MATERI ASWAJA
A.
Latar Belakang Kelahiran ASWAJA dan Pengertiannya.
Ahlussunah Wal Jam’ah
bukanlah sebuah madzhab yang dalam masalah aqidah mengikuti imam Abu Musa
Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi.Dalam praktek peribadatan mengikuti salah
satu madzhab empat, dan dalam bertasawuf mengikuti imam Abu Qasim Al Junandi
dan imam Abu Khamid Al-Ghazali.
Kalau kita mempelajari
Ahlussunah dengan sebenarnya, batasan seperti itu terlihat begitu simple dan
sederhana, karena pengertian tersebut menciptakan definisi yang sangat
eksklusif untuk mengkaji secara mendalam, terlebih dulu kita perlutekankan
bahwah Ahlussunah Waljamaah (Aswaja) sesunguh nya bukan lah madhab, Aswaja
adalah sebuah manhaj Al- fikr ( cara berfikir)tertentu yang digaris oleh para
sahabat dan murid nya, yaitu generasi tabi’in yang memiliki intelektualtas
tinggi dan relative netral dalam mensikapi situasi politik ketika itu. Meski demikian, bukan berarti dalam kedudukannya sebagai manhaj Al-fikr
meskipun merupakan produk yang bersih dari realitas sosio kultural maupun sosio
politik yang melingkupnya.
Ahlusunnah Waljamaah
dalam sejarah merupakan istilah yang menjadi nama bagi golongan kaum muslimin
yang memiliki kesamaan dalam beberapa prinsip dan memiliki kesepakatan dalam
beberapa pandangan. Istilah Ahlussunah Waljamaah
ini bukan istilah yang dating dari nabi SAW. sebagai nama bagi kelompok
tertentu.
Secara kebahasan, Ahlu sunnah Waljamaah adalah istilah yang tersusun dari
tiga kata:
1. kata ahl, yang berarti keluarga, pengikut atau golongan
2. kata as-sunnah, secara Etimologis (bahasa)
memiliki arti at-thariqoh (jalan dan perilaku) baik jalan dan perilaku benar
atau keliru. Sedangkan menurut Treminologi (istilah) para ulama berbeda
pendapat tentang pengertian As-sunnah. Lalu apakah pengertan As-sunnah yang menjadi
maksud dalam istilah Ahlu sunnah Waljamaah berkaitan dengan perpecahan umat
islam menjadi beberapa golongan? Menjawab pertanyaan ini, al-imam ibnu
rajab al-hambali mengatakan bahwa Ahlu sunnah Waljamaah adalah golongan yang
mengikuti ajaran nabi dan ajaran sahabatnya. Pengertian demikian ini merupaka
pengertian yang bukan dalam istilah Ahlu Sunnah Wal jamaah.
3. kata jamaah, secara etimologis adalah orang-orang yang memelihra
kebersamaan dan kolektifitas dan mencapai tujuan. Sedangkan secara Treminologis,
para ulam berbeda pendapat tentang maksud Al jamaah dalam istilah Ahlu sunnah
Wal jamaah ada 5 pendapat tentang pengertian jamaah antara lain:
a. Menurut sahabat
Abu Mas’ud jamaah dalam mayoritas kaum muslim.
b. Jamaah dalam
para ulama dan imam yang mencapai tingkat mujtahid
c. Menurut sahabat
Umar bin Abdul Aziz, jamaah adalah para sahabat Nabi SAW saja bukan generasi
sesudah mereka
d. Jamaah adalah
ijma’ kaum muslimin kepada suatu hukum dan prinsip yang hrus diikuti oleh
pengikut oleh agama-agama lain ijma, mereka dijamin oleh Allah tidak akan
tersesat sebagai mana dalam hadist nabi SAW.
e. Menurut al-imam
at-thobari, jamaah adalah jamaah kaum muslimin apabila bersepakat dalam memilih
seorang pemimpin, maka pemimpin itu harus dibait dan disetujui oleh kaum muslin
yang lain, dan barang sapa yang melepaska kepemimpinan maka ia keluar dari
jamaah kaum muslimin.
Ahlus Sunnah Wal jamaah adalah golongan mayoritas umat Muhamaad.Mereka
dalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dalam dasar-dasar
kaidah. Mereka yang dimaksud oleh hadist Rosulullah SAW yang artinya:
Maka baranag
siapa yang menginginkan tempat lapang di surga hendakalah berperang tegu pada
jamaah; yakni berpegang teguh pada akidah al-jamaah ( hadist ini disohihkan
oleh al-hakim, dan at-tirmidzi mengatakan hadist hasan shohih).
