dipelopori oleh Mustahal Ahmad dan
PMNU (Persatuan Mahasiswa NU) berdiri di Bandung.Namun keberadaan beberapa
organisasi nahdiyin tersebut tidak direstui bahkan ditentang oleh Pimpinan
Pusat IPNU dan PBNU dengan alasan IPNU baru saja berdiri dua tahun sebelumnya
yakni tanggal 24 Februari 1954 di Semarang. IPNU punya kekhawatiran jika IMANU
dan KMNU akan memperlemah eksistensi IPNU.
Gagasan pendirian organisasi
mahasiswa NU muncul kembali pada Muktamar II IPNU di Pekalongan (1-5 Januari
1957). Gagasan ini pun kembali ditentang karena dianggap akan menjadi pesaing
bagi IPNU. Sebagai langkah kompromis atas pertentangan tersebut, maka pada muktamar
III IPNU di Cirebon (27-31 Desember 1958) dibentuk Departemen Perguruan Tinggi
IPNU yang diketuai oleh Isma'il Makki (Yogyakarta).Namun dalam perjalanannya
antara IPNU dan Departemen PT-nya selalu terjadi ketimpangan dalam pelaksanaan
program organisasi. HAal ini disebabkan oleh perbedaan cara pandang yang
diterapkan oleh mahasiswa dan dengan pelajar yang menjadi pimpinan pusat IPNU.
Disamping itu para mahasiswa pun tidak bebas dalam melakukan sikap politik
karena selalu diawasi oleh PP IPNU.
Oleh karena itu, Ide besar
berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (selanjutnya disingkat PMII)
tidak dapat dipisahkan dari eksistensi IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul
Ulama-Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama).Secara kesejarahan, PMII merupakan
mata rantai dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU yang dibentuk pada Muktamar
III IPNU di Cirebon pada tanggal 27-31 Desember 1958.
Upaya
yang dilakukan IPNU dengan membentuk Departemen Perguruan Tinggi tidak banyak
memberi arti bagi perkembangan mahasiswa nahdliyin pada waktu itu. Hal itu
disebabkan karena:
a. Kondisi
obyektif menunjukkan bahwa mahasiswa sangat berbeda dengan siswa dalam hal
keinginan, dinamika, dan perilaku.
b. Kenyataan
bahwa gerak Departeman Perguruan Tinggi IPNU sangat terbatas untuk dapat duduk
dalam anggota PPMI (Persatuan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia) dan MMI (Majlis
Mahasiswa Indonesia), departemen tersebut tidaklah mungkin bisa.
Selain itu, Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam
menjawab tantangan zaman.Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan
organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama'ah. Dibawah ini
adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai latar belakang berdirinya
PMII:
1)
Bahwa PMII karena ketidak
mampuan Departemen Perguruan Tinggi IPNU (dibentuk pada Muktamar III IPNU di
Cirebon pada tanggal 27-31 Desember 1958) dalam menampung aspirasi anak muda NU
yang ada di Perguruan Tinggi .
2) PMII lahir dari rekayasa politik sekelompok mahasiswa muslim (NU) untuk
mengembangkan kelembagaan politik menjadi underbow NU dalam upaya
merealisasikan aspirasi politiknya.
3) PMII
lahir dalam rangka mengembangkan paham Ahlussunah Waljama’ah dikalangan mahasiswa.
4) Bahwa
PMII lahir dari ketidakpuasan mahasiswa NU yang saat itu ada di HMI, karena HMI
tidak lagi mempresentasikan paham mereka (Mahasiwsa NU) dan HMI ditengarai
lebih dekat dengan partai MASYUMI.
5) Bahwa
lahirnya PMII merupakan wujud kebebasan berpikir, artinya sebagai mahasiswa
harus menyadari sikap menentukan kehendak sendiri atas dasar pilihan sikap dan
idealisme yang dianutnya.
Hal-hal tersebut diatas
menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan
intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai
wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang
berkultur NU.Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahasiswa NU
untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
2. Konferensi Besar IPNU
Oleh karena itu gagasan
legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada
konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret
1960.Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan
organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan
pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan
penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh
mahasiswa NU. Mereka adalah:
1) Khalid
Mawardi (Jakarta)
2) M.
Said Budairy (Jakarta)
3) M.
Sobich Ubaid (Jakarta)
4) Makmun
Syukri (Bandung)
5) Hilman
(Bandung)
6) Ismail
Makki (Yogyakarta)
7) Munsif Nakhrowi (Yogyakarta)
8) Nuril
Huda Suaidi (Surakarta)
9) Laily
Mansyur (Surakarta)
10) Abd.
Wahhab Jaelani (Semarang)
11) Hizbulloh
Huda (Surabaya)
12) M.
Kholid Narbuko (Malang)
13) Ahmad
Hussein (Makassar)
3.
Deklarasi
Sebelum melakukan musyawarah
mahasiswa nahdliyin tiga dari 13 orang tersebut (yaitu Hisbullah Huda, Said
Budairy, dan M Makmun Syukri BA) pada tanggal 19 Maret 1960 berangkat ke
Jakarta untuk menghadap Ketua Tanfidziah PBNU KH Dr Idham Khalid untuk meminta
nasehat sebagai pedoman pokok permusyawaratan yang akan dilakukan. Pada
pertemuan dengan PBNU pada tanggal 24 Maret 1960 ketua PBNU menekankan
hendaknya organisasi yang akan dibentuk itu benar-benar dapat diandalkan
sebagai kader partai NU dan menjadi mahasiswa yang berprinsip ilmu untuk
diamalkan bagi kepentingan rakyat, bukan ilmu untuk ilmu.
Selanjutnya diadakan musyawarah
mahasiswa nahdliyin di Taman Pendidikan Putri Khadijah (Sekarang UNSURI/
Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo) Surabaya pada tanggal 14 – 16 April 1960 yang
menghasilkan keputusan :
a. Berdirinya
organisasi nahdliyin, dan organisasi tersebut diberi nama Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia.
b. Penyusunan
peraturan dasar PMII yang dalam mukodimahnya jelas dinyatakan bahwa PMII
merupakan kelanjutan dari departemen perguruan tinggi IPNU – IPPNU.
c.
Persidangkan dalam musyawarah
mahasiswa nadhiyin itu dimulai tanggal 14 – 16 April 1960, sedangkan peraturan
dasar PMII dinyatakan berlaku mulai 21 Syawal 1379 H atau bertepatan pada
tanggal 17 April 1960, sehingga PMII dinyatakan berdiri pada tanggal 17 April
1960.
d. Memutuskan
membentuk tiga orang formatur yaitu H. Mahbub Junaidi sebagai ketua umum,
A.Cholid Mawardi sebagai ketua I, dan M.Said Budairy sebagai sekretaris umum PB
PMII. Susuan pengurus pusat PMII periode pertama ini baru tersusun secara lengkap
pada bulan Mei 1960. Berikut adalah ketua umum PB PMII dari masa ke masa:
1) 1960-1961 Mahbub Junaidi
2) 1961-1963 Mahbub Junaidi
3) 1963-1967 Mahbub Junaidi
4) 1967-1970 M Zamroni
5) 1970
-1973 M Zamroni
6) 1973-1976 Abduh Paddare
7) 1977-1981 Ahmad Bagdja
8) 1981-1984 Muhyiddin Arubusman
9) 1985-1988 Suryadharma Ali
10) 1988-1991 M Iqbal Assegaf
11) 1991-1994 Ali Masykur Musa
12) 1994-1997 Muhaimin Iskandar
13) 1997-2000 Syaiful Hari Anshori
14) 2000-2002 Nusron Wahid
15) 2003-2005 Malik Haramain
16) 2005-2007 Hery Herianto Azumi
17) 2008-2011 Rodli Kaelani
18) 2011-2013 Adin Jauharuddin
19) 2014-2016 Aminuddin Ma'ruf
Seperti organisasi yang
dependen terhadap NU, maka PB PMII dengan surat tanggal 8 Juni 1960 mengirim
surat permohonan kepada PBNU untuk mengesahkan kepengurusan PB PMII. Pada
tanggal 14 Juni 1960 PBNU menyatakan bahwa organisasi PMII dapat diterima
dengan sah sebagai keluarga besar partai NU dan diberi mandat untuk membentuk
cabang-cabang diseluruh Indonesia.
Musayawarah mahasiswa nahdliyin
di Surabaya hanya menghasilkan peraturan dasar organisasi PMII, maka untuk
melengkapinya dibentuk suatu panitia kecil yang diketuai oleh M. Said Budairy
dan Fahrurrozi AH untuk membuat anggaran rumah tangga PMII.Dalam sidang pleno
II PB PMII yang diselenggarakn pada tanggal 8 – 9 September 1960 peraturan
rumah tangga PMII dinyatakan sah berlaku.Pada sidang itu pula disahkan lambang
PMII dan pokok-pokok aturan mengenai anggota baru.
4.
Independesi
Salah satu momentum sejarah
perjalanan PMII yang membawa perubahan besar pada perjalanan PMII adalah
dicetuskannya “Independensi PMII” pada tanggal 14 Juni 1972 di Murnajati Lawang
Malang, Jawa Timur, yang kemudian kita kenal dengan Deklarasi Murnajati.
Lahirnya deklarasi ini berkenaan dengan situasi politik Nasional, ketika peran
partai politik dikebiri dan mulai dihapuskan, termasuk terhadap partai
NU.Ditambah lagi dengan digiringnya peran mahasiswa dengan komando back to
campus.Keterlibatan PMII dalam dunia politik praktis yang terlalu jauh pada
pemilu 1971 sangat merugikan PMII.Kondisi ini akhirnya disikapi dengan
deklarasi berpisahnya PMII secara structural dari partai NU. Deklarasi tersebut
adalah
DEKLARASI MURNAJATI
Bismillahirrahmanirrahiem
“Kamu sekalian adalah
sebaik-baik umat yang dititahkan kepada manusia untuk memerintahkan kebaikan
dan mencegah perbuatan yang mungkar” (Al-Qur’an)
Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) insyaf dan yakin serta tanggung jawab terhadap
masa depan kehidupan bangsa yang sejahtera selaku penerus perjuangan dalam
mengisi kemerdekaan Indonesia dengan pembangunan material dan spiritual.
Bertekat untuk mempersiapkan dan mengembangkan diri dengan sebaik-baiknya:
Bahwa
pembangunan dan pembaharuan mutlak memerlukan insan-insan Indonesia yang
memiliki pribadi luhur, taqwa kepada Allah, berilmu dan cakap serta
bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya
Bahwa Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia (PMII) selaku generasi muda Indonesia sadar akan peranannya
untuk ikut serta bertanggungjawab bagi berhasilnya pembangunan yang dapat
dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat
Bahwa
perjuangan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang menjunjung tinggi
nilai-nilai moral dan idealisme sesuai dengan deklarasi Tawangmangu menuntut
berkembangnya sifat-sifat kreatif, keterbukaan dalam sikap dan pembinaan rasa
tanggung jawab
berdasarkan pertimbangan
tersebut di atas, maka Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) serta dengan
memohon rahmat Allah SWT, dengan ini menyatakan diri sebagai organisasi
independent yang tidak terikat dalam sikap dan tindakan kepada siapa pun dan
hanya komited dengan perjuangan organisasi dan cita-cita perjuangan nasional
yang berlandaskan pancasila. Tim Perumus:
1) Umar
Basalim (Yogyakarta)
2) Madjidi
Syah (Bandung)
3) Slamet
Efendi Yusuf (Yogyakarta)
4) Man
Muhammad Iskandar (Bandung)
5) Choirunnisa
Yafizham (Medan)
6) Tatik
Farikhah (Surabaya)
7) Rahaman
Idrus (Sulawesi)
8) Muis
Kabri (Malang)
Keputusan Musyawarah besar II
tentang independensi itu kemudian diperkuat dengan manifesto independensi yang
dihasilkan Kongres V PMII di Ciloto Bandung Jawa Barat pada tanggal 28 Desember
1973.Selanjutnya kembali diperkokoh dengan Penegasan Cibogo yang dihasilkan
pada rapat pleno PB PMII di Cibogo, 8 Oktober 1989. Deklarasi ini lahir sebagai
penyikapan atas banyaknya keinginan menjelang Muktamar NU ke-28 yang
mengharapkan PMII mempertimbangkan kembali independensinya
5. Interdependensi PMII
Sejarah mencatat, PMII
dilahirkan dari pergumulan panjang mahasiswa nahdliyin, dan kemudian menyatakan
independensinya pada tahun 1972. Di sisi lain ada kenyataan bahwa kerangka
berpikir, perwatakan dan sikap sosial antara PMII dan NU mempunyai persamaan. PMII
insaf dan sadar bahwa dalam melaksanakan perjuangan diperlukan saling tolong.
Karena PMII dengan NU mempunyai persamaan–persamaan dalam persepsi keagamaan
dan perjuanagn, visi sosial dan kemasyarakatan, serta ikatan historis, maka
untuk menghilangkan keragu-raguan serta saling curiga dan sebaliknya untuk
menjalin kerjasama program secara kualitatif dan fungsional, baik melalui
program nyata maupun persiapan sumber daya mannusia, PMII siap meningkatkan
kualitas hubungan dengan NU atas prinsip kedaulatan organisai penuh,
interdependensi, dan tidak ada interfensi secara strutural dan kelembagaan.
Deklarasi ini dicetuskan dalam kongres X PMII pada tanggal 27 Oktober 1991 di
Asrama Haji Pondok Gede Jakarta.
Untuk mempertegas deklarasi
interdependensi PMII-NU melalui musyawarah nasional PB PMII tanggal 24 Desember
1991 di Cimacan Jawa Barat, PB PMII mengeluarkan keputusan tentang implementasi
interdependensi PMII – NU. Penegasan hubungan itu didasarkan pemikiran –
pemikiran antara lain :
a) Dalam
pandangan PMII, ulama adalah pewaris para nabi.Ulama merupakan panutan karena
kedalamannya dalam pemahaman keagamaan. Oleh karena itu, interdependensi
PMII–NU ditempatkan dalam konteks keteladanan ulama dalam kehidupan
bermasyarakat, bebangsa dan bernegara.
b) Adanya
ikatan kesejarahan yang bertautan antara PMII–NU. Realitas sejarah menunjukkan
bahwa PMII lahir dari NU dan dibesarkan oleh NU, demikian juga latar belakang
mayoritas kader PMII berasal dari NU, sehingga secara lagsung maupun tidak
langsung akan mempengaruhi perwatakan PMII. Adapun pernyataan independensi PMII
hendaknya tidak dipahami sebagai upaya mengurangi, apalagi menghapus arti
kesejarahan tersebut.
c) Adanya
persamaan paham keagamaan antara PMII dan NU. Keduanya sama-sama mengembangkan
wawasan keislaman dengan paradigma pemahaman Ahlussunah Wal Jama’ah. implikasi
dari wawasan keagamaan itu tampak pula pada persamaan sikap sosial yang
bercirikan tawasuth, tasamuh, tawazun, I’tidal dan amar ma’ruf nahi munkar.
Demikian juga didalam pola pikir, pola sikap, serta pola tindak PMII dan NU
menganut pola selektif, akomodatif dan integrative sesuai prinsip dasar
Al-muhafadhotu ‘ala qodimi `i-sholih wa `l-ahdzu bi `l-jadidi `l-aslah
d) Adanya
persamaan kebangsaan. Bagi PMII dan NU keutuhan komitmen keislaman dan keindonesiaan
merupakan perwujudan kesadaran beragama dan berbangsa bagi setiap insan muslim
Indonesia, dan atas dasar tersebut maka menjadi keharusan untuk mempertahankan
bangsa dan negara Indonesia.
e) Adanya
persamaan kelompok sasaran. PMII dan NU memiliki mayoritas anggota dari
kalangan masyarakat kelas menengah kebawah,. Persamaan lahan perjuangan ini,
semestinya melahirkan format perjuangan yang relatif sama pula.
Sekurang - kurangnya terdapat
lima prinsip pokok yang semestinya dipegang bersama untuk merealisasikan
interdependensi PMII – NU :
1) Ukhuwah
islamiyah
2) Amar
ma’ruf nahi munkar
3) mabadi
khoiri umah
4) `l-musawah
5) Hidup
bedampingan dan berdaulat secara benar
Implementasi interdependensi
PMII – NU diwujudkan dalam berbagai bentuk kerjasama:
1) Pemikiran.
Kerja sama dibidang ini untuk mengembangkan pemikiran keislaman.
2) Sumber
daya manusia. Kerja sama dibidang ini ditekankan pada penmanfaatan secara
maksimal manusia – manusia PMII maupun NU.
3) Pelatihan
kerja sama dibidang pelatihan ini dirancang untuk pengembangan sumber daya
manusia baik PMII maupun NU.
4) Rintisan
program. Kerja sama in berbentuk pengelolaan suatu program secsara bersama.
Selain menghasilkan deklarasi
interdependensi, pada waktu itu juga ditetapkan:
1) Motto
PMII : Dzikir, Fikir dan Amal Shaleh
2) Tri
Khidmat PMII : Taqwa, intelektualitas, dan profesionalitas
3) Tri
Komitmen PMII : Kejujuran, kebenaran, dan keadilan
4) Ekacitra
Diri PMII : Ulul albab
6. Identitas dan Citra Diri PMII
Identitas PMII adalah cerminan
dari kualitas kader PMII, seperti empat huruf kata 'PMII', yaitu Suatu wadah
atau perkumpulan organisasi kemahasiswaan dengan label 'Pergerakan' yang Islam
dan Indonesia yang mempunyai tujuan:
Ø
Terbentuknya Pribadi Muslim Indonesia
Yang;
a. Bertaqwa
kepada Allah swt
b. Berbudi
luhur
c.
Berilmu
d. Cakap,
dan
e. Bertanggung
jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. (Bab IV AD PMII)
f.
Komitmen memperjuangkan
cita-cita kemerdekaan Indonesia.
g. Menuju
capaian ideal sebagai mahluk Tuhan, sebagai ummat yang sempurna, yang kamil,
yaitu mahluk Ulul Albab.
7.
Makna
Filosofis PMII
PMII terdiri dari 4 penggalan
kata, yaitu :
A. Pergerakan
adalah dinamika dari hamba
(mahluk) yang senantiasa maju bergerak menuju tujuan idealnya, memberikan
rahmat bagi sekalian alam.
Perwujudannya
:
·
Membina dan Mengembangkan
potensi Ilahiah
·
Membina dan mengembangkan
potensi kemanusiaan
·
Tanggungjawab memberi rahmat
pada lingkungannya
·
Gerak menuju tujuan sebagai
Kahalifah Fil Ardl
B. Mahasiswa
Adalah generasi muda yang
menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri, diantaranya:
a) sebagai
insan religius
b) sebagai
insan akademik
c) sebagai
insan social
d) sebagai
insan yang mandiri
Perwujudannya
:
a) Tanggungjawab
keagamaan
b) Tanggungjawab
intelektual
c) Tanggungjawab
sosial kemasyarakatan
d) Tanggugjawab
individual sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga negara
C. Islam
Adalah agama yang dianut,
diyakini dan dipahami dengan haluan atau paradigma Ahlussunnah Wal Jama’ah.
ASWAJA sebagai Manhaj Al Fikr (metode berfikir), yaitu konsep pendekatan
terhadap ajaran-ajaran islam secara proporsional antara iman, islam dan ihsan.
D. Indonesia
Adalah masyarakat bangsa dan
negara indonesia yang mempunyai falsafah dan idiologi bangsa (pancasila) dan
UUD 1945 dengan landasan kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara yang
terbentang dari sabang sampai merauke, serta diikat dengan kesadaran wawasan
nusantara.
Secara totalitas, PMII
bertujuan melahirkan kader bangsa yang mempunyai integritas diri sebagai hamba
yang bertaqwa kepada Allah SWT, berbudi luhur, berilmu, cakap dan
bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya. Dan atas dasar
ketaqwaannya, berkiprah mewujudkan peran ketuhanan dalam rangka membangun
masyrakat bangsa dan negara indonesia menuju suatu tatanan yang adil dan makmur
dalam ampunan dan ridho Allah SWT.
8. Filosofi Lambang PMII
Lambang PMII diciptakan oleh H.
Said Budairi.Lazimnya lambang, lambang PMII memiliki arti yang terkandung di
setiap goresannya.Arti dari lambang PMII bisa dijabarkan dari segi bentuknya
(form) maupun dari warnanya.
Ø
Dari Bentuk :
·
Perisai berarti ketahanan dan
keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh luar
·
Bintang adalah perlambang
ketinggian dan semangat cita- cita yang selalu memancar
·
Lima bintang sebelah atas
menggambarkan Rasulullah dengan empat Sahabat terkemuka (Khulafau al Rasyidien)
·
Empat bintang sebelah bawah menggambarkan
empat mazhab yang berhauan Ahlussunnah Wal Jama’ah
·
Sembilan bintang sebagai jumlah
bintang dalam lambing dapat diartikan ganda yakni:
1) Rasulullah
dan empat orang sahabatnya serta empat orang Imam mazhab itu laksana bintang
yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi dan penerang umat
manusia.
2) Sembilan
orang pemuka penyebar agama Islam di Indonesia yang disebut WALISONGO.
Ø
Dari Warna :
1) Biru,
sebagaimana warna lukisan PMII, berarti kedalaman ilmu pengetahuan yang harus
dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan
Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan Wawasan
Nusantara.
2) Biru
muda, sebagaimana warna dasar perisai sebelah bawah, berarti ketinggian ilmu
pengertahuan, budi pekerti dan taqwa.
3) Kuning,
sebagaimana warna dasar perisai- perisai sebelah bawah, berarti identitas
kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambing kebesaran dan
semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.
Ø
Kegunaan Lambang :
Lambang digunakan pada : papan
nama, bendera, kop surat, stempel, badge, jaket/pakaian, kartu anggota PMII dan
benda atau tempat lain yang tujuannya untuk menunjukkan identitas organisasi.
Ukuran lambang disesuaikan dengan besar wadah penggunaan.
9.
Visi
dan Misi
Ø
Visi dasar PMII :
Dikembangkan dari dua landasan
utama, yakni visi ke-Islaman dan visi kebangsaan.Visi ke-Islaman yang dibangun
PMII adalah visi ke-Islaman yang inklusif, toleran dan moderat.Sedangkan visi
kebangsaan PMII mengidealkan satu kehidupan kebangsaan yang demokratis,
toleran, dan dibangun di atas semangat bersama untuk mewujudkan keadilan bagi
segenap elemen warga-bangsa tanpa terkecuali.
Ø
Misi dasar PMII :
Merupakan manifestasi dari
komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan, dan sebagai perwujudan kesadaran
beragama, berbangsa, dan bernegara. Dengan kesadaran ini, PMII sebagai salah
satu eksponen pembaharu bangsa dan pengemban misi intelektual berkewajiban dan
bertanggung jawab mengemban komitmen ke-Islaman dan ke-Indonesiaan demi
meningkatkan harkat dan martabat umat manusia dan membebaskan bangsa Indonesia
dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan baik spiritual maupun material
dalam segala bentuk
10.
Tujuan
didirikannya PMII
Secara totalitas PMII sebagai
suatu organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan merubah kondisi sosial
di Indonesia yang dinilai tidak adil, terutama dalam tatanan kehidupan sosial.
Selain itu juga melestarikan perbedaan sebagai ajang dialog dan aktualisasi
diri, menjunjung tinggi pluralitas, dan menghormati kedaulatan masing-masing
kelompok dan individu.
Dalam lingkup yang lebih kecil
PMII mencoba menciptakan kader yang memiliki pandangan yang luas dalam
menghadapi realitas sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Memiliki pemahaman
yang komprehensif tentang berbagai macam paham pemikiran yang digunakan dalam
menganalisa realitas yang ada, sehingga diharapkan seorang kader akanmampu
memposisikan diri secara kritis dan tidak terhegemoni oleh suatu paham atau
oordina yang dogmatis.
11.
Rekrutment
Dalam PMII, ada tahapan-tahapan
pengkaderan. Untuk tahap pertama dalah MAPABA (Masa Penerimaan Anggota Baru)
sebagai jendela awal untuk bergabung dalam organisasi PMII.Untuk berikutnya
sebagai tindak lanjut ada PKD (Pelatihan Kader Dasar) dilaksanakan oleh
Komisariat/Cabang, merupakan persyaratan untuk bisa menjadi pengurus
komisariat/cabang.Dan diteruskan dengan PKL (Pelatihan Kader Lanjutan),
dilaksanakan oleh pengurus cabang, merupakan persyaratan untuk menjadi pengurus
cabang/pengurus koordinator cabang.
12. Struktural
Organisasi
1) Pengurus
Besar (PB) berpusat di Ibu Kota
2) Pengurus
Koordinator Cabang (PKC) berpusat di Provinsi
3) Pengurus
Cabang (PC) berpusat di Kabupaten
4) Pengurus
Komisariat (PK) berpusat di Kampus
Materi 3
Nilai Dasar Pergerakan (NDP)
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
sebagai organisasi kemahasiswaan berusaha menggali nilai- nilai moral yang
lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk
rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP). Secara historis,
NDP PMII mulai terbentuk pasca Independensi PMII ketika Mukernas III di Bandung
(1-5 Mei 1976). Pada saat itu penyusunan NDP masih berupa kerangkanya saja,
lalu diserahkan kepada tim PB PMII. Namun, hingga menjelang Kongres PMII VIII
di Bandung, penyusunan tersebut belum dapat diwujudkan. Hingga akhirnya saat
Kongres PMII VIII di Bandung (16-20 Mei 1985) menetapkan penyempurnaan rumusan
NDP dengan Surya Dharma Ali sebagai ketua umumnya. Penyempurnaan ini
berlangsung hingga 1988. Selanjutnya pada tanggal 14-19 September 1988 ketika
Kongres IX PMII, NDP mulai disahkan di Surabaya.
1.
Epistimologi
NDP
NDP ini merupakan tali pengikat (kalimatun
sawa’) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat
perjuangan yang sama. Seluruh anggota dan kader PMII harus memahami dan
menginternalisasikan nilai dasar PMII baik secara personal maupun kolektif
dalam medan perjuangan sosial yang lebih luas, dengan melakukan keberpihakan
yang nyata melawan ketidakadilan, kesewenangan, kekerasan, dan
tindakan-tindakan negatif lainnya.
Secara esensial NDP adalah suatu sublimasi
Nilai Keislaman dan Keindonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan
Ahlussunnah Wal Jamaah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong
serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar
mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi nilai Dasar Pergerakan yang meliputi
cakupan Akidah, syariah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan
hidup di dunia dan akherat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan
islam tersebut PMII menjadikan ahlusunah wal jamaah sebagai manhaj al fikr
untuk mendekonstruksikan pemahaman agama.
Islam secara utuh dihayati dan diamalkan dengan
mencapai setiap aspek, baik aspek aqidah (Iman), syari’ah (Islam) maupun etika,
akhlak, dan tasawuf (Ihsan). NDP sebagai
penegasan atas watak keindonesiaan organisasi. Di Indonesia organisasi hidup,
demi bangsa Indonesia organisasi berjuang. Dengan ahlussunnah wal jama’ah
mengenal kemerdekaan, persamaan, keadilan, toleransi, dan nilai perdamaian,
maka kemajemukan etnis, budaya, dan agama menjadi potensi bangsa yang harus
dijaga dan dikembangkan.
2.
FUNGSI
Nilai Dasar Pergerakan (NDP) berfungsi sebagai:
a. Kerangka
refleksi (landasan berfikir)
NDP merupakan ruang untuk melihat dan
merenungkan kembali secara jernih setiap gerakan dan tindakan organisasi.
Bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, dan nilai-nilai yang akan
memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal.
b. Kerangka
aksi (landasan berpijak)
NDP merupakan landasan etos gerak organisasi
dan setiap anggota. Bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata,
aktualisasi diri, dan pembelajaran sosial.
c.
Kerangka ideologis (sumber motivasi)
NDP menjadi peneguh tekad dan keyakinan anggota
untuk bergerak dan berjuang mewujudkan cita-cita dan tujuan organisasi. Begitu
juga menjadi landasan berfikir dan etos gerak anggota untuk mencapai tujuan
organisasi melalui cara dan jalan yang sesuai dengan minat dan keahlian masing-masing.
3.
KEDUDUKAN
a) NDP
menjadi rujukan utama setiap produk hukum dan kegiatan organisasi
b) NDP
menjadi sumber kekuatan ideal setiap kegiatan organisasi
c) NDP
menjadi pijakan argumentasi dan pengikat kebebasan berfikir, berbicara, dan
bertindak setiap anggota
4.
RUMUSAN
NILAI- NILAI DASAR PERGERAKAN
1) Tauhid
Mengesakan Allah SWT, merupakan nilai paling
asasi dalam agama samawi, di dalamnya telah terkandung sejak awal tentang
keberadaan manusia.
·
Pertama, Allah adalah Esa dalam segala
totalitas, dzat, sifat, dan perbuatan- perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang
fungsional. (QS Al Hasyr 22-24)
·
Kedua, keyakinan seperti itu merupakan
keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta merupakan
manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada yang ghaib. (QS Al Baqoroh ayat 3)
·
Ketiga, oleh karena itu, tauhid merupakan titik
puncak, melandasi, memandu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup
keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan lewat perbuatan.
(QS Al Baqoroh Ayat 30)
·
Keempat, PMII memilih pendekatan berpikir
ahlussunnah wal jama’ah untuk memahami dan menghayati keyakinan tauhid.
2) Hubungan
manusia dengan Allah
Allah SWT menciptakan manusia sebaik–baiknya
kejadian (Ahsanittaqwim) dan menganugrahkan yang terhormat kepada manusia
dibandingkan dengan makhluk yang lain. Kedudukan itu ditandai dengan: pertama,
pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Dalam potensi
tersebut, sangat memungkinkan manusia menjalankan dua fungsi, fungsi hamba dan
fungsi kholifah fil ardri. Sebagai hamba, manusia harus selalu melaksanakan
ketentuen–ketentuan Allah SWT, dan perintah–perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya. Untuk itu manusia diberi kesadaran moral yang harus selalu
dirawat kalau manusia tidak ingin terjatuh kedalam kedudukan yang sangat
rendah. Sebagai kholifah di bumi, manusia harus memberanikan diri untuk
mengemban amanat yang maha berat yang ditawarkan Allah SWT kepada manusia.
Kedua pola tersebut berfungsi secara simbangang, lurus dan teguh. Juga harus
dijalankan hanya dengan keikhlasan mengharap ridha dari Allah SWT semata dengan
terus dengan melakukan ikhtiar secara optimal sedangkan mengenai hasil
sepenuhnya hanya milik Allah SWT.
Kedua, manusia mempunyai sifat uluhiyyah atau
sifat ketuhanan, yakni fitrah suci untuk memproyeksikan tentang kebaikan dan
keindahan. Misalnya manusia ketika menjalankan sujud kepada Allah SWT berarti
manusia sedang menjalankan fungsi al quddus. Demikian pula ketika manusia
menjalankan fungsi – fungsi ketuhanan yang lain. Intinya bahwa pancaran keindahan
masuk kedalam jiwa manusia untuk selalu berbuat kebaikan dan keindahan walaupun
ada nilai tidak mungkin ada kesamaan antara makhluk dengan sang kholik. (QS Al
Dzariat: 56, QS Al A’ruf: 179, QS Al Qashash: 27)
3) Hubungan
manusia dengan manusia
kenyataan bahwa Allah SWT meniupkan ruh-Nya
kedalam materi dasar manusia adalah bukti bahwa manusia makhluk yang paling
mulia. Kedudukan manusia dengan manusia yang lain adalah sama dihadapan Allah
SWT. Yang membedakan mereka hanyalah kualitas ketaqwaannya. Setiap menusia
pasti memiliki kelebihan serta kekurangannya. Hal ini justru sebuah potensi
bagi manusia untuk selalu kreatif dan terus bergerak kearah yang lebih baik.
Karena manusia itu sama kedudukannya dihadapan Tuhan. Sehingga tidak dibenarkan
apabila ada manusia mendudukan dirinya lebih mulia daripada yang lain.
Seperti disinggung diatas, fungsi manusia
sebagai Khalifatullah adalah untuk menegakkan kesederajatan antara sesama
manusia. Fungsi ini juga berarti bahwa manusia harus terus membela kebenaran
dan keadilan dimanapun dan dimanapun. Juga senantiasa memberikan kedamaian dan
rahmah bagi seluruh alam.
Implementasinya, kader PMII harus selalu
menegakkan keadilan dan kebenaran. Membela kaum tertindas, membela kaum mustad
afinn. Memlihara bentuk toleransi dan kedamaian dengan sesama manusia tanpa
memendang ras, suku, budaya atau apapun dan memelihara nilai–nilai kemanusiaan.
Dari sinilah PMII kemudian selalu memegang teguh nilai imansipasi. (QS Al
Mu’min : 115, QS Al Hujarat : 13)
4) Hubungan
manusia dengan alam
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. Dia
menentukan ukuran dan hukum – hukum-Nya. Alam juga menunjukkan tanda – tanda
keberadaan, sifat dan perbuatan Allah SWT. Berarti juga nilai tauhit meliputi
nilai hubungan manusia dengan alam. Sebagai ciptaan Allah SWT alam berkedudukan
sederajat dengan manusia namun Allah menunudukkan alam bagi manusia dan bukan
sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi maka manusia akan terjebak dalam
penghambaan pada alam, bukan penghambaan pada Allah SWT. Karena itu manusia
berkedudukan sebagai kholifah dibumi, untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai
wahana dan obyek dalam bertauhit dan menegaskan keberadaan dirinya.
Perlakuan manusia terhadap alam tersebut
dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan didunia dan diarahkan kepada kebaikan
di akherat. Disini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala
aspek kehidupan manusia. Sebab akherat adalah masa depan eskatologis yang tak
terelakkan. Kehidupan akherat akan dicapai dengan sukses jika kehidupan manusia
benar – benar fungsional dan beramal saleh.
Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam
merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama
antara manusia dengan alam berarti hidup dalam kerjasama, tolong menolongan dan
tenggang rasa.
Implementasinya, setiap kader harus menjaga
alam dari bahaya yang merusaknya. Misalnya, menjaga alam dari bahaya nuklir,
penebangan hutan, eksploitasi alam atau kerusakan alam akibat bom bunuh diri
yang akhir–akhir ini ramai diperbincangkan. Ini semua dilakukan sebagai bentuk
implementasi nilai–nilai yang ada di PMII dalam menjaga alam dan manusia itu
sendiri.
Dengan NDP itu diharapkan akan terbentuknya
sosok pribadi muslim yang berbudi luhur, berilmu, bertaqwa, cakap dan
bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuaannya. Sehingga cita–cita
ideal PMII dalam mencetak kader ulul albab dengan ciri menjalankan dzikir,
fikir dan amal soleh secara dialektis, kritis dan transformatif akan dapat
terwujud dengan senantiasa menjaga komitmen keislaman, kemahasiswaan dan keindonesiaan.
5.
PMII
dan Keutuhan Pancasila; Membumikan NDP
PMII
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
yang merupakan organisasi keislaman yang berbasis pengkaderan dan bersifat
keagamaan, kemahasiswaan, kebangsaan, kemasyarakatan, independensi dan professional
, (seharusnya) mempunyai peranan penting dalam mempertahankan Pancasila sebagai
ideologi Negara yang kemudian menjadi landasan dalam membentuk karakter bangsa.
Berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia seperti yang telah dijelaskan di atas, perlu memperoleh perhatian
khusus oleh para aktivis mahasiswa, khususnya PMII yang memang memiliki
kerangka atau acuan dalam segala aktivitas gerakan yang dilakukan. Kerangka
acuan tersebut harus menjadi titik pijak gerakan dalam menghadapi berbagai permasalahan,
termasuk dalam membentuk karakter berkebangsaaan.
Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) yang notabene
menjadi ideologi alternatif dalam
mengimbangi laju globalisasi, agar tercipta tatanan yang seimbang “tanpa
tekanan dan dominasi”. Keberadaan Aswaja –sebagai ideologi yang ditawarkan-
bisa mengadaptasi dengan situasi dan kondisi. Terntunya, segala langkah
perubahan yang diambil harus tetap berlandaskan pada paradigm kaidah
al-Muhafadzatu ala Qodim al-Sholih wa al-akhdzu bi al-Jadid al-Ashlah, (meyamakan
langkah dengan mempertahankan sebuah tradisi yang kondisinya masih baik dan
relevan dengan masa kini atau berkolaborasi dengan nilai-nilai baru yang
kenyataannya pada era kekinian dan masa mendatang akan lebih baik).
Sementara Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII
yang merupakan rumusan nilai-nilai yang diturunkan secara langsung dari ajaran
Islam serta kenyataan masyarakat dan negeri Indonesia, dengan kerangka
pendekatan Ahlussunnah wal-Jama’ah. NDP harus senantiasa menjiwai seluruh
aturan organisasi, memberi arah dan mendorong gerak organisasi, serta menjadi
penggerak setiap kegiatan organisasi dan kegiatan masing-masing anggota.
Sebagai ajaran yang sempurna, Islam harus dihayati dan diamalkan secara kaffah
atau menyeluruh oleh seluruh anggota dengan mencapai dan mengamalkan Iman
(aspek aqidah), Islam (aspek syari’ah) dan Ihsan (aspek etika, akhlak dan
tasawuf.
Sebagai tempat hidup dan mati, negeri maritim
Indonesia merupakan rumah dan medan gerakan organisasi. “Di Indonesia
organisasi hidup, demi bangsa Indonesia organisasi berjuang”. Sebagai tempat
semai dan tumbuh negeri Indonesia telah
memberi banyak kepada organisasi. Oleh sebab itu, organisasi dan setiap
anggotanya wajib memegang teguh komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan
Indonesia. NDP adalah penegasan nilai atas watak keindonesiaan organisasi. NPD
PMII yang di dalamnya terdapat nilai ketuhanan (Tauhid), nilai ke-hamba-an
sebagai seorang makhluk yang berelasi dengan penciptanya (Hablun minallah),
nilai humanism (Hablun minannas), dan nilai kecitaan terhadap alam dan tanah
air (hablun minal alam). Dan Ahlussunnah wal Jama’ah digunakan sebagai
pendekatan berpikir (Manhaj al-Fikr) untuk memahami, menghayati dan mengamalkan
ajaran Islam. Pilihan atas Ahlussunnah
wal Jama’ah sebagai pendekatan berpikir dalam memahami, menghayati dan
mengamalkan ajaran Islam merupakan keniscayaan di tengah kenyataan masyarakat
Indonesia yang serba majemuk. Dengan Ahlussunnah wal Jama’ah yang mengenal
nilai kemerdekaan (al-Hurriyah), persamaan (al-Musawah), keadilan (al-’Adalah),
toleransi (Tasamuh), dan nilai perdamaian (al-Shulh), maka kemajemukan etnis,
budaya dan agama menjadi potensi penting bangsa yang harus dijaga dan
dikembangkan. (Sekali lagi) terlebih dalam rangka menjaga eksistensi pancasila
di bumi Nusatara
Materi 4
Ahlussunnah
Wal Jama’ah (ASWAJA)
1.
History
dan Epistimologi ASWAJA
Ahlussunnah Wal Jama’ah
(ASWAJA) lahir dari pergulatan intens antara doktrin dengan sejarah. Di wilayah
doktrin, debat meliputi soal kalam mengenai status Al-Qur’an, apakah ia makhluk
atau bukan, kemudian debat antara sifat-sifat Allah antara ulama Salafiyyun
dengan golongan Mu’tazilah, dan seterusnya.
Di wilayah sejarah, proses
pembentukan Aswaja terentang hingga zaman Khulafa’ur Rasyidin, yakni dimulai
sejak terjadi perang Shiffin yang melibatkan khalifah Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu anhu dengan Muawiyah. Bersama kekalahan khalifah keempat tersebut,
setelah dikelabui melalui arbitrase (tahkim) oleh kubu Muawiyah, umat Islam
semakin terpecah ke dalam berbagai golongan. Di antara mereka terdapat Syi’ah
yang secara umum dinisbatkan kepada pengikut khalifah Ali bin Abi Thalib,
golongan Khawarij yakni pendukung Ali yang membelot karena tidak setuju dengan
tahkim, dan ada pula kelompok Jabariyah yang melegitimasi kepemimpinan
Mu’awiyah.
Selain
tiga golongan tersebut, masih ada Murji’ah dan Qodariyah, faham bahwa segala
sesuatu terjadi karena perbuatan manusia dan Allah tidak turut campur (Af’al
Al-ibad min Al-ibad), berlawanan dengan faham Jabariyah.
Di antara kelompok-kelompok
itu, adalah sebuah komunitas yang dipelopori oleh Imam Abu Sa’id Hasan ibn
Hasan Yasar Al-Bashri (21-110 H/639-728 M), lebih dikenal dengan nama Imam
Hasan Al Bashri, yang cenderung mengembangkan aktifitas keagamaan yang bersifat
kultural (tsaqofiyah), ilmiah, dan berusaha mencari jalan kebenaran secara
jernih. Komunitas ini menghindari pertikaian politik antara berbagai fraksi
politik (firqoh) yang berkembang ketika itu. Sebaliknya, mereka mengembangkan
sikap keberagaman dan pemikiran yang sejuk, moderat, dan tidak ekstrim. Dengan
sistem keberagaman semacam itu, mereka tidak mudah untuk mengkafirkan golongan
atau kelompok lain yang terlibat dalam pertikaian politik ketika itu.
Seirama waktu, sikap dan
pandangan tersebut diteruskan ke generasi-generasi ulama setelah beliau, di
antaranya Imam Abu Hanifah Al-Nu’man (150 H), Imam Malik Ibn Anas (179 H), Imam
Syafi’i (204 H), Ibn Kullab (204 H), Ahmad Ibn Hanbal (241 H), hingga tiba pada
generasi Abu Hasan Al-Asy’ari (324 H) dan Abu Mansur Al-Maturidi (333 H).
Kepada dua ulama terakhir inilah permulaan faham Aswaja sering dinisbatkan,
meskipun bila ditelusuri secara teliti, benih-benih faham Aswaja ini sebenarnya
telah tumbuh sejak dua abad sebelumnya.
Indonesia merupakan salah satu
penduduk dengan jumlah penganut faham Ahlussunnah Wal Jama’ah terbesar di
dunia. Mayoritas pemeluk Islam di kepulauan ini adalah penganut madzhab
Syafi’i, dan sebagian terbesarnya bergabung -baik tergabung secara sadar maupun
tidak- dalam jam’iyah Nahdlatul Ulama, yang sejak awal berdiri menegaskan
sebagai pengamal Islam ala Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Ahlussunnah wal Jama’ah’
disingkat Aswaja yang dalam pemahaman dan praktek Islamnya menyandarkan diri
kepada 4 (empat) mazhab, yaitu : mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki dan Hanbali.
Mayoritas umat Islam dengan beragam pemahaman, keyakinan dan ritual
keislamannya berharap dan mengklaim dirinya sebagai Ahlusunnah Wal Jama’ah
(aswaja). Klaim sebagai sunni (sebutan bagi pengikut aswaja) ini adalah bagian
dari ekspresi pemahamannya yang meyakini bahwa umat Islam telah terpecah belah
menjadi beberapa aliran, namun diantara mereka yang selamat dan akan masuk
surga hanya satu, yaitu aliran yang bernama Ahlussunnah Wal Jama’ah. Sehingga
orang yang merasa dirinya sebagai sunni beranggapan bahwa dirinya telah
menemukan kebenaran agama, sedangkan orang lain keliru, sehingga ia berhak
memberikan label “sesat” atau “kafir” kepada orang yang memiliki pemahaman
keislaman yang berbeda dengannya. Mengklaim dirinya sebagai orang yang paling benar
dan yang lain sesat menurut Al-Qur'an adalah sebuah kesalahan, karena secara
tegas Allah berfirman bahwa yang akan menentukan kebenaran manusia dalam
beragama adalah Allah sendiri, bukan makhluknya, dan akan diputuskan kelak di
akhirat, bukan di dunia (QS. Al-Haji : 17).
Sementara di sisi lain
pengertian dan cakupan aswaja sendiri tidak jelas, para ulama mendefinisikannya
dengan berbeda-beda. Hal ini lantaran istilah Ahlussunnah Wal Jama’ah berikut
definisinya tidak pernah disampaikan oleh Allah dan rasul-Nya secara jelas baik
dalam Al-Qur'an maupun Hadits.
Apa
itu ASWAJA?
Secara Etimologi, Ahlussunnah
Wal Jamaah dapat dikonsepsikan Ahlun
berarti pemeluk aliran atau pengikut mazhab. Al-Sunnah berarti thariqat
(jalan), sedangkan Al-Jamaah berarti sekumpulan orang yang memiliki tujuan.
Secara ringkas bisa disimpulkan bahwa Ahlu sunnah wal jamaah adalah semua orang
yang berjalan dan selalu menetapkan ajaran Rasulullah SAW dan para sahabat
sebagai pijakan hukum baik dalam masalah aqidah, syari’ah dan tasawwuf.
Aswaja secara Terminologi dapat
didefinisikan bahwa Aswaja adalah orang yang memiliki metode berpikir keagamaan
yang mencakup semua aspek kehidupan yang berlandasan atas dasar-dasar
modernisasi, menjaga kesinambungan dan toleran, dan shalat tarawih 23 rakaat.
Pandangan seperti itu pas betul dengan anggapan sementara orang luar NU
terhadap perilaku warga NU sendiri. Sedangkan al Jama’ah menurut Ibn Taimiyah
adalah persatuan. Ada juga yang mengartikannya sebagai ahlul Islam yang bersepakat dalam masalah syara’. Selain
itu juga ada yang mengartikannya al Sawadul A’zham (kelompok mayoritas).
Ada juga yang mengatakan bahwa
al-Jama'ah, makna asalnya adalah sejumlah orang yang mengelompok. Tetapi, yang
dimaksud dengan al-Jama'ah dalam pembahasan aqidah adalah Salaf (pendahulu)
dari umat ini dari kalangan shahabat dan orang-orang yang mengikuti kebaikan
mereka, sekalipun hanya seorang yang berdiri di atas kebenaran yang telah
dianut oleh jama 'ah tersebut.
Menurut Muhammad bin Abdullah
Al-Wuhaibi, istilah Ahlus Sunnah wa al Jama'ah adalah istilah yang sama dengan
Ahlus Sunnah. Dan secara umum para ulama menggunakan istilah ini sebagai
pembanding Ahlul Ahwa' wal Bida'. Menurutnya, kata “ahlus sunnah” mempunyai dua
makna: Pertama, mengikuti sunnah-sunnah dan atsar-atsar yang yang datangnya
dari Rasulullah SAW dan para sahabat, menekuninya, memisahkan yang shahih
dari yang cacat dan melaksanakan apa
yang diwajibkan dari perkataan dan perbuatan dalam masalah aqidah dan ahkam. Kedua,
lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama’,
dimana mereka menamakan kitab mereka dengan nama as sunnah, seperti Abu Ashim,
al Imam Ahmad Ibn Hanbal, al Imam, al Khalal, dan lain-lain. Mereka mengartikan
as sunnah sebagai i’tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma’.
Dengan demikian dapat dipahami
bahwa madzhab ahlussunnah wa al jama’ah itu merupakan kelanjutan dari apa yang
pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Adapun penamaan
ahlussunnah wa al jama’ah adalah sesudah terjadinya fitnah ketika awal
munculnya firqah-firqah.
Menarik untuk dicatat, bahwa
dulu Imam Malik pernah ditanya: “siapakah ahlussunnah itu ?” Beliau menjawab
bahwa ahlus sunnah adalah mereka yang tidak mempunyai laqab (julukan) yang
sudah terkenal, yakni bukan jahmi, qadari, dan bukan pula Rafidli. Imam Ahmad
Ibn Hanbal pun pernah disebut-sebut sebagai Imam Ahlussunnah karena tindakan
beliau yang gigih mempertahankan keyakinannya ketika Khalifah al Makmun dengan faham Mu’tazilahnya
gencar mengkampanyekan bahwa Qur’an adalah makhluk.
Adapun pengertian hadits secara
terminologi mempunyai beberapa pengertian antara lain: pertama, Menurut
terminologi para Muhadditsin, Sunnah adalah segala napak tilas Rasulullah baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat kejadian nya (bentuk
tubuhnya), akhlaknya maupun sejarahnya, baik sebelum kenabian maupun
sesudahnya. Kedua, Para ulama Ushul Fiqh mendefinisikan Sunnah sebagai “segala
sesuatu yang dinukil dari Rasulullah, baik perkataan, perbuatan maupun taqrir”.
Ketiga, menurut ulama Fiqh Sunnah sebagai suatu perbuatan yang apabila
dilaksanakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mendapat dosa,
kebalikan dari fardlu atau wajib menurut mereka. Keempat, Sunnah juga
diidentikkan terhadap segala yang ditunjuk oleh dalil-dalil Syar’i, baik
Alqur’an, Hadits ataupun Ijtihad Sahabat, seperti pengumpulan mushaf dan
pembukuan atau pengkodifikasian Hadits, temasuk di dalamnya Ijtihad sahabat
sebagai Sunnah berdasar pada hadits Rasulullah SAW. berbunyi: “ ’Alaikum bi
assunnatî wa sunnati al khulafâi ar râsyidîna al mahdiyyîn“. Kelima, Sunnah
juga diidentikkan terhadap hal-hal yang berlawanan dengan Bid’ah.
Arti Ahlussunnah wal jama’ah
itu sendiri diambil dari Hadits Rasulullah SAW yang beliau sabdakan :
“Islam akan menjadi terbagi menjadi
73 golongan, satu golongan yang masuk surga tanpa di hisab”, sahabat berkata :
siapakah golongan tersebut ya Rasulullah ?, Nabi bersabda “ Ahlussunnah wal
jama’ah“.
Semua golongan mengaku dirinya
Ahlussunnah tetapi sebenarnya mereka bukan Ahlussunnah wal jama’ah karena
banyak hal-hal yang mereka langgar yang mereka jalankan di dalam ajaran agama
Islam, tetapi tetap mereka mengakui diri mereka yang benar. Sebenarnya kita
harus mengetahui apa yang kita pelajari di dalam agama Islam atau yang kita amalkan
di dalam Islam maka kita akan mengetahui kebenarannya di dalam ajaran
Ahlussunnah wal jama’ah. Allah SWT telah mengucapkan di dalam surat Al Fatihah
pada ayat yang 5 dan ayat yang ke 6, Allah SWT mengucapkan di dalam ayat yang
ke 5 jalan yang lurus dan pada ayat yang ke 6 jalan-jalan mereka, yang kita
tanyakan siapa mereka-mereka itu?
Ulama Ahlussunnah wal jama’ah
mereka bersepakat:
a. Mereka
adalah Nabi Muhammad SAW dan para sahabat-sahabatnya
b. Penerus
sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang dinamakan Tabi’in
c.
Tabi’-tabi’in adalah pengikut
yang mengikuti orang yang belajar kepada sahabat Rasulullah SAW.
d. Dan
para ulama sholihin.
Berbicara tentang Ahlus Sunnah
wa al Jama’ah, kiranya tak lengkap tanpa menyebut nama dua orang tokoh yang begitu disegani di
kalangan faham ini. Mereka adalah Abu al
Hasan al Asy’ari dan Abu Manshur al
Maturidi. Bahkan beberapa ulama’ mengatakan bahwa ahlus sunnah wa al jama’ah
adalah pengikut Asy’ariyah dan Maturidiyah. Contoh misalnya, al Zubaidi yang
pernah mengatakan: “Jika dikatakan ahlus sunnah, maka yang dimaksud dengan
mereka adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah”. Senada dengan al Zubaidi adalah
Hasan Ayyub yang mengatakan: “Ahlus Sunnah adalah Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu
Mansyur Al-Maturidi dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka berdua. Mereka
berjalan di atas petunjuk Salafus Shalih dalam memahami aqaid”.
Tokoh yang pertama bernama
lengkap Abu Hasan Ali Ibn Ismail Ibn Bishri Ishaq Ibn Salim Ibn Ismail Ibn
Abdullah Ibn Musa Ibn Bilal Ibn Abi
Bardah Ibn Abi Musa al Asy’ari (260 H – 330 H). Dia dikenal sebagai pendiri
teologi sunni, meskipun sebelumnya dia adalah pengikut Mu’tazilah dan pernah
menjadi murid al Jubba’i. Kurang lebih sejak 1995/1997, Pergerakan Mahasiswa
Islam Indonesia meletakkan Aswaja sebagai Manhajul Fikr. PMII memandang bahwa
Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah orang-orang yang memiliki metode berfikir
keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan dengan berlandaskan atas dasar
moderasi, menjaga keseimbangan, dan toleran. Aswaja bukan sebuah madzhab,
melainkan sebuah metode dan prinsip berfikir dalam menghadapi
persoalan-persoalan agama sekaligus urusan sosial-kemasyarakatan; inilah makna
Aswaja sebagai Manhaj Al-Fikr.
Sebagai manhaj al-fikr, PMII
berpegang pada prinsip-prinsip Tawassuth (moderat), Tawazun (netral), Ta’adul
(keseimbangan), dan Tasamuh (toleran). Moderat tercermin dalam pengambilan
hukum (Istinbath) yaitu memperhatikan posisi akal di samping memperhatikan
nash. Aswaja memberi titik porsi yang seimbang antara rujukan nash (Al-qur’an
dan Al-Hadist) dengan penggunaan akal. Prinsip ini merujuk pada debat awal-awal
Masehi antara golongan yang sangat menekankan akal (Mu’tazilah) dan golongan
fatalis (Jabariyah).
Sikap netral (Tawazun)
berkaitan dengan sikap dalam politik. Aswaja memandang kehidupan sosial-politik
atau kepemerintahan dari kriteria dan prasyarat yang dapat dipenuhi oleh sebuah
rezim. Oleh sebab itu, dalam sikap tawazun, PMII tidak membenarkan kelompok
ekstrim yang hendak merongrong kewibawaan sebuah pemerintahan yang disepakati
bersama, namun tidak juga berarti mendukung pemerintahan. Apa yang terkandung
dalam sikap tawazun tersebut adalah memperhatikan bagaimana keterpenuhan kaidah
dalam perjalanan sistem kehidupan sosial politik.
Keseimbangan (Ta’adul) dan
toleran (Tasamuh) terefleksikan dalam kehidupan sosial di masyarakat, yaitu
cara bergaul dalam kondisi sosial budaya mereka. Keseimbangan dan toleransi
mengacu pada cara bergaul PMII sebagai muslim dengan golongan muslim atau pemeluk
agama yang lain. Realitas masyarakat Indonesia yang plural dalam budaya, etnis,
ideologi politik, dan agama, PMII memandang bukan semata-mata realitas
sosiologis, melainkan juga realitas teologis. Artinya bahwa Allah Subhanahu
Wata’ala memang dengan sengaja menciptakan manusia berbeda-beda dalam berbagai
sisinya. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan sikap yang lebih tepat kecuali
ta’adul dan tasamuh.
2.
Prinsip
Aswaja Sebagai Manhaj
Berikut ini adalah
prinsip-prinsip Aswaja dalam kehidupan sehari-hari. Prinsip-prinsip tersebut
meliputi aqidah, pengambilan hukum, tasawuf/akhlak, dan bidang sosial-politik.
a. Aqidah
Dalam bidang aqidah,
pilar-pilar yang menjadi penyangga aqidah Ahlussunah Wal Jama’ah di antaranya
yang pertama adalah aqidah Uluhiyyah (ketuhanan), berkait dengan ihwal
eksistensi Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Pada tiga abad pertama
Hijriyah, terjadi banyak perdebatan mengenai eksistensi sifat dan asma Allah
Subhanahu Wa Ta’ala, di mana terjadi diskursus terkait masalah apakah asma
Allah tergolong dzat atau bukan. Abu Hasan Al-Asy’ari (324 H) secara filosofis
berpendapat bahwa nama (Ism) bukanlah yang dinamai (Musamma), sifat bukanlah
yang disifati (Mausuf), sifat bukanlah dzat. Sifat-sifat Allah adalah nama-nama
(Asma’) Nya. Tetapi nama-nama itu bukanlah Allah dan bukan pula selain-Nya.
Aswaja menekankan bahwa pilar
utama keimanan manusia adalah Tauhid; sebuah keyakinan yang teguh dan murni
yang ada dalam hati setiap muslim bahwa Allah-lah yang menciptakan, memelihara,
dan mematikan kehidupan semesta alam. Allah Maha Esa, tidak terbilang, dan
tidak memiliki sekutu.
Pilar yang kedua adalah
Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah menurunkan wahyu kepada para
Nabi dan Rasul sebagai utusannya. Sebuah wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk
dan juga acuan umat manusia dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan
dunia dan akhirat, serta jalan yang diridhoi oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Dalam doktrin Nubuwwat ini, umat manusia harus meyakini dengan sepenuhnya bahwa
Nabi Muhammad Shllallahu Alaihi Wa Sallam adalah utusan Allah Subhanahu Wa
Ta’ala, yang membawa Risalah (wahyu) untuk umat manusia. Dia adalah rasul
terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia.
Pilar yang ketiga adalah
Al-Ma’ad, sebuah keyakinan bahwa nantinya manusia akan dibangkitkan dari kubur
pada hari kiamat dan setiap manusia akan mendapatkan imbalan sesuai amal dan
perbuatannya (Yaumul Jaza’). Dan mereka semua akan dihitung (Hisab) seluruh
amal perbuatan mereka selama hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik
akan masuk surga dan mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka.
b. Bidang
Sosial Politik
Berbeda dengan golongan Syi’ah
yang memiliki sebuah konsep negara dan mewajibkan berdirinya negara imamah,
Ahlussunnah Wal Jama’ah dan golongan Sunni umumnya memandang negara sebagai
kewajiban fakultatif (Fardlu Kifayah). Pandangan Syi’ah tersebut juga berbeda
dengan golongan Khawarij yang membolehkan komunitas berdiri tanpa imamah
apabila dia telah mampu mengatur dirinya sendiri. Bagi Ahlussunnah Wal Jama’ah,
negara merupakan alat untuk mengayomi kehidupan manusia untuk menciptakan dan
menjaga kemaslahatan bersama (Mashlahah Musytarokah).
Ahlussunnah Wal Jama’ah tidak
memiliki konsep bentuk negara yang baku. Sebuah negara boleh berdiri atas
teokrasi, aristokrasi (kerajaan), atau negara-modern/demokrasi, asal mampu
memenuhi syarat; apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka gugurlah
otoritas (wewenang) pemimpin negara tersebut. Syarat-syarat itu adalah :
1) Prinsip
Syura (musyawarah)
Negara harus mengedepankan
musyawarah dalam mengambil segala keputusan dan setiap keputusan, kebijakan,
dan peraturan. Salah satu ayat yang menegaskan musyawarah adalah sebagai
berikut :
“Maka sesuatu apapun yang
diberikan kepadamu itu adalah kenikmatan hidup di dunia; dan yang ada pada sisi
Allah lebih baik dan lebih kekal bagi orang-orang yang beriman, dan hanya
kepada Tuhan mereka bertawakkal. Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa
besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi
maaf. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rizki yang kami berikan kepada
mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka diperlakukan dengan zalim
mereka membela diri (Q.S. Al-Syura, 42: 36-39)
2) Prinsip
Al-‘Adl (keadilan)
Keadilan adalah salah satu
perintah yang paling banyak ditemukan dalam Al-Qur’an. Prinsip ini tidak boleh
dilanggar oleh sebuah pemerintahan, apapun bentuk pemerintahan itu. Di bawah
ini adalah salah satu ayat yang memerintahkan keadilan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.”(Q.S. An-Nisa,
4:58)
3) Prinsip
Al-Hurriyah (kebebasan)
Negara wajib menciptakan dan
menjaga kebebasan bagi warga negaranya. Kebebasan tersebut wajib hukumnya
karena merupakan kodrat asasi setiap manusia. Prinsip kebebasan manusia dalam
syari’ah dikenal dengan Al-Ushulul-Khams (prinsip lima), yaitu :
a)
Hifzhu al-Nafs (menjaga
jiwa); adalah kewajiban setiap kepemimpinan (negara) untuk menjamin kehidupan
setiap warga negara; bahwa setiap warga negara berhak dan bebas untuk hidup dan
berkembang di wilayahnya.
b) Hifzhu al-Din (menjaga agama); adalah kewajiban setiap kepemimpinan untuk
menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk, meyakini, dan menjalankan agama
dan kepercayaannya. Negara
tidak berhak memaksakan atau melarang sebuah agama atau kepercayaan kepada
warga negara.
c) Hifzhu
al-Mal (menjaga harta benda); kewajiban setiap kepemimpinan untuk menjamin
keamanan harta benda yang dimiliki oleh warga negaranya. Negara wajib
memberikan jaminan keamanan dan menjamin rakyatnya hidup sesuai dengan martabat
rakyat sebagai manusia.
d) Hifzhu
al-Nasl; bahwa negara wajib memberi jaminan terhadap asal-usul, identitas, dan
garis keturunan setiap warga negara. Negara harus menjaga kekayaan budaya
(etnis), tidak boleh mengunggulkan dan memprioritaskan sebuah etnis tertentu.
e) Hifzhun
al-Nasl berarti negara harus memperlakukan sama setiap etnis yang hidup di
wilayah negaranya.
f)
Hifzhu al-‘Irdh; jaminan
terhadap harga diri, kehormatan, profesi, pekerjaan, ataupun kedudukan setiap
warga negara. Negara tidak boleh merendahkan warga negaranya karena profesi dan
pekerjaannya. Negara justru harus menjunjung tinggi dan memberikan tempat yang
layak bagi setiap warga negara.
Al-Ushul al-Khams identik
dengan konsep hak asasi manusia yang lebih dikenal dalam dunia modern. Lima
pokok atau prinsip di atas menjadi ukuran bagi legitimasi sebuah kepemerintahan
sekaligus menjadi acuan bagi setiap orang yang menjadi pemimpin kelak hari
kemudian.
4) Prinsip
Al-Musawah (kesetaraan derajat)
Bahwa manusia diciptakan sama
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Antara satu manusia dengan manusia lain, bangsa
satu dengan bangsa yang lain tidak ada pembeda yang menjadikan satu manusia atau
bangsa lebih tinggi dari yang lain. Manusia diciptakan berbeda-beda adalah
untuk saling mengenal antara satu dengan yang lain. Sehingga tidak dibenarkan
satu manusia dan sebuah bangsa menindas manusia dan bangsa yang lain. Dalam
surat Al-Hujurat disebutkan :
“Hai manusia, sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal” (Al-Hujurat, 49:13)
Perbedaan bukanlah semata-mata
fakta sosiologis, yakni fakta yang timbul akibat dari relasi dan proses sosial.
Perbedaan merupakan keniscayaan teologis yang dikehendaki oleh Allah subhanahu
wa ta’ala. Demikian disebutkan dalam surat Al-Ma’idah:
“Untuk tiap-tiap umat di antara
kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki,
niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu
terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.
Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu
apa yang telah kamu perselisihkan” (Al-Maidah; 5:48).
Dalam sebuah negara, kedudukan
warga Negara adalah sama. Orang-orang yang menjabat di tubuh pemerintahan
memiliki kewajiban yang sama sebagai warga negara. Mereka memiliki jabatan
semata-mata adalah untuk mengayomi, melayani, dan menjamin kemaslahatan
bersama, dan tidak ada privilege (keistimewaan) khususnya di mata hukum. Negara
justru harus mampu mewujudkan kesetaraan derajat antar manusia di dalam
wilayahnya, yang biasanya terlanggar oleh perbedaan status sosial, kelas
ekonomi, dan jabatan politik.
Dengan prinsip-prinsip di atas,
maka tidak ada doktrin negara Islam, formalisasi syari’at Islam, dan khilafah
Islamiyah bagi Ahlussunah wal Jama’ah. Sebagaimana juga tidak didapati perintah
dalam Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, dan Qiyas untuk mendirikan salah satu di antara
ketiganya. Islam hanya diharuskan untuk menjamin agar sebuah pemerintahan -baik
negara maupun kerajaan- mampu memenuhi 4 (empat) kriteria di atas.
c.
Bidang Istinbath Al-Hukm
(pengambilan hukum syari’ah)
Hampir seluruh golongan Sunni
menggunakan empat sumber hukum yaitu :
a) Al-Qur’an
b) As-Sunnah
c) Ijma’
d) Qiyas
Al-Qur’an sebagai sumber utama
dalam pengambilan hukum tidak dibantah oleh semua madzhab fiqh. Sebagai sumber
hukum naqli, posisinya tidak diragukan. Al-Qur’an merupakan sumber hukum
tertinggi dalam Islam.
Sementara As-Sunnah meliputi
Al-Hadist dan segala tindak dan perilaku Rasul Shallallahu Alaihi Wa Sallam,
sebagaimana diriwayatkan oleh para sahabat dan tabi’in. Penempatannya ialah
setelah proses Istinbath Al-Hukm tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, atau digunakan
sebagai komplemen (pelengkap) dari apa yang telah dinyatakan dalam Al-Qur’an.
As-Sunnah sendiri mempunyai
tingkat kekuatan yang bervariasi. Ada yang terus-menerus (mutawatir), terkenal
(masyhur) ataupun terisolir (ahad). Penentuan tingkat As-Sunnah tersebut
dilakukan oleh Ijma’ Shahabah.
Menurut Abu Hasan Ali Ibn Ali
Ibn Muhammad Al-Amidi, Ijma’ adalah kesepakatan kelompok legislatif (Ahl
Al-Halli Wa Al-Aqdi) dan umat Muhammad pada sesuatu masa terhadap suatu hukum
dari suatu kasus. Atau kesepakatan orang-orang mukallaf dari umat Muhammad pada
suatu masa terhadap suatu hukum dari suatu kasus.
Dalam Al-Qur’an dasar Ijma’
terdapat dalam Q.S. An-Nisa’, 4: 115 :
“Dan barang siapa menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” Dan, “Dan demikian pula kami telah menjadikan
kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia.” (Q.S. Al Baqoroh, 2: 143).
Qiyas, sebagai sumber hukum
Islam, merupakan salah satu hasil ijtihad para Ulama. Qiyas yaitu mempertemukan
sesuatu yang tak ada nash hukumnya dengan hal lain yang ada nash hukumnya
karena ada persamaan illat hukum. Qiyas sangat dianjurkan untuk digunakan oleh
Imam Syafi’i.
3.
Hakikat
Ahlussunnah Wal Jama’ah
Dengan tidak memonopoli
predikat sebagai satu-satunya golongan Ahlussunnah wal Jamaah, jam'iah Nahdlatul
Ulama semenjak pertama berdirinya menegaskan diri sebagai penganut, pengemban
dan pengembang Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. Dengan sekuat tenaga,
Nahdlatul Ulama berusaha menempatkan diri sebagai pengamal setia dan mengajak
seluruh kaum muslimin, terutama para warganya untuk menggolongkan diri pada
Ahlussunnah wa Jamaah.
Pada hakekatnya, Ahlussunnah
wal Jamaah, adalah ajaran Islam yang murni sebagaimana diajarkan dan diamalkan
oleh Rasulullah saw. bersama para sahabatnya. Dengan tidak memonopoli predikat
sebagai satu-satunya golongan Ahlussunnah wal Jamaah, jam'iah Nahdlatul Ulama
semenjak pertama berdirinya menegaskan diri sebagai penganut, pengemban dan
pengembang Islam ala Ahlussunnah wal Jamaah. Dengan sekuat tenaga, Nahdlatul
Ulama berusaha menempatkan diri sebagai pengamal setia dan mengajak seluruh
kaum muslimin, terutama para warganya untuk menggolongkan diri pada Ahlussunnah
wa Jamaah.
Ketika Rasulullah saw.
menerangkan bahwa umatnya akan tergolong menjadi banyak sekali (73) golongan,
beliau menegaskan bahwa yang benar dan selamat dari sekian banyak golongan itu
hanyalah Ahlussunnah wa Jamaah. Atas pertanyaan para sahabat mengenai definisi
as-Sunah wal Jamaah, beliau merumuskan dengan sabdanya: "Apa yang aku
berada di atasnya, hari ini, bersama para sahabatku".
Ahlussunnah wal Jamaah adalah
golongan pengikut setia pada al-Sunnah wal al-Jamaah, yaitu ajaran Islam yang
diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah saw. Bersama para sahabatnya pada zaman
itu. Ahlussunnah wal Jama’ah bukanlah suatu yang baru timbul sebagai reaksi
dari timbulnya beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran yang murni seperti
Syi’ah, Khawarij, Mu'tazilah dan sebagainya. As-Sunnah wal Jama’ah sudah ada
sebelum semuanya itu timbul. Aliran-aliran itulah yang merupakan gangguan terhadap
kemurnian as-Sunnah wal Jama’ah. Setelah gangguan itu membadai dan berkecamuk,
dirasakan perlunya predikat Ahlussunnah wal Jamaah, dipopulerkan oleh kaum
muslimin yang tetap setia menegakkan as-Sunnah wal Jamaah, mempertahankannya
dari segala macam ganguan yang ditimbulkan oleh aliran-aliran yang mengganggu
itu. Mengajak seluruh pemeluk islam untuk kembali kepada as-Sunnah wal Jamaah.
Para sahabat, generasi yang
hidup sezaman dengan Rasulullah saw. adalah generasi yang paling menghayati
as-Sunnah wal Jamaah. Mereka dapat menerima langsung ajaran agama dari tangan
pertama. Kalau ada yang belum jelas, dapat menanyakan langsung pula kepada
Rasulullah saw. terutama al-Khulafa ar-Rosyidun:
a) Sahabat
Abu Bakar as-Shiddiq ra,
b) Sahabat
Umar bin Khatab ra,
c) Sahabat
Utsman bin Affan ra,
d) Sahabat
Ali bin Abi Thalib ra.
Nahdlatul Ulama berpendirian
teguh, bahwa al-Mahdiyyin (yang mendapat petunjuk) adalah sifat menerangkan
kenyataan bukan sifat yang merupakan syarat yang membatasi. Artinya, memang
semua Khulafa ar-Rosyidin itu, tanpa diragukan lagi adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk, bukan orang-orang yang sebagian mendapat petunjuk dan
sebagian tidak. Bahkan, jumhur ulama berpendapat bahwa para sahabat Rasulullah
saw. adalah para tokoh yang diyakini kejujurannya didalam masalah penyampaian
ajaran agama. Keragu-raguan terhadap kejujuran para sahabat merupakan salah
satu bahaya bagi kemantapan saluran ajaran agama, apalagi terhadap Khulafa
ar-Rosyidin al-Mahdiyyin. Keraguan tersebut akan mengacaukan, mengaburkan dan
mengeruhkan jalur-jalur yang harus ditelusuri sampai kepada as-Sunnah dan
al-Qur'an.
Para sahabat yang mendengar
ucapan, melihat perbuatan dan menghayati sikap (taqrir) Rasulullah saw.
kemudian ucapan, perbuatan dan sikap Rasulullah saw itu dikumpulkan, dicatat
dan dikodifikasikan. Para sahabat pula yang mendengar dan mencatat Rasulullah
saw., membaca ayat-ayat al-Qur'an, kemudian dikumpulkan dan disusun menjadi
mushaf yang sampai sekarang kita yakini sebagau mushaf al-Qur'an yang otentik.
Selain dalil-dalil qauli
(bersifat ucapan) yang memberi kesaksian Rasulullah saw. atas kemampuan
penghayatan para sahabat terhadap apa yang diajarkan oleh beliau, terdapat pula
dalil-dalil yang sekaligus qauli dan fi'li (bersifat perbuatan tindakan).
Beliau merestui beberapa sahabat melakukan ijtihad (mengerahkan daya pikir
untuk mendapat kesimpulan pendapat berdasarkan atas pemahaman dan peghayatan
terhadap nash al-Qur'an dan al-Hadits). Yang paling terkenal ialah ketika
Rasulullah saw. mengutus sahabat Mu'adz bin Jabal ra. ke Yaman. Atas pertanyaan
Rasulullah saw., sahabat Mu'adz ra memberi jawaban yang dapat dirumuskan:
Kalau sesuatu masalah ada
dalilnya yang jelas didalam al-Qur'an, maka keputusan hukum diambil berdasarkan
al-Qur'anKalau tidak terdapat dalam al-Qur'an dan terdapat didalam as-Sunnah,
maka diambil berdasarkan as-Sunnah. Kalau tidak terdapat dalil yang jelas
didalam al-Qur'an dan juga tidak terdapat didalam as-Sunnah, maka keputusan
hukum diambil berdasarkan ijtihad (hasil daya pikir).Pasti dapat diyakinkan
oleh setiap pemeluk Islam, bahwa para sahabat bukanlah sekelompok orang yang
dibina oleh Rasulullah saw. hanya untuk diri mereka sendiri tanpa berkelanjutan
peranannya. Pasti para sahabat adalah generasi pertama kaum muslimin mengemban
tugas melanjutkan missi dan perjuangan Rasulullah saw. mengembangkan ajaran
agama Islam ke seluruh pelosok dunia kepada segenap umat manusia.
Materi 5
Ke-Indonesia-an
(nasionalisme)
Nasionalisme yang berasal
dari kata “nasional” dan “isme” yaitu faham kebangsaan yang mengandung makna
kkesadaran dan semangat cinta tanah air, yang dapat diartikan memiliki
kebanggaan sebagai bangsa, atau memelihara kehormatan suatu bangsa, memiliki
rasa solidaritas terhadap musibah dan kekurang beruntungan sesame saudara setanah
air, sebangsa dan senegara, demi persatuan dan kesatuan.
Nasionalisme dapat juga
diartikan sebagai faham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan Negara
(nation) dengan mewujudkan suatu konsep identitas bersama untuk sekelompok
manusia. Bertolak dari pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
nasionalisme adalah paham yang meletakkan kesetiaan tertinggi individu yang
harus diberikan kepada Negara dan bangsanya, dengan maksud bahwa individu
sebagai warga Negara memiliki suatu sikap atau perbuatan untuk mencurahkan
segala tenaga dan pikirannya demi kemajuan, kehormatan dan egaknya Negara dan
bangsa.
KARAKTER NASIONALISME
Menurut Sartono Kartodirdjo
mengemukakan unsur-unsur nasionalisme di Indonesia dibagi dalam tiga kategori:
a. Unsur kognitif menunjukkan adanya pengetahuan atau pengertian
akan suatu situasi/fenomena tertentu dalam hal ini mengenai pengetahuan akan
situasi kolonial pada segala parposinya.
b. Unsur orientasi nilai/tujuan menunjukkan keadaan yang
dianggap berharga oleh pelaku-pelakunya, dalam hal ini dianggap sebagai tujuan
atau hal yang berharga adalah memperoleh hidup yang bebas dari kolonialisme
c.
Unsur afektif dari tindakan
kelompok menunjukkan situasi dengan pengaruhnya yang menyenangkan atau
menyusahkan bagi pelaku-pelakunya.Berbagai macam diskriminasi pada masyarakat
colonial melahirkan aspek afektif.
Melihat pendapat di atas, maka ketiga aspek tersebut di atas tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainya, karena saling berhubungan antara aspek satu dengan aspek lainnya yang akan saling menunjang dalam satu kesatuan. Substansi nasionalisme Indonesia mempunyai dua unsur: Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, etnik dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan dan penindasan di Indonesia.
Melihat pendapat di atas, maka ketiga aspek tersebut di atas tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainya, karena saling berhubungan antara aspek satu dengan aspek lainnya yang akan saling menunjang dalam satu kesatuan. Substansi nasionalisme Indonesia mempunyai dua unsur: Pertama, kesadaran mengenai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang terdiri atas banyak suku, etnik dan agama. Kedua, kesadaran bersama bangsa Indonesia dalam menghapuskan segala bentuk penjajahan dan penindasan di Indonesia.
Semangat dari dua substansi
tersebutlah yang kemudian tercermin dalam proklamasi kemerdekaan dengan jelas
dinyatakan “atas nama bangsa Indonesia”, sedangkan dalam pembukaan UUD 1945
dikatakan secara tegas, “segala bentuk penjajahan dan penindasan didunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Dilihat
dari sejarahnya, menurut Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bahwa karakteristik nasionalisme
Indonesia antara lain:
a)
Persamaan asal keturunan
bangsa (etnik), yaitu bangsa Indonesia berasal dari rumpun bangsa melayu yang
merupakan bagian dari ras mongoloid dan kemudian diperkaya oleh variasi percampuran
darah antar ras.
b)
Persamaan pola kebudayaan,
terutama cara hidup sebagian suku-suku petani dan pelaut dengan segala adat
istiadat dan lembaga sosialnya, manifestasi (perwujudan) persamaaan bahasa
nasional, yaitu bahasa indonesia.
c)
Persamaan tempat tinggal yang disebut dengan
nama khas tanah air, yakni tanah tumpah darah seluruh bangsa berwilayah dari
sabang sampai merauke.
d)
Persaaan senasib
kesejahteraanya, baik kejayaan bersama dimasa kejayankerajaan-kerajaaan besar
jaman bahari sriwijaya dan majapahit, maupun penderitaan bersama dibawah
dominasi penjajah asing.
e)
Persamaan cita-cita yakni
persamaan cita-cita hidup bersama sebagai bangsa yang merdeka dan
berdaulat serta mmembangun negara dalam ikatan persatuan indonesia yang
berdasarkan pancasila dan UUD 1945. (Risalah Sidang BPUPKI-PPKI, 1995)
PERAN PENTING NASIONALISME
Nasionalisme berperan dalam
suatu negara karena nasionalisme memperkenalkan identitas negara serta sebagai
tali pengikat antara jati diri bangsa dengan warga negaranya. Dalam memenuhi
kepentingannya, negara membutuhkan nasionalisme sebagai landasan. Selain
berperan dalam mempertahankan jati diri bangsa, nasionalisme turut memiliki
peranan besar dalam globalisasi. Globalisasi dapat menyatukan sebuah bangsa
dengan nasionalismenya untuk memperkenalkan jati diri dan identitas bangsa
serta memajukan negaranya di kancah dunia, itulah mengapa nasionalisme memiliki
peranan penting dalam kancah internasional. Dasar untuk berinteraksi antar
negara satu dengan yang lain adalah nasionalisme. Seseorang akan menjunjung dan
bangga akan identitas negaranya, dimana seluruh sektor kehidupan baik dalam
aspek politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya.
Materi 6
ISLAM NUSANTARA
A. History
dan Manifestasi Islam Nusantara
Pembhasan tema Islam Nusantar menjadi
semakin intensif semenjak Nahdlatul Ulama menjadikan isu ini sebagai tema
Muktamar ke-33, di Jombang, 1-5 Agustus
2015. Beragam reaksi dari berbagai kelompok yang membahas Islam Nusantara
menjadi perdebatan di media cetak, televise, hingga media social berbasis
internet. Bahkan, diskusi-diskusi secara intensif dan serius maupun obrolan hangat
diselenggarakan oleh berbagai lembaga maupun ormas keagamaan. Penyelenggara
diskusi tentang kajian Islam Nusantara tidak hanya Nahdlatul Ulama. Namun,
meluas ke beberapa organisasi yang concern dengan kajian keislamaan, maupun di
beberapa kampus yang memiliki konsentrasi pada isu itu.
Yang menarik pada diskusi Islam
Nusantara adalah platform untuk menegaskan kembali bahwa islam di negeri ini,
mengadaptasi nilai-nilai local yang menjadi ciri khasnya. Warisan-warisan
ulama, terutama Walisanga yang telah masuk ke Nusantara pada abad XV, menjadi
bagian penting dari transformasi keilmuan Nusantara.
Islam Nusantara bukanlah hanya
menjadi milik salah satu ormas Islam, akan tetapi juga dapat sekaligus menjadi
rujukan konseptual bagi organisasi-organisasi Islam yang memiliki ruh ukhuwah
islamiyah, wathaniyah, dan basyariyah yang mendukung keutuhan NKRI maupun
kedamaian dunia. Aspek cinta tanah air inilah yang manjadi ciri khas dari Islam
Nusantara, yang mencintai Indonesia sebagai tanah air, sebagai pintu untuk
membangun peradaban dunia.
Bila sebelumnya di batok kepala
belum ada sesuatu yang bercokol, dalam istilah santrinya khaliyadz dzihni,
istilah Islam Nusantara itu sebenarnya sederhana saja, apalagi bagi mereka yang
sudah ngaji nahwu dan tidak melewatkan bab idhofah islam nusantara, menurut
ilmu itu adalah bentuk idhofah. Bila belum lupa, idhofah tidak hanya punya
makna lam, tapi bisa juga bermakna fii atau mim. Jadi silakan di cari saja
makna yang pas yang tidak “menyaingi” “Islam Sejati”, atau yang lebih mudah,
menyakannya saja kepada pihak dari mana istilah itu muncul. Kecuali, memang
masih ingin menikmati euphoria keterbukaan dan memanjakan nafsu mengalahkan pihak
lain.
Islam yang selama ini, kita
orang Nusantara jalani menjadi unik dan menarik setelah maraknya keberagaman
kelompok diluar yang menamakan diri muslim dan membawa bendera islam. Namun,
mereka meresah gelisahkan dunia. Dunia yang kemudian bertanya-tanya tentang
islam yang rahmatal lil’alamin, islam yang ramah, damai, dan teduh pun
mendapatkan jawaban dari perilaku keislaman kita yang di nusantara ini. Maka
kalau “islam kita” islam yang kita jalani di nusantara ini ternyata dapat
membantu peradaban tidak hanya di Indonesia tapi dunia, syukurlah. Tapi kita
harus realistis perilaku keislan kita sendir saat ini, sudah mulai terganggu
oleh berbagai pengaruh dari luar. Sudah perlu memperkokohnya bila diharapkan
dapat membantu peradaban di Indonesia dan dunia. Kita mesti bersatu padu
mempertahankan cara kita berislam selama ini, seperti yang di ajarkan oleh
guru-guru sebelumnya dengan sanad yang bersambung hingga rasulullah SAW,semoga
Allah SWT menolong kita.
Bagi kaun Nahdliyin, Islam
Nusantara bukanlah sekte baru dan tidak dimaksudkan untuk mengubah doktrin.
Mereka mengartikan Islam Nusantara sebagai keislaman yang toleran, damai, dan
akomodatif terhadap budaya Nusantara. Karaktar semacam itu untuk sebagian
terbentuk karena dalam sejarahnya, dakwah islam di bumi Nusantara tidak
dilakukan dengan membrangos trades, melainkan justru merangkulnya dan
menjadikannya sebagai sarana pengembangan Islam, sedangkan bagi yang kontra,
Islam Nusantara dianggap sebagai bermuatan primordial, mengkotak-kotakkan
Islam, anti arab, bahkan dituduh sebagai strategi baru dari JIL, barat, zionis,
dan semacamnya. “islam ya islam” begitu bagi para penentang.
Dengan latar belakang semacam
itu, buku kumpulan tulisan ini mencoba membedah wacana Islam Nusantara dari
perspektif doctrinal dan historis. K.H Afifuddin Muhajir dalam tulisannya
menegaskan bahwa Manhaj Islam Nusantara yang dibangun dan diterapkan oleh
walisanga serta diikuti oleh ulama Ahlussunnah di negara ini adalah “paham dan
Praktik keislaman dibumi Nusantara sebagai hasil dialektika antara teks
syari’at dengan realitas dan budayas etempat”,
Pada decade 80-an, K.H
Abdurrahman Wahid tampil dengan idenya tentang “Pribumisasi Islam”. Disini
Gusdur dengan tegas menyatakan bahwa Pribumisasi Islam “tidaklah mengubah
Islam, melainkan hanya mengubah manifestasi dari kehidupan agama Islam”. Selain
itu, “Pribumisasi Islam” tidak lantas menempatkan Islam dalam subordinasi
budaya dan tradisi, tidak pula melakukan “Jawanisasi” atau sinkretisme.
Tujuannya adalah bagaimana agar Islam “dipahami dengan mempertimbangkan
factor-faktor kontekstual, termasuk kesadaran hukum Islam dan rasa
keadilannya”, dan bagaimana agar kebutuhan-kebutuhan local dipertimbangkan
dalam merumuskan hukum agama, tanpa mengubah hukum itu sendiri.
Asumsi yang menitik beratkan
pada urf (adat, budaya) dan kebutuhan local sebagai bahan pertimbangan dalam
penetapan hukum islam. Tak pelak lagi, ini merupakan salah satu elemen utama
dalam konsepsi Islam Nusantara. Gagasan mengenai Islam Nusantara, setidaknya,
memiliki tujuan hukum Islam untuk menciptakan kemaslahatan dan menghindari
kemafsadatan. Kemaslahatan dan kemafsadatan tersebut mesti mempertimbangkan
kebutuhan-kebutuhan local masyarakat. Penerapan hukum islam mesti berorientasi
kepada kemaslahatan dan kemafsadatan, strategi dalam menggapai kemaslahatan dan
menghindari kemafsadatan bisa dirumuskan dengan berpatokan pada local wisdom
dan budaya dari masyarakat itu sendiri, maka mau tak mau ‘urf, adat dan tradisi
setempat, harus dijadikan dasar pertimbangan hukum.
Pada titik inilah kita bisa
menarik keterkaitan antara menjadikan kemaslahatan sebagai acuan utama syari’at
di satu sisi, dengan tuntutan untuk mempertimbangkan kebutuhan local dalam
perumusan maslahat tersebut disisi lain. Ini merupakan salah satu landasan
ushul fiqh yang mendasari konsepsi “Islam Nusantara”.
B. Nilai
ASWAJA dalam Diri Islam Nusantara
Dikatan bahwa ajaran ASWAJA,
dengan sendirinya mrngandung semangat menghargai tradisi, pluralitas budaya dan
martabat manusia sebagai mahluk budaya, pada akhirnya ini akan melahirkan Islam
dengan wajah yang ramah terhadap nilai budaya setempat, serta mengakui
manifestasi tradisi dan budaya tersebut untuk hidup dan berkembang. Inilah
salah satu karakteristik Islam Nusantara.
Bagaimanapun diskusi atau dialog
bahkan debat kusir tentang Islam Nusantara ternyata telah memperkaya khazanah
pengetahuan kita tentang Islam itu sendiri.
Materi
7
BIOKRASI
KOPRI
A. PENDAHULUAN
Annisa
Syaqa-iq ar-Rijal (perempuan adalah belahan laki-laki) begitulah
hadist Nabi tentang perempuan. Ini menandakan bahwa Islam menempatkan perempuan
secara berdampingan dengan laki-laki,dalam ekisistensi, dalam menunaikan peran
kehidupannya dan dalam hak serta kewajiban. Perjuangan meningkatkan kualitas
hidup perempuan adalah perjuangan memperbaiki kualitas hidup separuh
masyarakat. Dengan kata lain, perbaikan hidup perempuan tidak otomatis terwujud
melalui perjuangan hidup laki-laki. Ia memilki dunianya sendiri, yang juga
harus diperjuangkan olehnya sendiri.
Gagasan apapun yang
tidak didukung oleh sekelompok manusia yang siap untuk melaksanakan,
memperjuangkan, dan menyebarkannya, pasti akan mati sejak usia dini, atau
minimal akan sakit dalam waktu lama, tergeletak di atas dipannya hingga datang
seseorang yang mengobatinya, menghindarkannya dari debu-debu masa, dan
membebaskannya dari berbagai beban penyakit, lalu menyerahkan kepada sekelompok
orang yang akan membentuk tunas gerakan yang akarnya adalah gagasan baru
tersebut. Gagasan yang tidak diwujudkan dalam sebuah pergerakan, tidak dibela, dan
tidak diperjuangkan oleh pendukungnya pasti akan segera lenyap dan dilupakan
betapapun hebat dan mengagumkan. Sejauh aktivitas, ketangguhan, dan kemampuan
para pendukungnya dalam merekrut masa, akan menentukan keberhasilan gagasan
tersebut. Selanjutnya akan terbentuklah suatu pergerakan yang terdiri dari
sekelompok manusia yang dikendalikan oleh suatu kepemimpinan berikut struktur
organisasinya. Setiap pergerakan apapun memilki gagasan tertentu yang hendak
direalisasikan ditengah-tengah manusia, betapapun sederhananya, bahkan
terkadang remeh, atau sulit untuk diwujudkan di alam nyata, namun ia tetap
berupaya untuk membangun pendukung bagi dirinya.
Dari itu jelaslah
urgensi struktur organisasi pergerakan. Istilah gerakan (movement) menurut
kamus Webster berarti“organized action by people working
towards a goal”. Kemudian Steaven Buchler menyatakan bahwa
gerakan sosial itu sering digambarkan sebagi reaksi kolektif dari suatu
kelompok masyarakat yang tersubordinasi (kolektive
respons to groups experience of subordinat).
B. Landasan Normatif
Dalam Bab VII
Anggaran Rumah Tangga (ART) PMII tentang Kuota Kepengurusan, Pasal 20
dinyatakan, ayat (1) Kepengurusan di setiap tingkat harus menempatkan anggota
perempuan minimal 1/3 keseluruhan anggota pengurus; dan ayat (2) Setiap
kegiatan PMII harus menempatkan anggota perempuan minimal 1/3 dari keseluruhan
anggota. Penjelasan soal pemberdayaan anggota perempuan PMII ada dalam bab VIII
Pasal 21 ayat (1) Pemberdayaan Perempuan PMII diwujudkan dengan
pembentukan wadah perempuan yaitu KOPRI (Korp
PMII Putri), dan ayat (2) Wadah Perempuan tersebut diatas selanjutnya diataur
dalam Peraturan Organisasi (PO). Adapun wadah pemberdayaan anggota putri PMII
ditegaskan dengan pembentukan lembaga khusus bernama Korp PMII Putri (KOPRI)
sebagaimana dalam Bab IX tentang Wadah Perempuan. Dalam Pasal 22, ayat (1):
Wadah perempuan bernama KOPRI; ayat (2) KOPRI adalah wadah perempuan yang
didirikan oleh kader-kader Putri PMII melalui Kelompok Kerja sebagai keputusan
Kongres PMII XIV; ayat (3) KOPRI didirikan pada 29
September 2003 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta
dan merupakan kelanjutan sejarah dari KOPRI yang didirikan pada 26 November
1967; dan ayat (4) KOPRI bersifat semi otonom dalam hubungannya Dengan PMII.
Struktur KOPRI sebagaimana struktur PMII, terdiri dari : PB KOPRI, PKC KOPRI
dan PC KOPRI.
C. Visi dan Misi KOPRI
Visi KOPRI adalah
Terciptanya masyarakat yang berkeadilan berlandaskan kesetaraan dan menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Sedangkan Misi KOPRI
adalah Mengideologisasikan nilai keadilan gender dan mengkonsolidasikangerakan
perempuan di PMII untuk membangun masyarakat berkeadilan gender.
D. Petualanagan Sejarah KOPRI
Perjalanan sejarah
organisasi yang bernama Korps PMII Putri yang disingkat KOPRI mengalami proses
yang panjang dan dinamis. KOPRI berdiri pada kongres III PMII pada tanggal 7-11
Februari 1967 di Malang Jawa Timur dalam bentuk Departemen Keputrian dengan
berkedudukan di Surabaya Jawa Timur dan lahir bersamaan Mukernas II PMII di
Semarang Jawa Tengah pada tanggal 25 September 1976. Musyawarah Nasional
pertama Korp PMII Putri diselenggarakan pada kongres IV PMII 1970. KOPRI dari
masa ke masa mengalami ketidakharmonisan karena minimnya koodinasi. Hanya pada
saat Ali Masykur Musa (1991-1994) yang memiliki keharmonisan dengan Ketua
KOPRI-nya dari Lampung (Jauharoh Haddad). KOPRI pada awalnya diposisikan
menjadi badan otonom dari PMII namun sekarang menjadi semi otonom yang mana
pimpinan KOPRI dipilih atau ditunjuk oleh Ketua Umum PB PMII. Konsekuensinya
KOPRI harus berada di cabang-cabang di setiap daerah.
KOPRI mengalami
keputusan yang pahit ketika status KOPRI dibubarkan melalui voting beda suara
pada Kongres KOPRI VII atau PMII XIII di Medan pada tahun 2000. Merasa
pengalaman pahit itu terasa, bahwa kader-kader perempuan PMII pasca konres di
Medan mengalami stagnasi yang berkepanjangan dan tidak menentu, oleh sebab itu
kader-kader perempuan PMII mengganggap perlu dibentuknya wadah kembali, kongres
XIII di Kutai Kertanegara Kalimantan Timur pada tanggal 16-21 April 2003
sebagai momentum yang tepat untuk memprakarsai adanya wadah. Maka, terbentuklah
POKJA perempuan dan kemudian lahirlah kembali KOPRI di Jakarta pada tanggal 29
September 2003 karena semakin tajam semangat kader perempuan PMII maka pada
kongres di Bogor tanggal 26-31 Mei tahun 2005 terjadi perbedaan kebutuhan maka
terjadi voting atas status KOPRI denga suara terbanyak menyatakan KOPRI adalah
Otonom sekaligus memilih ketua umum PB KOPRI secara langsung sehingga terpilih
dalam kongres sahabati Ai’ maryati Shalihah. Dalam Kongres PMII ke-16 di Batam,
Maret 2008, setelah melalui sidang dan voting yang menegangkan dan melelahkan
hingga subuh, memutuskan status
KOPRI Semi Otonom.
E. Ketua Umum KOPRI dari Masa ke Masa
Berikut ini daftar
nama-nama Ketua Umum PB KOPRI sepanjang masa (1960-sekarang).
1) Mahmudah Nahrowi 1960-1961
2) Enny Suhaeni 1961-1963
3) Enny Suhaeni 1963-1967
4) Tien Hartini 1967-1970
5) Adibah Hamid 1970-1973
6) Wus'ah Suralaga 1973-1977
7) Ida Farida 1977-1981
8) Lilis Nurul Husna putri 1981-1984
9) Iis Kholila 1985-1988
10) Dra. Khofifah Indar parawansa 1988-1991
11) Jauharoh Haddad 1991-1994
12) Diana Mutiah 1994-1997
13) Luluk Nur Hamidah 1997-2000
14) Umi Wahyuni 2000-2003
15) Wiwin Winarti 2003-2005
16) Ai’ Maryati Shalihah 2005-2007
17) Eem Marhamah 2007-2010
18) Irma Muthaharah 2010-2013
19) Ai Rahmayanti 2013-2016
20) Septi Rahmawati 2016-Sekarang
F. STRATEGI PENGEMBANGAN KOPRI
Korp PMII Putri,
sebagai wadah kader perempuan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia meyakini perannya
sebagai khalifatullah fil ardl dan keberadaannya akan menjadi rahmat bagi
segenap alam. Karenanya keberadaan KOPRI harus bisa menjadi sesuatu yang bisa
dirasakan kemanfaatannya tidak hanya oleh kader-kader PMII baik laki-laki
maupun perempuan tetapi juga bagi seluruh Umat yang ada di bumi ini, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Relasi PMII dan KOPRI sebenarnya tidak
berbenturan, hanya secara gerakan, perempuan
mempunyai wilayah sendiri. Hanya koordinasi yang sifatnya tidak begitu prinsip.
Yang penting selama tidak bertentang ini harus tetap didukung. KOPRI
menempatkan teori gender hanya sebagai analisa saja agar kita tidak terbelenggu
dengan budaya patriarkal sehingga perempuan bisa menentukan gerakannya sesuai
dengan kebutuhan perempuan tersebut. Wacana gender sebagai alat saja bukan
sebagai tujuan. Dan wacana gender disesuaikan dengan wacana keislaman dan
kearifan lokal.
Prosentase perempuan
di setiap Mapaba PMII ada 60%. Cukup banyak namun dalam pengkaderan kita belum
mumpuni mengggarapnya. Paling banter hanya bisa survive
5 kader di setiap cabang. Karena kita akhir-akhir ini kehilangan
sosok-sosok kepemipinan perempuan di tingkat cabang, kota, dan kabupaten
se-Jawa Tengah yang bisa berkomunikasi dengan PB dan basis. Tugas utama KOPRI
PMII adalah bagaimana mensinergikan kader perempuan PMII yang cukup banyak
dengan wadah yang berbedabeda. Yakni, sesuai dengan local
genius yang berbeda di masing-masing cabang. Juga
mensinergikan antara PB dan pengurus di bawahnya (PKC, PC, PK dan PR).
1. Strategi Pengembangan Internal
Strategi pengembangan
organisasi KOPRI adalah dengan membentuk KOPRI di masing-masing cabang ke
bawah. PKC PMII Jawa Tengah sudah mempeloporinya dengan mengadakan rembug
perempuan Jawa Tengah skelaigus mencoba memberikan instruksi ke seluruh cabang,
komisariat dan rayon untuk segera membentuk KOPRI. Kader yang kuliah di basis
kampus agama atau orang pesantren pada awalnya memang mengalami konflik
terhadap wacana gender. Namun, kemudian mampu melakukan pembedahan tentang
gender dan disesuaikan dengan basic keilmuannya
ternyata ayat-ayat yang dipahami patriarkhi ternyata sangat memperjuangkan hak
perempuan.
Strategi kaderisasi yang ditempuh KOPRI adalah:
(1) Ideologisasi KOPRI;
(2) Penguatan institusi. Dalam Kongres Bogor,
KOPRI sebagai laboratorium gerakan sebagai institusi
independent;
(3) Mempertegas posisi
(4) Penguatan intelektual
(5) Membentuk masyarakat berkeadilan gender, dan
(6) Konsolidasi gerakan. Seperti pertemuan hari
ini merupakan salah satu bentuk konsolidasi gerakan perempuan.
Bagaimana system dan format serta strategi
kaderisasi yang direncanakan ke depan
(1) Hakikat pengkaderan;
(2) Strategi pengembangan kaderisasi, dan
(3) System kaderisasi yang dibangun di level
nasional.
Hakikat pengkaderan adalah kita punya alasan
kenapa pengkaderan harus dijalankan di setiap organisasi;
1) Argumentasi Idealisme, diinterpretasikan melalui
nilai-nilai yang harus selalu dikonsumsi oleh kader;
2) Argumentasi Strategis; diimplementasikan dalam
pemberdayaan kader;
3) Argumnetasi Taktis; dengan tujuan memperbanyak
kader. Dalam konteks organisasi kaderisasi harus seimbang antara kualitas dan
kuantitas;
4) Argumentasi Pragmatis; karena adanya kepentingan
dan persaingan kelompok;
5) Argumentasi Administrative; karena adanya mandat
organisasi.
Terdapat 3 pilar dalam kaderisasi, yaitu:
1) Membentuk keyakinan kader; dalam konteks iman dan idiologis;
2) Pengetahuan; diinterpratasikan melalui ilmu; dan
Semangat gerakan; interpretasikan melalui skill.
Semangat gerakan; interpretasikan melalui skill.
Berbicara system
kaderisasi KOPRI maka penting juga membuat modul. Muncullah resources
gerakan dalam konteks ini kita memasukkan system kaderisasi KOPRI,
baik formal, informal maupun nonformal. Mengenai pelatihan gender kita juga
sangat sepakat, agar lebih tertata dan lebih banyak yang didapat oleh kader
perempuan. Apa yang belum digarap oleh PMII maka mari digarap melalui KOPRI.
Misalnya, pelatihan TOF (Training of Fasilitator)
tapi dengan menggunakan perspektif KOPRI. Kita menawarkan bentuk kaderisasi di KOPRI,
kita memasukkan materi – materi dalam modul MAPABA, PKD, PKL (studi gender dan
institusi KOPRI).Di samping melalui pengkaderan formal di tingkat PKC juga
memberikan pengenalan untuk mensinkronkan yang terjadi dicabang-cabang yang
sifatnya pengayaan. Dengan PB PMII, sudah disepakati materi KOPRI juga bisa
masuk dalam kaderisasi informal.
Hasil negosiasi antara KOPRI dengan PB PMII hari
ini menemukan kesepakatan memasukkan materi KOPRI dalam kaderisasi formal PMII.
Ini bagian dari publikasi KOPRI ke anggota PMII hingga level basis: cabang,
komisariat dan rayon. Persoalan rekruitmen, persoalan legal atau tidak legal
menjadi penting. Sangat sah jika kita melakukan perekrutan tidak formal. Jika
kita melakukan rekrutment tersendiri kita harus pisah secara administrasi dari
PMII atau berdiri sendiri membuat organisasi sendiri. Untuk peningkatan capacity
building di kalangan kader perempuan dan berbicara yang
selama ini belum
dilakukan yang tentunya lebih berperspektif, maka
keberadaan modul sangat penting, seperti dalam folow-up Mapaba ada materi
Training gender, SAS dan Trainigleadership,
kemudian followup
pasca-PKD ada Pelatihan Advokasi Gender dan Pelatihan Fasilitator, kemudian
pasca-PKL ada ToT gender dan Gender Budgeting.
2. Strategi Gerakan Eksternal
Dalam konteks
kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, keberadaan KOPRI
diharapkan mampu menjadi salah satu kelompok efektif yang aktif dalam
memberikan tawaran-tawaran gerakan untuk mengurangi perosalan-persoalan yang
muncul di masyarakat, misalnya persoalan HAM, Demokrasi, Globalisasi, Hukum,
Pemerataan Ekonomi, Kebudayaan, Keberagamaan dan Pluralisme, lingkungan dan
yang paling khusus adalan persoalan Gender. Isu Gender pada dasarnya menegaskan
eksistensi individu baik laki-laki maupun perempuan. Dalam gender ditegaskan
bahwa setiap individu memiliki kemerdekaan untuk memilih dan menetukan nasibnya
sendiri. Dan wacana gender memiliki imbas yang sangat dahsyat bagi perempuan.
Sebagai contoh, kesadaran yang muncul dari pewacanaan gender yang ditangkap
mentah-mentah membawa efek pada “tersedianya” perempuan keluar rumah dan
bekerja di pabrik-pabrik. Perempuan bekerja (sebagai buruh pabrik) dianggap
sebagai keberhasilan dari pewacanaan gender.
Padahal apa yang
dilakukan perempuan di luar rumah pada dasarnya sama dengan yang mereka
kerjakan didalam rumah (kerja-kerja yang khas perempuan seperti memasang
kancing baju, menjahit, dan sejenisnya). Artinya, hanya memindahkan kerja
domestik dari dalam rumah ke pabrik-pabrik atau perusahaan-perusahaan. Dan yang
lebih parah, tingkat “penderitaan” yang diterima perempuan di luar rumah jauh
lebih kejam dari dalam rumah dalam hal tertentu. Sedangkan di satu pihak yang
lain, masyarakat masih juga menyimpan stigma buruk terhadap perempuan yang
bekerja khususnya yang
kerja malam atau sudah bersuami. Apa yang ditulis
di atas bukan berarti mewajibkan kita untuk mencurigai dengan membabi buta
terhadap isu-isu seperti demokrasi dan HAM serta Gender. Tetapi kita harus
sadar bahwa isu-isu yang kita anggap sebagai nilai-nilai yang harus kita
perjuangkan itu ternyata memiliki efek yang juga merugikan tidak hanya bagi
kita sebagai warga negara tetapi juga sebagai perempuan.
KOPRI melihat bahwa
gender sebagai sebuah alat analisis mampu menjelaskan dengan lebih gamblang
atas prosse-proses diskriminasi sosial dan hukum, subordinasi, pelabelan
negatif, kekerasan fisik dan nonfisik, marjinalisasi ekonomi, dan beban ganda
yang selama ini dialami perempuan. Ketidak adilan gender yang dialami perempuan
tersebut menjelma dalam pelbagai bentuk seperti kebijakan-kebijakan pemerintah
dalam segenap bidang, tradisi dan tafsir agama yang misoginis serta
budaya-budaya populer
yang merasuk lebih dalam dari agama ke dalam
individu-individu.
Untuk itu, KOPRI akan
selalu melakukan pembacaan kritis dan memiliki sensitifitas Gender dalam
mensikapi produk-produk kebijkaan pemerintah dengan memberikan
alternatif-alternatif berdasarkan tawaran gagasan yang lebih mengakar dan
relevan dengan kepentingan masyarakat khususnya perempuan. Dan pembacaan yang kritis
adalah pembacaan yang bersifat multidimensi dan berkelanjutan, karenanya KOPRI
membutuhkan dukungan moral, politik sekaligus intelekutal khususnya dari PMII
sebagai induk gerakan agar setiap pilihan gerakan yang diambil KOPRI nantinya
akan saling
menguatkan dan sinergis dengan grand design yang
telah dirancang PMII dalam melihat persoalan masyarakat, negara dan dunia.
STRUKTUR
PENGURUS RAYON AZ-ZAMANI
PERIODE
2017-2018
BADAN PENGURUS HARIAN (BPH)
Ketua : Fathul Arifin
Sekertaris : Ahmad Basir
Bendahara : Rohmatul Hasanah
DEVISI-DEVISI
Devisi
Kaderisasi & Keilmuan
·
Samsul Bahri (CO)
·
Taufan Yanuwar Widianta
·
Fathol Arifin
·
Ifa Masruroh
·
Moh. Karim
Devisi
Sosial & Advokasi
·
Yumna (CO)
·
Yusrolana
·
Surahman
·
Ely Rosida
·
Moh. Dahlan .A
Devisi
Seni & Budaya
·
Khairul anwar (CO)
·
Siti Uniwana
·
Novi Najmatuzzahimah
·
Abdul Qohar
·
Nazilztul Maghfiroh
·
Ulul Absor
Devisi
Media & Publik
·
Yulia Citra (CO)
·
Ayek Gus
·
Mar’atus Shalihah
·
Sholihin
·
Ahmad Zeini
·
Ifaul Mawadah
Devisi
Keputrian
·
Siti Khairunnisa (CO)
·
Tutik
·
Lailatur Rizqiyah
·
Romlatul Nahdiyah
·
Robiatul Adawiyah
STRUKTUR
PENGURUS RAYON M. HATTA
PERIODE
2017-2018
BADAN PENGURUS HARIAN (BPH)
Ketua : M. Husen
Taufik
Wakil
Ketua : Abd. Aziz
Sekretaris : Moch. Abbas gulu
Wakil
Sekretaris : Dewi Pramita
Bendahara : Achmad Rifa’i
Wakil
Bedahara : Ulfa Aisatul Melinda
BIRO-BIRO
Biro
Kaderisasi
Koordinator : Sonhaji
Anggota : Abdul Hafid
:
Sholeh
Biro
Keilmuan
Koordinator : Badrut Tamam
Anggota : Saiful Bahri
:
Ummu Azizah
Biro
kewiraushaan
Koordinator : Ulfatun Nisak
Anggota : Raudlatul
Munawwarah
:
Yondri Efendi
Biro
Litbang
Koordinator : Arizal Kurniawan
Anggota : Ahmad Habibi
:
Nur Amalia
STRUKTUR PENGURUS RAYON AL-IRSYAD
PERIODE 2017-2018
BADAN PENGURUS HARIAN (BPH)
Ketua : Sukron makmun
Wakil
Ketua : Abd. Aziz
Sekretaris : Joes Rizal Anwar
Wakil
Sekretaris : Moh. Rizqil Hidayat
Bendahara : M. Khorullah
Wakil
Bedahara : M. Nurul Angwar
BIRO-BIRO
Biro
Kaderisasi dan Keilmuan
Koordinator : Ahmad Zulfikar Fauzi Zamani
Biro
Sosial dan Advokasi
Koordinator : Muhammad Thoif al-Ghatzi
Biro
Seni dan budaya
Koordinator : Mistari
Anggota : Alfan Wahid Hidayatullah
Biro
Media dan Publik
Koordinator : M. Sobrianto
LAGU-
LAGU
MARS PMII
Inilah kami wahai indonesia
Satu barisan dan satu jiwa
Pembela bangsa penegak agama
Tangan terkepal Dan maju kemuka
Habislah
masa yang suram
Selesai sudah
derita yang lama
Bangsa yang
jaya islam yang benar
Bangun
terssentak dari bumiku subur
Denganmu PMII
Pergerakanku
Ilmu dan bakti kuberikan
Adil dan makmur kuperjuangkan
Untukmu
satu tanah airku
Untukmu satu
keyakinanku
Inilah kami wahai indonesia
Satu angkatan dan satu cita
Putera bangsa bebas merdeka
Tangan terkepal dan maju kemuka.
HYMNE PMII
Bersemilah bersemilah tunas PMII
Tumbuh subur tumbuh subur kader PMII
Bersemila
bersemilah tunas PMII
Tumbuh subur
tumbuh subur kader PMII
Masa depan ditanganmu
Untuk meneruskan perjuangan
. bersemilah
bersmilah
kau harapan
bangsa
BERDERAP DAN MELAJU
Berderap dan melaju
Menuju indonesia baru
Singsingkan lengan baju
Singkirkan semua musuh-musuh
Rakyat
pasti menang
Melawan
penindasan
Rakyat kita
pasti akan menang
Rakyat pasti
menag
Membuat
kedaulatan
Rakyat kita
pasti akan menang
DARAH JUANG
Disini negri kami
Tempat padi terhampar
Samudranya kaya raya
Negri kami subur tuhan
Dinegri
permai ini
Berjuta rakyat
bersimbah luka
Anak buruh tak
sekolah
Pemuda desa
tak kerja
Mereka dirampas haknya
Tergusur dan lapar
Bunda relakan darah juang kami
untuk membebaskan rakyat
mereka
dirampas haknya
tergusur dan
lapar
bunda relakan
darah juang kami
padamu kami
berjanji
padamu kami
berbakti.
TOTAITAS PERJUANGAN
kepada para mahasiswa
yang merindukan kejayaan
kepada rakyat yang kebingungan
dipersimpangan jalan
kepada pewaris
peradaban
yang telah
menggoreskan
sebuah catatan
kebanggaan
di lembah
sejarah manusia
wahai kalian yang rindu kemenangan
wahai kalian yang turun ke jalan
demi mempersembahkan jiwa dan raga
untuk negeri tercinta
wahai kalian
yang rindu kemenangan
wahai kalian
yang turun ke jalan
demi
mempersembahkan jiwa dan raga
untuk negeri
tercinta
untuk negeri
tercinta
BURUH TANI
buruh tani mahasiswa kaum miskin kota
bersatu padu rebut demokrasi
gegap gempita dalam satu suara
demi tugas suci yang mulia
hari hari esok adalah milik kita
terbentuknya masyarakat sejahtra
terbentuknya tatanan masyarakat
indonesia baru tanpa orba
reff,
marilah kawan mari kita kabarkan
di tangan kita tergenggam arah bangsa
marilah kawan mari kita nyanyikan
sebuah lagu tentang pembebasan
di bawah kuasa tirani
kususuri garis jalan ini
berjuta kali turun aksi
bagiku saatu langkah pasti
HUBBUL
WATHAN
Ya
lal wathon ya lal wathon ya lal wathon
Hubbul
wathon minal iman
Wala
takun minal iman
Inhadhu
alal wathon
Indonesia biladi
Anta unwanul fakhoma
Kullu may ya’ tika yauma
Tomihay yalqo himama
Pusaka
hati wahai tanah airku
Cintamu
dalam imanku
Jangan
halangkan nasibmu
Bangkitlah
hai bangsaku
Indonesia negeriku
Engkau panji martabatku
Siapa datang mengncammu
Kan binasa dibawah diimu
PMII
PERJUANGAN
berjuanglah
pmii berjuang
marilah
kita bina persatuan
berjuanglah
pmii berjuang
marilah
kita bina persatuan
hancur
leburkan angkara murka
perkokohlah
barisan kita,siap....
reff,
sinar api islam kini menyala
tekad bulat jihat kita membara
berjuang pmii berjuang
menegakkan kalimat tuhan
back
to reff.
Assalamu'alaikum kepada sahabat-sahabati pengurus PMII Inzah genggong.
BalasHapusKami meminta izin untuk menggunakan beberapa materi dalam modul ini sebagai bahan untuk modul mapaba rayon kami. Terimakasih 🙏