Ahlusunnah tidak lepas dari kultur bangsa arab” tempat islam berkembang
untuk pertama kali. Seperti kita ketahaui bersama, bangsa arab terdiri
beaneka ragam suku dan kabilah yang bisa hidup secara peduli. Dari watak alami
dan karakteristik daherah nya yang sebagai besar padang pasir watak orng arab
sulit bersatu dan bahkan ada titik kesatuan di antara mereka merupakan sesuatu
yang hamper mustahil. Di tengah- tengah kondisi bangsa yang demikian rapuh yang
sangat labil persatuan dan kebersamaan ukhuwah, persamaan dan ersaudaraan atas
dasar ideology atau iman.
Selama 23 tahun
dengan segal kehebatan, charisma, dan kebersamaan sedemikiannya, Rosulullah
mampu merendam kefanatikan qobilah menjadi kefanatikan agam (ghiroh islamiyah)
jelasnya Rosulullah mampu membangun persatuaan, persaudaraan, ukhuwah dan
kesejajaran matrabat dan fitnah manusia. Namun dasar watak alami bangsa arab
yang yang sulit bersatu, setelah Rosulullah meninggal dan bahkan jasad beliau
belum dikebumikan benih-benih perpecahan, gendrang perselisian sudah mulai
terdengar, terutama dalam menyikapi siapa figure yang tepat menganti Rosulullah
( peristiwa bani saqifah).
Perselisihan
internal dikalangan Umat islam, secara system dan periodic terus berlanjut pase
meninggal nya Rosulullah, yang akhirnya komonditi perpecah menjadi sangat
beragam. Ada karena masalah politik dikemas rapi seakan-akan masalah agama, dan
ada juga masalah-masalah agama dijadika legistimasi untuk menapai ambisi
politik dan kekuasaan.
Unsur-unsur perpecahan
dikalangan internal umat isalam merupakan potensi yang sewaktu-waktu bisa
meledak sebai bom waktu, bukti ini semakin Nampak dengan diangkatnya Ustman Bin
Affan sebagai khalifah pengganti Umar Bin khatab oleh tim formatur yang di
bentuk oleh Umar menjelang meninggalnya beliau, yang mau tidak mau menyisahkan
kekeceaan politik bagi pendukung Ali waktu itu. Fakta kelabu ini ternyata
menjadi tragedy besar dalam sejarah isalam yaitu dengan dibunuh nya kholifah
Usman oleh putra Abubakar yang bernama Muhammad bin abu bakar.
Peristiwa ini yang
menjadiakn latar belakang terjadinya peperangan jamal siti Aisyah dan Sayidina
Ali.Dan berikut keadaan semakin kacau balau dan situasi politik semakin tidak
menentu, sehinga dikalangan internal uamat isalam mulai terpecah menjadi
firqoh-firqoh sepert Qodariyah. Jabariyah Mu’tazialah Dan kemudian lahairlah
Ahlu sunnah. Melihat rentetan latar belakang sejarah yang mengiringi lahairnya
aswaja, dapat ditarik garis kesimpual bahwa lahirnya aswaja tidak terlepas dari
latar belakang politik.
B.
ASWAJA sabagai Manhaj Al-Fikr
Dengan sikap dan dan
pemahaman yang didasarakn atas prinsip Ahlusunnah wal jamaah bik dari bidang
teologi, fiqih dan tasamuh, serta pengalaman empiric bangsa Indonesia ini,maka
aswaja sebagai manhj fikr (metode berfikir) harus bias menjadi alat yang bisa
menjawab berbagai macem realitas sebagai upaya mengontekstualakan ajaran islam
sehinga benar-benar dapat membawa islam sebagai rahamat Lil Alamin dengan
memegang empat prinsip yaitu:
1.Tawassutu, yaitu sikap moderat
yang berpijak pada prinsip keadilan serta berusaha mnghindari segala bentuk
sikap ta’aruf, aik dalam biang agama mauoun politik, karena sikap tersebut
mengarah pada kekerasan dan disintegrasi.
2. Tasamuh yaitu siakp toleran yang
berintikan penghrgaan terhdap perbedaan pandanagan dan kemajemukan identitas
budaya masyarakat. Kerena dengan dengan adanya siakp tasamuh itu rasa saling
percaya dan solidaritas dapat ditegakan, dan ini merupakan inti hidup bangsa.
3. Tawazun, yaitu sikap yang selalu
berusaha mennciptakan antara hubungan sesama umat muslim dengan Allah, antara
akala dan wahyu, serta anatara indifidu dan kolekivitas, dengan sikap tawazun
ini harmoni dalam kehidupan baik pikiran maupun tindakan bisa terwujud.
4. Ta’adul, yaitu sikap dapat
mengantarkan pada sikap yang mau dan mampu menghrgai kebenaran yang non
ekskstrimitas (tatharruf) kiri atau pun kanan.
Didalam PMII Aswaja
dijadikan Manhjul fikr artinya Aswaja bukan dijadikan tujuan dalam beragama
melainkan dijadaikan metode berfikir untuk mencapai kebenaran agama.Walaupun
banyak tokoh yang telah mencoba mendekontruksi isi atau konsep yang ada didalam
Aswaja tapai samapai sekarang Aswaja dalam sebuaha metode berfikir ada banyak
relevansinya dalam kehidupan Agama, sehingga PMII lebih terbuka dalam pembukaan
ruang dialetika dengan siapapun dan elompok apapun.
Dengan prinsip moderat (tahwassut) bisa dijadika senjata atau alat untuk
selalau berdialaek dan berdialog dengan kondisi zaman apapun, sikap ini sangat releven
ketika dihdapakan dengan sekian zaman. PMIItidak secara vis avis menyikapai
gelombang tersebut, karena bagai manapun juga peradaban modern merupakan sebuah
keniscayaan yang hadir di didunia dengan sekian implikasi yang dilahaitkannya,
mak sika meleola dan melarika diri kearah dogmah agama tanpa adanay pemaknaan
kritis, bukanlah segalah hal yang bersifat solutiv. Atas sumsi itulah sikap
mengambil jalan tenggah, mungkin bisa dijadikan upaya alternative untuk
meletakan diri kita secara proposional di tenggah peradaban ini. Karena
modermisasi bukanlah merombak secara total dengan menafikan tradisi ulama,
tetapi bagai mana tradisi serta tatana masyarakat lama tersebut bisa
diaktualaisasikan dengan melakaukan reinterpretasi ajaran sesuai kontek
kekinian.
Aktualisasi prinsip yang pertama adalah bahwah selain wahyu, kita juga
meposisikan akal pada posisi yang terhormat. Karena kemartabatan manusia
terletak pada pakah dan bagai mana dia menggunakan akal yang dimilikainya
artinya, ada sebuah ketrkaitan dan keseimbangan yang mendalam antara wahyu dan
akal sehingga tidak terjebak pada sekripturalisme (tekstual) dan rasionalisme,
Dalam konteks hubungan
sosial, seorang kader PMII harus bisa menghrgai perbedaan yang ada bahkan pada
keyakinan sekalipun. Tidak dibemnarkan
kita memaksakan keyakinan apa lg hnya sekedar pendapat kita terhdap orang lain.
Yang di perbolehkan hanyalah sebatas menyampaikan dan mendialegtikakan keyakina
atau pendapat tersebut dan endingnya diserahka pada otoritas indifidu dari
tuhan inilah manifestasi tassamuh dari aswajasebagai mana manhjul fikr.
Dan yang terakhira
adalah ta’wadzum (seimbang) penjabaran prinsip ta’wadzum meliputi berbagai
aspek kehidupan baik perilaku indifidu yang bersifat sosial amaupun dalam
konteks politik.Ini penting Karen sering kali tindkan yang diambil dalam
berintraksi di susupi oleh kepentingan sesaat dan keberpihkan yang tidak
sehrusnya. Walaupun dlam kenyataan nyasanggatlah sulit bahkan mungkin tidak ada
orang yang tidak memiliki keberpihkan sama sekali, minimal keberpihkan terhadap
netralitas. Artinya dengan bahasa yang lebih sederhana dapat dikatakan bwaha
memandang dan meposisikan segala sesuatu pada proposinya masing-masing adalah
sikap yang paling bijak., dan buka mengambil sikap karena itu adalah sikap
pengecut dan opur tunis,
Yang terakhir adalah ta’adul (
kadilan) yang merupakan ajaran universal aswaj. Setiap pemikiran, sikap dan
realisasi, harus diselaraskan danegan landasan ini kadilan disini adalah
kedilan sosial.Landasan kebenaran yang mengatur totalitas kehidupan politik,
ekonomi, mudaya, pendidikan dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar